Malam dengan hembusan angin kencang menyapu wajah Lea yang berdiri di balkon apartemennya. Kejadian beberapa waktu itu sangat melelahkan untuk hatinya. Belum sembuh luka dipunggungnya, kini ia juga merasakan sakit di hatinya.
Sudah cukup puas ia menangis. Berulang kali Danish menghubungi dan mengunjungi apartemennya. Lea tetap diam dan tak bergeming ketika dibalik pintu itu terdengar suara yang sangat ia rindukan memanggilnya.
Tepat hari ketujuh Lea absen dari kantor, Areta mengunjungi apartemen Lea. Betapa kagetnya ia melihat Lea yang kusut dan sembab oleh air mata. Lea lemah, air matanya tumpah kembali saat Areta berada tepat didepan matanya.
"Alea! Lo kenapa? Kemana aja seminggu ini, hah?!! Kenapa susah sekali dihubungin?!"
"Ta..."
Lea memeluk erat Areta dan menangis sejadi-jadinya. Keterkejutan Areta tidak hanya sampai di sana. Lea berbicara ditengah isakannya. "Ta.... Pak Danish.."
"Danish kenapa?!"
"Dia.. Dia.."
"Alea, take a breath. Tenang."
Lea menenangkan dan mengontrol emosinya. Jujur saja ia tak sanggup jika harus mengingat nya kembali.
"Pak Danish, dia sudah bertunangan."
Di sisi lain, Danish menjadi sulit mengontrol dirinya. Seminggu ini, hidupnya berada diambang tepian. Usahanya untuk bertemu dengan Lea tak ada hasilnya. Kilatan-kilatan memori masa lalu dari banyaknya kejadian di hidupnya terputar membut sang empu merasakan frustasi yang luar biasa.
Deringan ponsel milik Danish mengalihkan pikirannya. Panggilan dari Brian. Setelah berbicara sepatah kata, Danish bersiap untuk datang ke rumah Brian. Danish berusaha menyembunyikan semua masalahnya didepan Brian. Baginya, Brian tidak seharusnya masuk dalam masalahnya. Ia sudah memiliki kehidupannya sendiri, dan Danish tidak ingin merepotkan sahabatnya itu.
Disinilah mereka, disebuah kursi taman belakang rumah Brian. Tak ada obrolan sejak Danish datang. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Danish kemudian mendengar kata yang terucap dari Brian setelah lama terdiam.
"Dan, gua udah tahu semuanya."
Danish menatap sahabatnya. Ia tidak terkejut. Danish tersenyum miris mengetahui rahasianya terbongkar dengan cara yang tidak ia inginkan. "Really?"
"Anything else, Danish? I know, ada sesuatu yang masih lo sembunyiin dari gua."
Danish masih terdiam. Tatapannya kosong. Danish pikir Brian akan langsung menyerang dan menghakiminya.
"Come on, dude! Berapa lama kita sahabatan, dan lo masih gak percaya sama gua?"
Brian balik menatap mata amber itu. Terlihat tatapan haru dibalik mata itu. Danish terkekeh. Begitu naif dan bersikap seolah semuanya bisa ia tangani sendiri. Nyatanya, ia masih memiliki sahabat yang sangat peduli padanya. Baiklah, mungkin ini saatnya ia menerima pertolongan orang lain.
"Thanks, Brian."
Tampak seseorang terdengar menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Ia kemudian menghampiri dua lelaki yang tengah berbincang di taman belakang. Tanpa basa-basi, Areta menghampiri Danish dan menampar pria itu keras tepat di pipinya. Nafasnya memburu, tampak sorot amarah dimata wanita itu. Sontak hal tersebut membuat Brian segera menghampiri Areta dan berusaha menenangkannya.
"GUA UDAH BILANG, JANGAN SAKITIN ALEA!"
Sang empu terdiam sedangkan Areta masih siap melontarkan kekesalannya kembali.
"Beberapa waktu lalu gua mencoba percaya sama lo, Danish. Pantes, perasaan gua gak enak sama lo. Ternyata-" Areta tak mampu untuk berkata-kata lagi.
Semuanya terdiam. Namun tiba-tiba amarah Areta kembali meledak yang membuat Brian langsung merangkul Areta yang akan menghantam Danish kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAMN BOSS
Short StoryKehidupan Aleasya yang terkesan biasa saja berubah setelah ia bertemu dan menjadi sekretaris pribadi seorang Danish Javier Regano yang cukup terkenal di kantornya. Sedangkan Danish berhasil menipu dunia dengan menyembunyikan sisi gelapnya sampai ket...