"Aku nikahkan engkau dan aku kawinkan engkau dengan pinanganmu, puteriku Zaha Alnaira Thamina dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Zaha Alnaira Thamina binti Ghani Ismail Thamina dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
Aira menyendiri duduk dibalkon kamar pangantin, tempatnya dibalkon hotel. Dia masih tidak menyangka, tanpa ada pertemuan dengan gus azka, dirinya saat ini sudah berstatus menjadi istrinya.
"Pernikahn ku tanpa cinta, apakah akan sampai akhir?"
"Apakah dia sungguh menjadi surga ku? Maksudnya dia pantas menjadi surga ku?"
"Benar tidak sih, keputusan ku ini?"
"Aku hanya wanita akhir zaman, bukan tak tahu persoalan agama, hanya saja, seolah tak sebanding aku dengan dirinya."
Dari dalam kamar, gus azka selalu memperhatikan aira. Dia sadar, aira belum makan apapun sedari acara digelar sampai sekarang. Dirinya sudah menawari tapi aira selalu menolaknya. Dengan ucapan singkat.
"Ya terima kasih,"
Gus azka, merasa aira sangat sedih. Berbeda ketika acara tadi, dia terlihat bahagia, tapi sekarang sebaliknya.
Dalam hatinya, dia selalu meminta perlindungan pada Allah, atas alur rumah tangganya yang baru saja dimulai.
Gus azka menghampiri aira, dia bingung, harus memanggil aira apa. Dia duduk dikursi disamping aira,
"Sedari tadi belum makan, mau makan apa?" Ucapnya lembut dan perhatian
Aira sadar akan kehadiran gus azka, tapi dia sedang malas untuk meladeninya.
"Jika gus laper, makan saja duluan." Ucap aira pelan, dan tak peduli
"Saya tidak ingin kamu sakit,"
"Saya sudah minum tadi, perut saya sudah terisi."
Gus azka mengucapkan istigfar dalam hati, aira beralih duduk membelakangi gus azka, matanya dipejamkan dengan tangan memeluk kedua kaki dan menompang dagu.
"Usai disini, ingin tinggal dimana?"
Aira diam, jujur, dia tidak ingin membahas hal yang jauh dari itu...dia pun masih bingung dengan alus pernikahanya. Orang tuanya tak berkata apapun, hanya
"2 hari lagi kamu nikah," "Manut apa kata suami mu."Aira tak berkutip untuk menolak, karena dia sudah tahu jalan hidupnya adalah diatur oleh sang ayah, meski berulang kali mencoba memberontak lagi-lagi tidak bisa.
"Bukankah tempat kerja kita sama? Hanya berbeda gudung saja." Ucap gus azka sangat lembut dan pelan.
"Masih ada waktu 1 minggu untuk bertanya." Ucap aira singkat kembali, gus azka paham. Dia beralih memandang ke lain arah menikmati suasa udara sore dipertengahan kota.
"Saya selalu ada untuk mu, jangan takut untuk bicara. Jika kamu masih segan untuk menganggap saya suami, anggap saja teman baru yang kamu temui. Kita sama-sama berusaha untuk saling kenal."
"Mungkin rasanya bertemu orang baru seperti ini ya? Dicuekin...kasarnya." ucapbya sembari terkekeh,
"Apakah perlu, kita perkenalan diri masing-masing dahulu?" Ucap gus azka mencairkan suasana, dia tak ingin melihat aira terus diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALNAIRA
RomancePondok pesantren menjadi seribu serba serbi kenangan indah yang dilalui dengan seribu rasa tidak bisa dijelaskan. Terkadang ingin sekali menghapusnya, tapi selalu ada dalam ingatan. Sampai dipenghujung cerita, kembali lagi pada cerita awal. Namun be...