18| Kenyataan

193 34 7
                                    

Regina?

Raut wajah Ella dipenuhi rasa ingin tahu. Siapa wanita yang barusan disebut? Dan, apa maksudnya bau darah?

Tetapi, Kaylo sama sekali tak ingin menjelaskan hal itu. Dia fokus melihat sekitar, mengamati udara, pepohonan sekaligus semak belukar. Wanita penyihir itu bisa saja menjadi kabut atau apapun.

Beberapa detik kemudian, raut wajah Ella berubah serius. Dia merasakan ada energi negatif alias sihir aneh yang di sekeliling mereka.

Dengan napas tertahan, dia bergumam, "apa barusan itu? Ada sihir ... siapa?"

Dalam sekejap, ada sekumpulan kabut hitam muncul tak jauh dari mereka, tepat di antara pepohonan— karena cahaya rembulan tak sampai ke situ, alhasil situaisnya cukup gelap.

Meski begitu, bisa terlihat kalau kabutnya perlahan menggumpal, lalu berubah wujud menjadi seorang wanita berambut panjang.

Itu adalah Regina.

"Alien Sialan, kenapa aku merasakan benda peninggalan keluargaku ada di tubuhmu?" Wanita itu memusatkan perhatian pada Kaylo. Dia dipenuhi kewaspadaan sekaligus rasa ingin tahu.

Kaylo tahu maksudnya. Dia tidak mengira langsung bertemu dengan Regina di hari pertama seperti ini.

"Kaylo?" Ella tahu wanita itu penyihir, tapi lebih heran lagi kenapa bertanya hal aneh ke Kaylo. "Kamu kenal dengannya? Ngomong apa dia barusan? Benda apa?"

Kaylo menyambar pergelangan tangan Ella. Dia tahu niat Regina datang adalah untuk memastikan Ella mati hari ini, tapi itu tidak akan terjadi.

Dia menyebunyikan wanita itu di balik punggungnya. Kemudian, dia melirik kembali ke arah Regina. "Aku tahu kenapa kamu di sini, tapi Ella tidak akan mati hari ini atau besok. Jadi, percuma saja usahamu mengingatkanku atau melakukan apapun, dia tidak akan mati sekarang."

Baik Regina maupun Ella terkejut.

Ella sampai menahan napas sembari melihat pria itu dari belakang. Apa maksud omongannya? Kenapa seolah tahu cara untuk meruntuhkan kutukannya?

"Kaylo ... kamu ..." Dia bergumam lirih, mencurigai tentang apa yang sudah dilakukan Kaylo.

Setelah terdiam selama satu menit lamanya, Regina tersadar arti omongan Kaylo. Dia tertawa terbahak-bahak, lalu melirik ke arah Ella yang bersembunyi di balik punggung pria alien itu.

"Jadi begitu rupanya— Estella O' Divina tetap mati tiga hari lagi, ya?" katanya sambil menyunggingkan senyuman tipis.

"Mati ..." ulang Ella. "Aku?" Dia menunduk, merasakan genggaman Kaylo di pergelangan tangannya yang makin erat. "Kaylo? Apa maksud omonganya? Siapa wanita itu?"

Kaylo enggan menjawab. Tetapi, dia merasa tidak perlu menyembunyikan apapun kalau memang Regina sudah datang.

Regina melirik Ella sambil menyeringai. "Oh iya, kamu tidak ingat kalau pernah meramalkan kematianmu sendiri ratusan tahun yang lalu sebepum kena kutukan. Iya 'kan?"

"Hah?"

"Hentikan!" Kaylo menyela cepat. Dia bicara kepada Regina, "kamu pasti sudah paham. Jadi, tolong jangan ganggu kami, besok aku akan membunuh orang itu, dan semua akan berakhir."

"Orang itu?" ulang Ella makin bingung. "Siapa?"

"Jujur ..." Regina mendekat selangkah demi selangkah. Dia masih menatap wajah Kaylo yang penuh kesungguhan. "... Aku masih tidak mengira aku akan memberikan benda berbahaya itu padamu. Tapi, apa kamu tahu resiko menggunakan benda itu?"

"Aku tahu."

"Iya juga sih, bukti kalau benda itu berhasil mengirimmu ke sini artinya memang kamu sungguh-sungguh berhasil menukar hidupmu dengan ini."

"Kalian ini bicara apa?" Ella tidak mengerti sama sekali. Dia menatap ke Kaylo kembali. "Tolong jelaskan padaku, ada apa? Kamu kenal penyihir ini? Dia ini siapa? Kaylo— jawab pertanyaanku! Kenapa kalian mengobrol seperti tahu segalanya?"

Regina yang menjawab, "wajar kamu tidak mengenaliku, kita hanya bertemu sekali dan sudah ratusan tahun. Lagian ingatanmu bertemu denganku mungkin terhapus bersamaan kamu menerima kutukanmu."

"Siapa kamu ini! Dan, apa yang kamu lakukan pada Kaylo?!"

"Namaku Regina O' Venefica, orang yang pernah kamu ramal ratusan tahun yang lalu."

"Venefica?" Ella tahu itu adalah nama julukan untuk penyihir yang bisa menguasai segala jenis sihir. Dia tidak pernah ingat pernah bertemu dengan penyihir jenis ini di masa lalu. "Aku ... aku kenal kamu dulu?"

"Iya, kamu yang meramal kematianku juga. Seperti yang dikatakan alien ini, aku memang akan datang ke sini, tapi harusnya niatku tidak sekarang— aku datang sekarang karena merasakan ada sesuatu yang berbahaya di hutan ini sejak pagi, dan—" Regina melihat tubuh Kaylo kembali. Dia tersenyum. "Ternyata dugaanku benar, pantas saja benda pusaka keluargaku hilang tiba-tiba sejak pagi, itu karena ada yang melakukan perjalanan waktu."

"Hah?" Ella mengerutkan dahi. Dia hampir tidak percaya. Pandangannya mengarah ke Kaylo yang lebih banyak diam. "Siapa sebenarnya kamu ini, Kaylo?"

Kaylo masih enggan menjawab Ella. Dia masih fokus pada Regina, belum terlalu percaya padanya di masa ini. "Aku bilang cepat pergi saja, percuma kamu tidak bisa mengubah takdir Ella. Aku yang akan melakukannya."

"Tenang saja, aku juga sadar, kok. Justru kalau sudah begini, aku harus membantu kalian. Aku juga tidak mau mati." Regina bicara sembari berjalan mengintari mereka. Caranya berbicara, caranya melirik— begitu misterius. "Jika takdir mengatakan Ella mati, maka selanjutnya pasti aku. Kita harus mengubahnya."

Mendengar pembicaraan mereka berdua, Ella mulai menyadari beberapa hal. Perjalanan waktu, kemunculan Tuan Alien yang berkata dia adalah suaminya, kemudian sekarang ada penyihir keturunan Venefica yang misterius.

Semua ini masuk akal sekarang— omongan Kaylo tidak main-main. Dia berasal dari masa depan?

Entah mengapa, kedua matanya mendadak panas, berair, seolah-olah dia membendung kepedihan mendalam. Dia menyentuh dadanya sesaat.

"Perjalanan waktu ... ini seharusnya tidak mungkin ..." gumamnya lirih.

Regina menyindir, "apa dikutuk selama ratusan tahun membuatmu lupa jati diri kalau kamu itu penyihir?"

"Tapi, itu mitos dari Jaman perkumpulan penyihir Salem baru dibentuk. Siapapun tidak bisa melakukan perjalanan waktu."

"Kalau saja kutukan itu ada, harusnya perjalanan waktu itu nyata. Iya, tentu saja harus menggunakan alat sihir— sekali pakai."

"Perjalanan waktu itu melawan—"

"Hukum alam. Iya memang, orang yang melakukannya punya kesempatan mengubah takdir yang seharusnya tak bisa diubah."

Hati Ella semakin sesak. Dia tidak mau percaya ini semua, tapi sekarang semua sudah jelas dan masuk akal. "Tapi, tapi bayarannya ..."

Sebelum Regina menjawab, Kaylo memotong, "bagaimana kalau kita panggang hasil buruanku dulu, dan bicara tentang ini, Regina. Tidak usah basa-basi lagi, waktunya tidak banyak."

"Oke. Aku tahu."

Ella menatap Kaylo. Dia benci diabaikan terus, jadi menyentuh pipi pria alien itu, dipalingkan sehingga menatapnya. "Hei, lihat mataku. Kaylo ... Cepat katakan kalau semua ini bohong. Kamu ... kamu bukan dari masa depan 'kan? Ini tidak mungkin, ini menyalahi aturan dunia ... bayarannya besar untuk melakukan semua ini."

Sentuhan tangan Ella membuat Kaylo tersenyum kecil. Dia sudah cukup bahagia hanya dengan kembali ke waktu ini.

Perlahan, dia memegang telapak tangan Ella yang masih menyentuh pipinya. Dia mengecup punggung tangan Nona Penyihir itu, kemudian berkata, "ini semua karena aku mencintaimu, Ella."

Bukannya menjawab iya atau tidak, dia malah berkata demikian. Tetapi, Ella jelas tahu jawabannya. Mendadak, suasana hatinya begitu sedih.

Ternyata, ini penyebab dia merasakan aneh seperti perpaduan antara bahagia, rindu dan juga sedih sejak bertemu dengan si Tuan Alien?

***

NOTE

📌 Sorry ya, aku gak buka WP sejak sebelum puasa keknya. Sibuk menjalankan bisnis tahunan 😂

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nona Penyihir & Tuan AlienTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang