XVII. Dilema

202 33 4
                                    

"REGULUS CABUL BLACK!"

♧----------♧

"Huft akhirnya bisa santai," lexa rebahan di karpet ruang rekreasi. Hogwarts sepertinya ada masalah, professor dumbledore memberi libur khusus hari ini.

"Ada apa ya kira-kira?" Tanya angela cemas, baru kali ini hogwarts mengadakan rapat professor besar-besaran, biasanya tak separah ini, pasti ada sesuatu.

"Ku dengar death eaters semakin merajalela," alicia membuka suara. Angela sudah mengetahui itu, ayahnya seorang auror yang maju di garda terdepan di sisi hogwarts.

"Ku harap semuanya tak apa," angela lagi-lagi cemas, tak terbayangkan situasi ayahnya yang berperang melawan banyak orang gila yang melempar kutukan.

"Apakah akan ada perang?" Gumam lexa agak ngelantur, kaki gadis itu dipukul oleh alicia. "Kau gila?" Tanya si chaser hufflepuff itu. "Tidak, aku realistis," benar, lexa yang paling realistis.

Diantara mereka bertiga, angela paling kalem, lexa paling realistis, sedangkan alicia paling nyinyir, lengkap sudah.

"Pelahap maut benar-benar gila, mereka tak segan membunuh seorang muggle yang tak bersalah," angela membuka suara, tentu ia mengetahui itu dari ayahnya.

"Tenang saja, alastor moody sudah menyiapkan banyak auror hebat, ku yakin mereka menangkap kumpulan orang sinting itu," lexa menggebu-gebu, nyatanya kedua orang tua lexa adalah seorang auror.

"Seluruh anggota mereka pureblood?" Tanya angela mengulik informasi tentang pelahap maut. "Ya, khusunya slytherin. Tak heran, desas desusnya tuan mereka itu turunan salazar," alicia berkata seadanya, ibunya seorang narator daily prophet, tentu ia mengetahui gosip sebelum koran itu disebar luaskan.

"Slytherin ya.." gumam angela, jelas sekali kekhawatiran di wajahnya, pikirannya tertuju pada regulus black.

"Dan..." alicia menarik nafasnya, kini koran itu sudah ia turunkan dan menatap angela agak tak enak.

"Maaf angel aku tak bermaksud- tapi, ku dengar keluarga black, malfoy, rosier, dan lestrange sudah terseret," katanya pelan tak ingin menyinggung orang didepannya.

"Aku tahu. Entahlah, aku harus apa ya?" Angela mendengar itu sekilas dari ayahnya.

Angela menghela nafas pelan, pikirannya berkecamuk. "Sudahlah angel tak perlu difikirkan, tugas kita disini hanya belajar mantra untuk menyerang agar saat mereka datang kita bisa melawan!" Lexa seperti biasa menyemangati dan diberi anggukan oleh alicia.

"Aku sangat sayang kalian."

Angela tak bisa menggambarkan dirinya tanpa kedua sahabatnya itu. Sahabat yang tampaknya sudah seperti saudara kandung.

♧----------♧

Terus terusan di ruang rekreasi membuat angela bosan, lexa tertidur di sofa, alicia latihan quidditch.

Kakinya melangkah ringan menuju lapangan quidditch, berniat melihat alicia berlatih.

Angela mendudukan dirinya di tribun, matanya tertuju ke alicia yang tengah membawa sebuah bola dan memasukannya ke dalam ring.

Alicia sangat lihai, ia menukik tajam sapunya, tak banyak orang yang bisa kelakukan itu. Si kapten amos diggory sempat bersorak senang melihat alicia membobol gawang. "Good job alice!"

Alicia melihat ke arah teribun, terlihat gadis memakai rok mocha tiga jari dibawah lutut dan kaos pendek berwarna putih tulang. Itu angela!

"Angel!" Serunya berteriak keras membuat angela melambaikan tangannya dan memberi semangat kepada tim hufflepuff, khususnya ke alicia.

Alicia terlihat merahkan sapunya ke angela dan berkata, "kenapa kau kesini, angel?" Tanyanya melihat hanya angela yang ada di tribun, seorang diri. "Aku bosan," cetus angela. "Kenapa tak ke perpustakaan?" angela memang sering kesana. "Perpustakaan lebih bosan, biarkan aku menikmati libur dadakan ini," kekehnya, alicia lalu menerbangkan dirinya lagi ke arah bola yang sedang dilempar oleh william macmillan.

♧----------♧

Regulus POV

"Itu burung hantu menuju kesini?" Gumam evan melihat ke arah burung hantu yang tampaknya menuju jendela asrama kami. Sebisa mungkin burung itu berusaha agar tak menyentuh air danau hitam yang hanya berjarak sejengkal dari jendela yang ia tuju.

Burung hantu itu terlihat agak keberatan dengan kotak lumayan besar yang hewan itu bawa, dan benar saja, burung hantu itu mengetuk jendela kamarku.

Evan mengambilnya dan memberi remahan biskuit basi yang entah dia dapat dari mana, dan mengibaskan tangannya menyuruh burung hantu itu pergi.

"Oh! Ini untukmu, reg," katanya membuatku mengerinyit bingung. Tak mungkin dari keluargaku, mereka tak pernah- bahkan tak akan pernah mengirimku sesuatu. Kotak itu berwarna coklat terang dengan pita berwarna silver mengikatnya.

"Apa itu?" Tanya evan yang sama penasarannya denganku.

Aku membukanya, menyembunyikan rasa senangku. Sejujurnya ini kali pertamaku dikirimi sesuatu, aku sangat tersentuh. Ternyata ini rasanya dikirim barang, pikirku.

Betapa terkejutnya aku melihat isinya ada sweater rajut berwarna hitam, setoples kue keju, beberapa jenis buah-buahan segar, dan banyak coklat, ada sepucuk surat juga disana dengan label 'B' berwarna kuning keemasan.

"Holy salazar!" Seru evan mengambil coklat dan kutepis tangannya. "Baca suratnya dulu, aku tak mau ada orang keracunan disini," lalu aku membuka surat itu dan membacanya.

Dear Regulus Black,

Ini aku, blaire bones, ibunda angela.

Ia bilang engkau temannya, dan anakku bilang kau sangat pintar sekaligus baik!

Maafkan aku mengagetkanmu mengirim ini tiba-tiba. Ini sudah menjadi tradisiku untuk mengirim anak-anakku makanan, nak.

Jika kau tak mau, kau boleh mengatakannya ke angel agar dia sampaikan padaku. Maaf jika engkau tak menyukainya, nak.

Selamat belajar di hogwarts, anakku.

Salam hangat, blaire bones.

Tak hanya aku, evan sama kagetnya. "Demi salazar!" Teriaknya tak percaya, aku masih menatap surat itu tak bergeming. Bahkan orang tuaku tak pernah menyebutku dengan sebutan 'anakku', mereka selalu bilang 'penerusku' dan tentu itu beda makna.

"Evan a-apakah aku mimpi?" Aku sangat terharu, jika saja tak ada evan, aku mungkin sudah mengeluarkan air mataku. "Aku rasa ini mimpi," evan sama denganku, tidak menyangka akan hal ini.

Regulus POV end.

Regulus mencoba sweater yang ibunda angela beri dan ternyata sangat pas! Evan rosier iri dengan itu. "kalau begitu aku ingin jadi teman si bones itu," katanya melihat regulus yang sedang melipat sweater itu.

"Jangan coba-coba," balasnya tajam membuat evan terkikik. "Kau benar-benar menyukainya."

"Bolehkah aku minta kue ini, reg? Terlihat sangat lezat," evan mengambil toples kaca yang berukuran agak besar itu. "Maximal dua, dan jangan beri tahu yang lain," dibalas gumaman malas dari evan.

"Evan, ternyata ini rasanya dikirim sesuatu," evan tersenyum kecut, mereka berdua bisa terbilang sama.

"Nikmati itu, reg. Kebaikan hufflepuff tidak bisa dipungkiri."

♧----------♧























Asik dah dapet lampu ijo

𝑩𝒂𝒄𝒌 𝒕𝒐 𝑩𝒍𝒂𝒄𝒌 I Regulus Arcturus BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang