⁰⁸

92 18 3
                                    

Pagi itu, Hyunjin terbangun dengan rasa pening yang benar-benar menyakiti kepalanya. Rasa mual karena mabuk berat semalam mulai bisa dirasakannya kala maniknya terbuka dan dengungan memenuhi kepalanya.

Ingatannya samar tapi Hyunjin tidak yakin benar-benar mendengar dialog panjang yang hilang sebagian dari ingatannya itu. Mungkin halusinasi saat mabuk.

Dirinya mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya kala Hyunjin mendudukkan dirinya. Melihat sebuah selimut membungkus tubuhnya diatas sofa dorm yang lumayan dikenalinya.

"Dorm Minho-hyung dan para maknae ya?"Gumam Hyunjin sembari menurunkan kakinya menapak lantai dingin itu tanpa penghalang membuat kesadarannya sedikit demi sedikit kembali.

Menyandarkan punggung di sandaran sofa, Hyunjin mulai berpikir apa yang membawanya hingga sampai kesini padahal dirinya bersama Jisung semalam. Dilihat dari tirai yang terbuka waktu sudah beranjak menuju siang hari dan Hyunjin baru bangun.

Bagus, masalah lainnya yang akan ia hadapi didepan Bangchan nantinya.

Cklek

Suara pintu utama dorm yang terbuka mengalihkan perhatian Hyunjin, menemukan Lee Minho yang masuk dengan sebuah kantung plastik entah berisi apa.

"Kau bangun?" Tanya Minho tanpa menatap pemuda Hwang itu. "Padahal aku berharap kau mati"

Minho memang sedingin itu apalagi jika menyangkut Hyunjin namun berbeda cerita jika diatas panggung atau didepan kamera. Minho membencinya dibelakang kamera terutama setelah ia kembali dari hiatusnya, sikap Minho benar-benar berubah jauh dari yang diingatnya.

Profesionalitasnya benar-benar hebat, walau Hyunjin tahu sikap manisnya hanyalah sarkasme yang ditujukan khusus untuknya melalui kepalsuan yang manis. Maka dari itu Hyunjin selalu segan dengan pemuda yang lebih tua darinya tersebut.

"Bagaimana aku bisa ada disini?" Hyunjin mengalihkan pembicaraan, enggan untuk membalas perkataan Minho yang selalu menyakitinya tersebut.

"Jisung menelpon ku untuk menjemput kalian" Gumam Minho memasuki pantry dapur dan kembali membawa sumpit baru. Hyunjin memperhatikannya.

"Kau benar-benar orang sialan yang tidak tahu di untung" Umpat Minho pelan yang masih dapat didengar jelas oleh Hyunjin. "Jika kau menggantungkan diri kepada Jisung atas dirimu maka itu mulai akan jadi masalahnya, memang kau pikir Jisung mampu menopang dirimu dan dirinya?"

Hyunjin terhenyak, entah kenapa kata-kata Minho seolah mengartikan hal lain. Hyunjin menangkapnya sebagai kata jika Jisung tidak kuat membawanya pulang namun hatinya menjerit kan hal yang berbeda.

Menopang dirinya? Apa yang dia celoteh kan secara tidak sadar semalam kepada Jisung? Apakah itu membuatnya terluka? Apakah dirinya menambahkan sesuatu yang menghancurkan Jisung?

Hyunjin gusar, rasa tidak nyaman dan bersalah hadir menghantuinya seketika, dia menatap Minho yang membuka wadah sup rumput laut dan menaruh jus yang bisa mengurangi efek mabuk di atas meja.

"Dimana Jisung?" Tanya Hyunjin menatap Minho kemudian.

Gerak tangan yang lebih dewasa nampak berhenti. Dirinya memandang Hyunjin dengan datar. "Kau tidak usah khawatir aku akan segera latihan dan meminta izin atas kalian kepada Chan"

"Tidak, bukan itu" Hyunjin menggeleng dengan cepat namun kemudian berhenti saat menyadari sesuatu. "Kalian? Jisung tidak latihan?"

"Bukan urusanmu, makan dan berhenti bertanya jika kau terus mengoceh aku akan menancapkan sumpit ini pada urat lehermu" Minho berdiri dari bersimpuh nya dirinya dilantai kala menyiapkan makanan Hyunjin.

Ada satu lagi didalam plastik pasti itu untuk Jisung kan? Berarti Jisung berada di tempat yang sama dengannya.

Minho berbalik pergi tanpa bicara lagi memasuki salah satu pintu yang Hyunjin yakini sebagai kamar dimana Jisung mengistirahatkan diri. Entah mengistirahatkan diri dari dunia atau darinya.

Hyunjin benar-benar kacau sekarang. Dirinya seratus persen merasa patah hati karena felix, dirinya juga harus dihadapkan dengan menjaga perasaan Jisung lalu ada juga tekanan dari Minho yang terus melukai batinnya, itu tidak termasuk pekerjaan juga yang harus membuatnya profesional.

Hyunjin sehancur dan kebingungan, apa salah jika dirinya ingin jujur? Jujur kepada Jisung jika keduanya mustahil bersama karena yang harus Jisung tahu adalah.

Hyunjin tak akan mungkin mencintainya.

°°°

Jisung terbangun dengan enggan kala itu tatkala usapan di puncak kepalanya terasa begitu mengganggu apalagi usapannya berpindah begitu saja menuju pipinya. Menghembuskan nafasnya berat dengan salah satu mata yang terbuka Han Jisung merasa sedikit kesulitan begitu mendapati jika matanya terasa membengkak.

"Makan dulu, aku juga membawakan es batu untuk mengompres matamu" Minho membantu Jisung untuk duduk diatas kasur dan memperbaiki bantal supaya punggung Jisung bisa bersandar kepada kepala ranjang dengan nyaman.

"Mataku jelek ya?" Tanya Jisung mengingat semalam dirinya menangis saat sampai di dorm Minho hingga membangunkan maknae, untungnya Felix menginap malam itu di tempat Changbin jadi Jisung tidak khawatir Felix mengetahui jika ia menangisi Hwang Hyunjin yang menangisi Lee Felix.

"Itu terlihat lucu, seperti kutu besar atau jangkrik" Jawab Minho menyibakkan poni Jisung.

"Kau mengumpankan nya dengan sangat menggelikan Hyung" Protes Jisung.

"Memang menggelikan Han-a" Balas Minho menyodorkan sesendok sup ke depan bibir Jisung setelah memastikan jika itu dingin.

"Setidaknya puji lah supaya aku tidak merasa jika diriku jelek saat ini" Jisung berujar setelah menerima sup dari Minho.

Minho memandang Jisung lalu tertawa kecil. "Aku akan memujimu cantik setiap hari Han-a jika kau ingin"

Jisung tertawa kecil menanggapinya. Memandang Minho dengan tatapan hangatnya karena disaat seperti ini Jisung masih memiliki Minho dan dapat mengandalkannya untuk jadi tempat ternyaman Jisung kala pemuda itu hancur.

Minho yang kokoh adalah tempat yang nyaman untuk Jisung mengeluh dan menangis sepuasnya dan Ji-Sung mensyukuri itu semua.

Kecuali fakta jika ia selalu mendapatkan tatapan kurang suka dari tertua pertama yang menaruh hati pada Minho. Entah drama apa yang mengikat grup mereka, Jisung sendiri tidak tahu.

"Kau melamun" Minho mengusap pipi Jisung yang dingin, membuat sang termuda tersentak karena terkejut.

Jisung menggeleng pelan sembari menyentuh tangan Minho dan tersenyum. "Hanya sedikit tidak fokus"

"Melamunkan si Hwang?"

Tepat, tapi tidak keseluruhannya. "Tidak juga, aku sedang merasakan asam lambungku naik"

Minho meraih tangannya dan mengusap punggung tangan Jisung dengan lembut. "Segeralah makan, aku akan kembali latihan apa tidak apa aku tinggalkan kau satu dorm dengannya?"

"Kau bisa mengusirnya kan?" Tanya Jisung yang membuat Minho tergelak, tidak terpikir sebenarnya untuk mengusir Hyunjin.

"Jika begitu aku pergi ya" Minho mendekat, mengecup puncak kepala Jisung dan menepuknya pelan sebelum melangkah keluar dari kamar meninggalkan Jisung yang menghembuskan nafasnya yang terasa berat.

Semuanya jadi terasa tidak begitu menguntungkan untuk ya, dia memiliki Minho tapi ada Bangchan yang di korbankan perasaanya, tapi Jisung jika bersama Hyunjin maka perasaannya yang dikorbankan.

Jisung harus apa?

LIMBOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang