Part 14

25 21 2
                                    

Areta membaringkan tubuhnya disamping suaminya yang masih berkutat dengan laptopnya. Ia meletakkan kepalanya dipangkuan suaminya sambil melihat kearah laptop yang sedari tadi mencuri fokus suaminya itu. "Sibuk banget ya?"

"Hm."

Areta menghembuskan nafas kasarnya dan mulai terdiam. Tangan Brian beralih mengelus lembut puncak kepala istrinya tanpa melepaskan perhatiannya pada pekerjaannya. "Menurut kamu, Danish orangnya gimana?"

"Why?"

Areta kembali terdiam dan mulai memainkan selimut dengan jari telunjuknya. Sempat lama ia terdiam untuk merangkai kata-kata yang tepat. "Aku gak mau Alea salah pilih lagi." Aktivitas Brian terhenti mendengar penuturan Areta.

"Alea itu sahabat aku. Selalu saja hubungannya kandas sama orang ketiga. Agak lucu sih tapi aku juga gak terima."

Areta mengubah posisi tubuhnya dan mengalihkan pandangan pada suaminya. "Danish gak bakalan kasih luka lagi, kan?"

Brian tersenyum manis dan mengusap lembut pipi Areta yang tampak khawatir akan jawaban dari Brian. "Do you trust me?" keduanya terdiam. "Aku boleh nangis gak sih?" sambung Areta.

"Come on!"

Brian mengajak Areta kedalam pelukannya. Menyingkirkan pekerjaannya sejenak untuk menenangkan istrinya bukan sesuatu yang sulit untuk Brian. "Everything will be okey, Honey." Areta mengeluarkan seluruh isak tangisnya. Entah mengapa ada sesuatu yang sangat tidak mengenakkan hatinya terutama terhadap Lea.

Brian tahu betul kelembutan hati istrinya. Bahkan hanya dengan melihat anak ayam yang baru menetaspun Areta tak sanggup membendung air matanya. Hal itu juga yang membuatnya makin jatuh cinta setiap harinya pada Areta yang ia temui secara tidak sengaja ketika Areta sedang bekerja part time di salah satu café di ibukota.

Cappuccino hangat menemani Brian di sore hari itu dengan pemandangan lalu lintas ibukota yang ia lihat dibalik jendela sebuah café. Café sedang dalam keadaan sepi untungnya. Tuntutan menikah dari kedua orang tuanya kian mendesak Brian sehingga ia tidak fokus pada pekerjaannya. Hanya dengan seperti ini lah ia bisa sedikit tenang dengan banyaknya masalah di hidupnya.

Suasana tenang itu terusik dengan suara seorang wanita yang tengah merapikan kursi café dekat dengan tempat ia duduk. Brian mengalihkan pandangannya dan menatapnya dengan seksama.

"Areta! Ayo pulang!"

Areta menghentikan pekerjaannya dan melihat arloji di tangannya. "Bentar, Kak!" Areta memalingkan matanya dan tertuju pada Brian yang sedari tadi memperhatikannya. Ia menghampirinya, "Ada yang bisa saya bantu, Kak?" dengan tersenyum sangat manis Areta bertanya pada Brian.

Brian menatap Areta tepat di mata Honey yang memancar terkena terpaan cahaya matahari sore. Untuk pertama kalinya Brian tersenyum simpul pada orang lain, "Tidak."

Sepuluh menit berlalu sejak Areta meninggalkan café dan meninggalkan Brian pada lamunannya.

'Areta, ya.' Ucapnya dalam hati.

Pertemuan singkat itu, membuat Brian mantap akan keputusannya. Ia beranjak dari café dan melajukan mobilnya menuju rumah kedua orang tuanya.

"Mah, Pah. Aku akan menikah."

Semenjak hari itu, Brian menjadi sering pergi ke café hanya untuk menemui Areta yang sedang bekerja. Dan tentunya mencari celah untuk bisa mengobrol dengannya. Hingga sampailah ia pada kesempatan tersebut. Brian melihat Areta tengah mengantarkan minuman ke meja dekat dirinya. Brian memanggil Areta dengan mengangkat tangannya diatas meja yang dapat dlihat oleh Areta.

DAMN BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang