Pesta yang dikatakan berlangsung secara pribadi, ternyata sangat meriah dan mengundang banyak tamu. Dean berusaha menahan diri untuk tidak marah saat digandeng Elena untuk menyapa para tamu, seakan mereka adalah pasangan tuan rumah. Moodnya yang memburuk karena pertengkarannya dengan Justin, semakin jelek karena Elena. Ia dipaksa untuk tetap tersenyum, menyambut uluran tangan orang-orang dan diperkenalkan pada setiap tamu serta keluarga besar. Rasanya seperti badut yang sedang dipamerkan.
Pesta diadakan di ballroom hotel dengan dekorasi megah bertabuh kemewahan. Para pelayan berseragam dengan nampan, tamu-tamu yang datang dengan pakaian terbaik mereka, serta makanan dan minuman yang melimpah ruah. Jauh dari kata sederhana seperti yang dikatakan Elena pada dirinya. Orang tua Elena memang sangat kaya dan berpengaruh, tidak heran kalau banyak tamu yang datang dan itu adalah hal yang menyesakkan bagi Dean. Ia tidak suka berada di tengah keramaian.
"Kenapa kamu nggak bilang kalau tamunya begini banyak?" gumamnya lelah.
Elena tersenyum ramah, matanya berkilat tajam. "Kenapa kamu merajuk, Sayang? Ini pesta perayaan ulang tahun pernikahan orang tuaku. Sudah semestinya dilakukan dengan meriah bukan?"
"Aku nggak merajuk, hanya heran saja karena nggak sesuai dengan apa yang kamu katakan. Bukankah awalnya kamu bilang hanya makan malam?"
Dean menggerutu, membuat Elena sedikit kesal. Ia tahu kalau kekasihnya tidak suka berada di keramaian apalagi pesta, tapi merajuk di saat seperti ini sebenarnya bukan hal yang pantas untuk dilakukan. Menghela napas panjang, Elena melingkarkan lengannya di leher Dean.
"Memang awalnya hanya makan malam, tapi aku kasihan dengan orang tuaku. Selama ini sudah bekerja keras demi anak-anaknya. Ingin menyenangkan mereka meskipun hanya lewat sesuatu yang sederhana seperti pesta."
Percakapan mereka terhenti saat pembawa acara mengumumnkan waktunya untuk memotong kue. Elena melepaskan pelukan dan meraih lengan Dean menuju ke tengah pesta.
"Kepada pasangan kita yang berbahagia, kita persilakan memotong kue dan memberikan untuk anak serta menantu!"
Para tamu bertepuk tangan saat kue dipotong. Satu per satu saudara Elena menerima potongan kue dan saat tiba gilirannya, setengah memaksa menggandeng Dean menuju tempat orang tuanya.
"Potongan kue paling besar dan tebal ini, aku berikan untuk anak perempuanku satu-satunya yaitu, Elena."
Elena menerima piring kecil yang diulurkan papanya. "Terima kasih, Pa."
"Aku berharap bisa menimang cucu dari Elena tahun depan. Karena itu, aku berharap banyak dari Elena dan Dean, semoga ada pernikahan tahun ini."
Tepuk tangan terdengar bergemuruh, Elena memeluk kedua orang tuanya sedangkan Dean berdiri kaku dengan senyum terpaksa. Bukankah ini sama saja seperti mendesak di tempat umum? Pernikahan adalah hal pribadi dan orang-orang ini, terutama Elena seolah sedang mendesak serta memaksanya. Dean menghela napas panjang, merasa terkukung di tempat ini. Setelah pemotongan kue selesai, ia bergegas ke loby samping dengan dalih ingin merokok. Menikmati kesendirian di tengah keramaian yang memuakkan. Kesendiriannya tidak berlangsung lama karena papa Elena menghampirnya.
"Dean, kenapa sendirian?"
Dean mengembuskan rokoknya. "Elena nggak suka saya merokok, Pak."
Guandharma terkekeh, menepuk bahu Dean dengan gembira. "Memang begitulah para perempuan. Mereka akan mengomeli kita tentang apa pun. Menjengkelkan tapi semua yang dilakukannya untuk kebaikan kita."
"Benar sekali, Pak."
"Ngomong-ngomong, Elena sudah memberitahumu tentang investor dari Jepang yang berminat kerja sama untuk pabrik mi instan? Saat ini mi instan kita mulai dikenal dunia dan aku dengar kamu berencana membuka pabrik baru?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiss My Body
RomanceKisah tentang Jeana yang berusaha mendapatkan kembali harga diri dan cinta, terbelit asmara pelik antara Dean, si duda kaya dan mantan tunangannya, Prima.