Well. It is what it is

12 1 0
                                    

Toxic - Boywithuke
01:43 ━━━━●───── 03:50
⇆ㅤ ㅤ◁ㅤ ❚❚ ㅤ▷ ㅤㅤ↻

*

Hari sudah siang, jam istirahat berakhir dan jam pelajaran kembali di mulai. Seluruh siswa yang berada di luar bergegas menyelesaikan urusan mereka supaya bisa kembali ke kelas untuk belajar. Tidak seluruh nya tentu saja. Tidak mungkin The Phantom Roadrichs bergegas memasuki kelas karna takut terlambat dengan guru sudah berada disana terlebih dahulu? Yang benar saja? Bahkan Vijendra yang rajin pun terlihat enggan untuk beranjak dari duduk nya di bawah pohon rindang yang teduh demi harus berjalan melewati lapangan di bawah terik menuju ke gedung jurusan nya di seberang. Tak lama dirinya memperhatikan langit biru yang cerah, Nandio pun tak lepas mata nya dari Vijendra. Seolah air mata nya dapat berubah menjadi madu akibat pandangan cinta nya itu. Vijendra menghela napas, berusaha terbiasa dengan semburan cinta yang berlebihan ini. Naren sudah pergi dari sana sejak ia berhasil melepaskan diri dari bekapan Nandio, dan membiarkan mereka menghabiskan waktu berdua. Meskipun dari jauh ia bisa melihat tidak ada komunikasi apapun yang terjadi setelah ia memberi mereka waktu. Mereka hanya duduk bersama dan sesekali saling melirik, tapi terlihat jelas tidak ada yang mau membuka pembicaraan lebih dulu.

"Halo rakyat ku, pangeran sudah tiba!"

Davelio datang bersama Rivadion yang tampak riweuh sekali dengan map dan kertas kertas bertumpuk yang ia bawa. Bukan nya membantu sang kekasih Davelio yang dengan ceria berjalan mendahului terkesan memang tidak mau membantu. Davelio awalnya ingin menghampiri Nandio, Tapi melihat maledom di circle mereka bertiga itu sedang duduk berduaan dengan Vijendra, Davelio berbalik arah menuju Naren. Naren yang sudah tau akan di bekap lagi, dengan kesadaran penuh sudah berlari menghindari tangan Davelio yang terentang ingin memeluk nya. Davelio mengejar dengan keyakinan akan memeluk Naren yang pendek dan menurut nya gemas itu. Selagi dua orang itu terkejar dan mengejar, Rivadion buru buru menyelesaikan urusan di The Phantom Roadrichs sebelum kembali lagi ke habitat nya di ruang MPK. Menghampiri abang abang yang tadi meminta Nandio untuk menghandle masalah respon abai Street Killer Slaves.

"Kak. Gimana? Ada jawaban dari Street Killer Slaves?"

"Minus Riv. Mereka bener bener nolak buat bagi wilayah, gue bahkan di cuekin bab1 lah. Tapi gue udah minta tolong Nandio sih. Siapa tau kalo dia yang turun Jordan gak punya pilihan selain setuju."

Rivadion melirik Nandio yang memberikan senyum paling terpaksa karna mendengar percakapan mereka. Tak lupa acungan jari tengah yang ia layangkan pada Rivadion dan abang abangan nya. Abang abang yang merupakan sahabat dekat bang Rakahito pun hanya tertawa kecil menanggapi reaksi monyet Roadrichs itu. Abang abang itu hanya seorang sahabat dekat yang tidak lagi melihat kehadiran sahabat yang seharusnya memimpin basis karna insiden pembacokan. Juga dengan kesadaran diri sendiri ia tau dirinya tidak mampu memimpin, ia membiarkan generasi di bawah nya untuk mengambil alih. Selain itu bagus sebagai pembelajaran untuk mereka, ia juga sudah di penghujung masa sekolah. Meskipun tidak pintar ia tentu ingin lulus dan melanjutkan hidup sebagai masyarakat yang baik. Terlebih, Rivadion yang sangat anti Rakahito pun mau mengambil alih tugas sang kakak setelah mengetahui beberapa fakta yang ia hindari selama belasan tahun, abang abang ini pasti dengan senang hati akan membimbing dan membantu Rivadion sebisa nya.

Abang abang ini menepuk pundak Rivadion dengan bangga, saat Nandio melihat dengan rasa ingin di tepuk seperti itu juga. Andai Kak Agam sehangat itu.

Vijendra diam diam menyadari raut wajah iri dari Nandio yang kemudian berpaling pada rumput liar di sekitar untuk mengalihkan fokus karna tidak yakin apa yang harus ia lakukan. Hanya saja Nandio tidak habis pikri, apa karna selisih umur yang terlalu dekat makanya mereka menjadi berselisih? Padahal Rakahito tidak sekejam Kak Agam, seharusnya tidak ada alasan bagi Rivadion untuk membenci Rakahito sebegitunya. Nandio menepis pikiran pikiran yang bukan urusan nya itu. Setiap orang punya alasan, Nandio menghargai itu meskipun ia kadang muak akan reaksi anti Rakahito yang selalu di lakukan oleh Rivadion dengan berbagai cara termasuk mengusik The Phantom. Ya benar. Nandio tidak perduli masalah mereka, ia hanya terganggu karna setiap akan bolos dan sedang sial anggota keamanan MPK akan menemukan nya dan menyeret nya ke ruang BK. Nandio bisa saja memukul mereka, tapi ia tidak ingin membuat masalah masalah yang akan membuat Kak Agam murka.
"Kalau gitu Dio langsung lapor saja ke gue."

Untold: Animal Like Behavior With A Bit Of Humanity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang