Gus azka sedang sarapan seorang diri di meja makan, dia tidak melihat sang istri sejak dirinya pulang dari mesjid. Diluar jangkauan gus azka, aira sedang sibuk membantu para santriwati yang menjadi petugas apapun itu yang dikerjakan didalam rumah atau ketika persiapan. Dia tidak tega melihat orang lain bekerja dirinya diam saja.
Umi melewati gus azka,
"Umi, lihat ning aira?"
"Lihat, dia sedang sibuk di dapur santriwati."
"Ngapain?"
"Ya masak, kali dangdutan, Mas. Sudah ah, umi mau siap-siap, bentar lagi para tamu datang. Kamu pun siap-siap."
Umi berlalu, gus azka pasrah. "Pantas, tidak terlihat lagi..."
"Dek, kamu lihay mba tadi sudah rapih?" Tanya gus azka pada aan, mau minum susu buatan sang umi
"Belum tuh, masih pakai baju biasa saja. Tapi gak tahu juga ya, Kenape?"
Gus azka menggelengkan kepala, sambil lesu.
"Lesu amat, gak ditemani sarapan?"
"Kalau mba sudah kembali, kasih tahu mas."
"Ngapain?"
"Mas mau pasang borgol tangannya, biar tetap disisi mas."
Tutur kata gus azka lembut, berirama, sopan. Siapa pun yang mendengarnya pasti meleleh hatinya dan pendengarannya, apalagi ditambah senyuman.
"Astaga, bucin sekali anda. Wahay Men!"
"Mba mu, mulai mas pulang dari mesjid gak kelihatan lagi sampai sekarang." Keluhnya,
"Mas curhat?"
"Nggak, cuman kasih tahu saja."
Aan berdecak,
"Lagi sibuk mungkin, mba juga alumni loh mas. Ingat itu...jadi ya harus kerja, bantu-bantu."
"Dia beda, dia istri mas." Ucap gus azka ngotot
"Idih nyolot, biasa aja kali!"
"Gak semangat..."
"Pengen muntah dengernya!"
"Makan ya makan aja kali, biasanya juga gitu. Jangan mentang udah punya istri, apa-apa harus sama dia, idih...lebay!"
"Itulah positifnya menikah, apapun yang dilakukan bersama terasa hidmad dan berpahala."
"Iye, iye..."
"Kamu belum siap-siap?"
"Santai, masih banyak wakt---"
"JIHANNN, MANDIIII!" teriak sang umi
"Ya bentar," ucapnya santai,
"Mba anan kemana?"
"Masih ngorok, pintunya masih digembok."
"Begadang?"
"Biasalah, deadline kali."
"JIHAN, MANDI SEKARANG, DITUNGGU ABAH DI KANTOR!"
Jihan berdecak, sambil menutup toples keripik singkong. "Astagfirullah, umi-umi. Gak bisa lihat aan santai sedikit saja. Masih pagi loh!"
"Masih pagi apaan, tuh lihat kamu kalah sama para santri. Mereka antusias sekali, sampai sudah rapih, berjejer duduk dikursi sambil ketawa,"
"Namanya juga anak maba,"
"Tidak juga, ada tuh santri lama juga. Mangkannya nyantri!"
"Aduh telinga aan kemana yaa, gak dengar suara..."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALNAIRA
RomancePondok pesantren menjadi seribu serba serbi kenangan indah yang dilalui dengan seribu rasa tidak bisa dijelaskan. Terkadang ingin sekali menghapusnya, tapi selalu ada dalam ingatan. Sampai dipenghujung cerita, kembali lagi pada cerita awal. Namun be...