05 | Uncertainty's Grip

22 2 0
                                    

CECILIA terbangun di pagi hari karena suara deringan ponsel yang menggema di meja samping tempat tidur. Ia mengusap mata saat cahaya matahari menyinari sebagian wajahnya dari sela-sela kain gorden, kemudian meraih ponsel dan melihat nama orang tuanya muncul di layar.

"Selamat pagi, sayang." Itu adalah suara Ibunya. Suara Tamara terdengar ceria di seberang telepon. "Siang ini, Ibu dan Ayah akan pulang dari kota Chatham," lanjutnya.

"Ada apa? Kalian sudah tidak tertarik dengan pemandangan laut yang indah?" canda Cecilia.

Wanita itu sedang membereskan tempat tidur, dengan satu tangannya menahan ponsel agar tetap menempel di telinga.

"Kenapa kamu bilang begitu? Kamu tidak senang ya kalau orang tuamu pulang ke rumah." Tamara terdengar kesal, dan hal itu membuat Cecilia berhenti merapikan.

"Bukan begitu, Ibu."

Cecilia hanya tak menyangka jika liburan kedua orang tuanya cuma satu hari. Biasanya paling cepat tiga sampai lima hari.

Selain itu, sejujurnya Cecilia sedikit berbohong. Ia senang jika hanya sendirian di rumah. Rasanya sangat bebas, tidak ada yang mengganggu, tidak ada yang menyuruh, dan tidak ada yang perlu dibicarakan. Dia bisa mengekspresikan dirinya secara leluasa tanpa harus pusing dengan pendapat orang tuanya.

Pemikiran tersebut seketika membuatnya meringis karena merasa bersalah.

Terdengar helaan napas dari Tamara. "Aku tahu kau bohong, aku sangat mengenal anakku, tetapi percayalah, Cecil, aku melakukan semua ini demi kebaikan putriku. Jadi jangan menyia-nyiakan usaha kami, oke."

Cecilia tidak paham. Apa maksud perkataan Ibunya? Terdengar sangat ambigu. "Aku tidak mengerti, Ibu ...."

"Siang ini juga setelah kami sampai di rumah, kita akan pergi fitting baju. Kau harus ikut pergi karena Damien sudah memilih model gaun pernikahanmu dan akan dijahit, mereka memintamu untuk mengukur langsung di sana agar lebih mudah," balas Tamara tanpa jeda karena terlalu bersemangat.

Cecilia mengernyitkan dahi, bingung. "Fitting baju? Tapi masih ada dua minggu lagi sebelum pernikahan," protesnya, mencoba memahami apa yang sedang terjadi.

"Sayang, Damien telah memajukan tanggal pernikahan menjadi tiga hari lagi. Damien juga bilang, pekerjaanmu untuk sementara digantikan oleh yang lain sampai acara pernikahan kalian selesai," jawab Tamara dengan nada yang mencoba menenangkan. "Dia harus pergi ke luar negeri untuk proyeknya dan akan berada di sana selama kurang lebih lima bulan. Jadi, kita tidak punya waktu lagi."

Cecilia merasa seolah-olah dunianya runtuh mendengar berita tersebut. Dia masih belum siap untuk menikah, apalagi dengan pria seperti Damien. Namun, tak ada yang bisa dia lakukan selain menyetujui perkataan ibunya.

***

Siang harinya, Cecilia dan orang tuanya pergi untuk fitting baju, di toko baju pengantin yang mewah, Bridal Rack. Selama di sana, Cecilia merasa seolah-olah dia berada dalam mimpi buruk.

Dia berdiri di depan cermin besar, menatap pantulan dirinya sendiri dalam gaun pengantin yang belum selesai bagian bawahnya. Walau belum selesai, gaunnya sudah terlihat sangat indah dan terasa berat.

Dua wanita lain di samping kiri kanannya sibuk merapikan, mengukur, dan kegiatan lain yang diperlukan dalam rancangan gaun pernikahan yang melekat di tubuhnya ini.

Cecilia merasa putus asa. Dia merasa terjebak, tidak bisa kemana-mana. Damien benar-benar bertindak di luar dugaannya.

Pria itu sangat licik.

HAVOC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang