PART 3 - LEBAR - AN

561 116 19
                                    

Mini story Lebar-an cuma ada 4 part ya. Jadi sisa 1 lagi buat bahas soal Lebar-an.
Abis itu yg dibahas hal lain lagi.

Jadi setelah bab 4 selesai, jangan pada protes, kok berubah gini yg dibahas. Kan emang mini story, njirrr...

Lapak ini akan bahas segala hal dalam rumah tangga ghena dan abel, yg dibuat dalam mini story. Maksimal 5 bab persatu hal pembahasan.

Jadi kalian enggak akan bosen masalah yg dibahas bakalan beda2


---------------------------------------------------------------------------------------------------


Baju baru, sudah. Hampers, sudah. THR untuk orangtua sudah dikirimkan via transfer. Untuk keponakan terdekat, aku masukkan 3 lembar uang 50 ribuan ke dalam amplop tersebut. Lalu untuk uang baru, kebetulan aku masih dalam kesempatan menukarkan uang 5ribuan. Karena hanya nominal itu yang bisa kutukarkan, aku memutuskan ambil 2 gepok uang 5 ribuan, atau sekitar 1 juta rupiah yang tujuannya untuk aku bagikan pada saudara-saudara lainnya.

Tidak sampai disitu saja persiapanku, aku juga membeli beberapa kue untuk dibawa ke rumah keluarga. Tidak banyak memang, tapi setidaknya ketika aku datang ke rumah keluarga, tidak tangan kosong yang mereka lihat.

Lalu kini, setelah semuanya aku persiapkan, bisa-bisanya dimalam takbiran ini aku jatuh sakit. Ya, mungkin karena terlalu capek mengurus semuanya membuat tubuhku rentan terkena penyakit. Aku flu, ditambah batuk serta menggigil karena merasa demam. Benar-benar diluar prediksi sedikitpun.

Sekitar jam 10 malam, Abel sudah menawarkanku untuk pergi ke dokter malam ini juga, namun tetap aku tahan. Setelah meminum obat batuk dan flu, serta paracetamol, kupikir sakitku akan segera mereda. Hanya tinggal dibawa tidur saja, semua akan menjadi lebih baik. Namun nyatanya tidak.

Pada pukul setengah 4 pagi, batukku tidak kunjung henti. Sampai-sampai Abel yang biasanya sangat sulit untuk dibangunkan, entah mengapa langsung siap sedia. Dia dengan cepat mengambilkanku minum air hangat untuk meredakan batukku.

"Makanya dari semalam, kalau aku ajak ke dokter tuh nurut. Kamu mah banyak banget yang dipikirin, cuma buat ke dokter doang. Padahal dari kantorku, atau kantor kamu, untuk berobat pribadi dicover asuransi, kan? Terus apalagi yang dipikirkan. Heran banget aku. Kamu tuh kalau diajak berobat paling susah. Nanti kalau udah benar-benar enggak bisa ditahan lagi, baru deh minta dianterin ke dokter. Emang keterlaluan kamu mah! Pelit banget sama diri sendiri."

Dinasihati dengan kata-kata menusuk ke hati, aku hanya terdiam, sambil batuk, menatap wajah Abel dengan kesal. Bisa-bisanya dia bawel, seperti ibu-ibu, disaat istrinya tengah kesakitan.

Ya, aku tahu. Kali ini aku yang salah. Harusnya dari semalam aku menurut saja ketika dia mau mengantarkanku ke dokter. Namun sebagai seorang ibu yang terlalu kebal dengan keadaan, dan juga sebagai seorang manusia yang merasakan penyakit dalam tubuhnya sendiri, kupikir dengan minum obat kampung semua bisa mereda. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian.

Dan aku merasa salah karena telah menolaknya semalam. Akan tetapi haruskah dia mengomel seperti ini kepadaku.

"Habis solat Ied kita ke dokter langsung deh. Kayaknya rumah sakit masih buka, kan? Ada dokter jaganya. Kita berobat sama dokter IGD aja dulu. Biar kamu berhenti batuknya. Nanti kalau masih batuk juga, baru kita berobat ke spesialis."

Tidak ingin berdebat, aku hanya mengangguk saja. Menyetujui apa yang Abel perintahkan. Karena saat ini rasanya tenggorokanku benar-benar gatal. Belum lagi flu yang terasa menyumbat hidung, membuat diriku semakin tersiksa.

"Kamu mau sholat Ied enggak?" tanya Abel yang sudah tahu kalau tadi malam sebenarnya aku sudah mandi wajib setelah melewati masa menstruasiku. Tetapi saat ia melihat kondisiku yang sangat menyedihkan, dia bertanya kembali apakah aku akan sholat Ied atau tidak.

Rumah Tangga Abel & GhenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang