Dean menerima beberapa klien selama makan siang. Berbicara tentang bisnis dan kerja sama, hingga tanpa sadar perutnya berkriuk lapar. Setelah klien kedua pergi, ia meminta sekretaris memesan makanan untuknya. Baru satu suap muncul tamu yang lain, dan kali ini yang datang tidak dapat ditolaknya.
Elena muncul dalam balutan setelan gaya warna merah muda lembut. Perempuan cantik itu menyisir rambut berponinya dengan rapi. Terlihat begitu rupawan layaknya artis. Orang awam akan menduga kalau Elena adalah model alih-alih seorang pebisnis. Perempuan itu mengetuk pintu dan tersenyum pada Dean yang sedang makan.
"Sandri mengatakan kamu sedang makan. Takut kalau aku akan menganggumu. Sayang, sekretarismu itu lucu sekali."
Gaya bicara Elena menunjukkan kalau dirinya kesal karena dihalangi bertemu Dean. Bibir merahnya mencebik, meletakkan tas kulit buaya warna hitam ke atas meja, Elena menghenyakkan diri di kursi Dean.
"Kenapa makan sendiri? Harusnya kamu mengajakku makan bersama."
Dean menyumpit sushinya dan mengunyah perlahan. "Aku lagi pingin makan sushi dan kamu'kan nggak suka."
"Memang, kalori sushi sangat tinggi. Bisa bikin gemuk."
"Ya sudah, nggak bisa makan siang bersama kalau begitu!"
Elena merasa kesal karena Dean menolaknya dengan tegas. Padahal ia datang jauh-jauh di tengah kesibukan kerja hanya untuk bertemu Dean tapi ternyata penyambutannya tidak mengenakkan. Setelah sika sekretaris yang mengesalkan ditambah dengan Dean yang membuatnya makin jengkel.
"Kamu nggak perlu seketus itu, Dean," sergahnya kesal.
Dean menatap kekasihnya lalu mengangguk, mencoba memperbaiki sikapnya. "Maaf, aku sedang banyak pikiran hari ini."
Menghela napas panjang, kemarahan Elena mereda. Ia tersenyum kecil, memandang kotak sushi yang sudah kosong. Lega mengetahui kalau kekasihnya makan dengan lahap meski waktunya terlambat.
"Kita udah lama nggak ketemu. Telepon pun jarang."
"Waktu kita yang sulit untuk dikondisikan."
"Memang, apalagi sekarang anakmu sering bermasalah."
Dean mengangguk, menyetujui perkataan kekasihnya. Memang akhir-akhir ini Dustin sangat sulit untuk ditangani. Sering kali ia kehilangan sabar saat harus berhadapan dengan anaknya itu dan cekcok mereka sering kali menghabiskan waktunya.
"Namanya juga remaja. Memberontak dan suka membantah itu sudah biasa. Kita dulu saat remaja juga sama."
Pembelaan Dean pada Dustin membuat Elena tidak puas. Ia ingin mengatakan pada kekasihnya kalau dulu saat dirinya remaja sangat serius dalam belajar dan patuh pada peraturan orang tuanya. Kepatuhan itu yang membuatnya bisa seperti sekarang. Sukses dalam bisnis di usia muda dan disegani banyak orang. Harusnya Dustin bisa seperti itu, mengingat orang tuanya adalah pemilik perusahaan besar. Sayangnya anak laki-laki itu tidak bisa diharapkan.
Hubungan Elena dengan Dustin pun tidak bisa dibilang akrab. Meskipun tahu kalau Elena adalah calon istri sang ayah, tidak lantas membuatnya segan. Setiap kali mereka bertemu, Dustin hanya mengangguk kecil tanpa sapaan lalu menghilang dengan cepat. Tidak memberi kesempatan pada Elena untuk bersikap baik dan akrab. Sungguh, menghadapi anak remaja sangat melelahkan bagi Elena.
"Sayang, kapan kamu ke rumah? Orang tuaku ingin mengajakmu makan malam."
Dean mengernyit, memikirkan jadwalnya yang penuh. Undangan penuh harap dari Elena membuatnya kebingungan. Ia sudah menolak beberapa kali ajakan kekasihnya. Tidak bijak kalau menolak lagi.
"Aku usahan Minggu depan. Bagaimana?"
"Memangnya Minggu ini kenapa?"
"Pihak marketing sedang mengerjakan iklan sereal yang baru. Kamu tahu bukan kalau sereal adalah produk anadalan kami. Kali ini aku ingin turun tangan langsung untuk memastikan kalau mereka mengerjakan dengan benar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiss My Body
RomanceKisah tentang Jeana yang berusaha mendapatkan kembali harga diri dan cinta, terbelit asmara pelik antara Dean, si duda kaya dan mantan tunangannya, Prima.