Part 17

13 8 0
                                    

Jajaran makanan yang tersaji mulai dari karbo hingga serat memanjakan mata Lea dan Areta. Keduanya berpencar mencari makanan yang menggugah selera mereka. Sedangkan Danish dan Brian memilih untuk mencari tempat duduk dan memesan kopi sebagai pembuka sarapan pagi mereka. Tak lama kemudian, Lea dan Areta menyusul dan duduk bersama mereka.

Lea terperanjat dengan tendangan kecil Areta yang berada di depannya. Dengan segera Lea menatap sahabatnya itu bersiap untuk memarahinya. Namun, pandangan Lea justru tertuju pada tatapan Areta yang terkejut karena melihat sesuatu. Lea yang penasaran kemudian mengikuti arah pandang Areta dan menemukan sesuatu yang telah lama Lea hindari.

"F*ck!" Lea meringis dan mulai menundukkan pandangannya. Ia mencoba menghalangi wajahnya dengan rambut.

Brian yang tersadar dengan gelagat aneh Lea kemudian bertanya, "Are you okey, Lea?" Lea mendongak dan mengangguk pada Brian. Setelahnya, tatapan Lea menatap Areta dengan sangat intens. Wajahnya yang memelas seakan meminta pertolongan pada Areta. Memori kelam saat dirinya menangis sampai membuatnya sakit demam tinggi kembali terputar dalam ingatannya.

"Ta.." Lirihnya.

"Lo gaboleh nunjukkin sisi lemah lo! Buktiin sama dia, you better than before!" Areta menangkupkan kedua tangannya pada wajah Lea.

"Tapi-"

"Gada tapi-tapian! Dia gak bakalan pantes bersanding sama lo lagi. Jadi stop being insecure, Alea!"

Lea mulai menutup matanya. Sambil terpejam Lea merangkaikan kembali rentetan memori yang telah lama ia simpan. Memori yang membuatnya berada di titik yang melelahkan. Sedetik kemudian entah darimana datangnya, kepercayaan dirinya kembali muncul saat dia mulai membuka kembali matanya. Tatapannya kini berubah menjadi sangat tajam dan membuat raut wajahnya berbeda seperti sedang menyepelekan sesuatu.

"Ta, do you want to see something?"

Areta menyunggingkan sebuah senyuman penuh arti pada Lea. Ia tahu apa yang akan dilakukan sahabatnya itu. "Go ahead!"

Lea beranjak dari mejanya dan mulai menghampiri seorang waiter disana. Dengan langkah percaya diri, Lea sengaja menabrakan dirinya pada waiter tersebut.

"Ehh.. sorry Mas."

"Ehh.. gapapa Mbak." Waiter tersebut memusatkan perhatiannya pada tamu yang tak sengaja bertabrakan dengannya. Pandangannya terkunci pada mata cokelat yang membuatnya teringat pada seseorang di masa lalu. Sorot matanya menajam karena ia mengetahui siapa orang didepannya kini. Keduanya saling mengunci pandangan untuk beberapa saat.

Keterkejutan yang terlihat dari raut wajah orang didepannya, membuat kepercayaan diri Lea semakin tinggi. Dengan santainya ia menyapa waiter tersebut. "Hai!"

"Lea?!"

"Hai! Are you okey? Mata lo gak ngedip loh dari tadi."

Lea merasa menang disituasi ini. Penolakan yang ia terima di masa lalunya itu menjadi sebuah dendam yang membuat Lea berubah 180 derajat dalam penampilannya. "Makasih loh! Berkat lo, gue bisa kayak gini." Ucap Lea dengan senyuman diakhir kalimatnya.

Setelah puas menjatuhkan harga diri lawan bicaranya, Lea berniat meninggalkannya dan kembali ke mejanya. Aktivitasnya terhenti ketika sebuah tangan menggenggam lengannya. Dengan refleks Lea berbalik dan mendapati waiter tersebut menahannya dan menatap penuh pengharapan. "Mari kita bicara, Lea." Pinta waiter tersebut pada Lea. Lea memandangi tangan dan raut wajah waiter tersebut secara bergantian. "Lepas." Dingin Lea.

Sepasang mata yang tajam ternyata memperhatikan setiap gerak-gerik Lea dan waiter yang berada tak jauh dari pandangannya. Tatapan penuh selidik dan sedikit membuatnya jealous semakin tersirat dalam gambaran raut wajahnya yang tampan tersebut. "Apa yang mereka lakukan?"

DAMN BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang