BAB 7

421 33 3
                                    

Di dalam kegelapan tak berujung Wonyoung berada di bawah alam sadar nya, dirinya waktu kecil sekitar usia tujuh tahun bermain dengan sang mama.  Berkutat di dapur, membuat sebuah kue untuk papanya yang bertambah usia. Berceloteh dengan mamanya bagaimana cara membuat kue itu, terus saling menjawil hidung dan pipi hingga wajah keduanya kotor dengan tepung.

Itu menyenangkan saat - saat kebersamaan nya dengan sang mama. Hingga dirinya tersedot ke tempat lain, bagian ini yang menyesakkan. Dimana dirinya menangis sambil menggenggam tangan mamanya yang di infus, mata yang terpejam berbaring di atas bangsal rumah sakit, detak-detik monitor yang menggema di ruangan itu membuat Wonyoung takut.

Satu jari dalam genggamannya tergerak, Wonyoung perlahan berhenti menangis dan menatap mamanya mengelus surai panjangnya dengan lembut dari satu tangan yang lain bergerak dengan lemah di atas kepala Wonyoung. Mamanya berkata,

"Wonie sayang, bagaimanapun keadaannya setelah ini tolong jangan pernah tinggalkan papamu, ya. Cuma kamu yang papa punya hingga nanti. Kalau ada yang nyakitin kamu buat kamu nangis, cerita saja ke mama dan papa. Tapi kalau nangis karena papa... Sini bilang ke mama, biar ma marahin papa ya"

Wonyoung tidak mengerti dari ucapan mamanya, yang ia tahu kalau ada yang membuatnya bersedih harus cerita ke mama dan papa. Dirinya hanya mengangguk sambil terus menggenggam erat jari-jari kurus mamanya.

___________________________________________________
_____

Perlahan kedua mata Wonyoung terbuka, silau cahaya matahari dalam jendela yang gordennya tersingkap sebagian memasuki kamarnya. Wonyoung menyipitkan matanya ketika bias cahaya itu mengenai retina nya.

Tangannya terulur memegang pipinya yang terasa basah, ulah dari air matanya yang entah kapan mengalir. Mungkin karena mimpi itu. Kemudian dirinya bangkit dari tempat tidur dan melangkah ke arah kamar mandi, memulai ritual pagi harinya.

Setelah selesai kemudian rapih mengenakan pakaian kasual. Hari ini dirinya akan ke rumah Rei, mereka sudah janji mau hangout bareng. Diraihnya benda pipih yang tergeletak di atas kasur dan menelpon Ricky. Dering  pertama tidak diangkat, dering kedua dan seterusnya pun sama hingga dering ke empat baru di jawab.

"Kenapa?"

"Lama banget dih angkatnya" Sahut Wonyoung yang terasa pegal memegang handphone nya lalu ia duduk di atas kasur.

"Abis mandi tadi"

"Lama banget deh. Gue mandi gak selama itu"

"Terus cepet yang lo maksud sampe sejam?" Dengusan Ricky terdengar di balik handphone nya.

"Ya kan gue luluran dulu kali" Ringis Wonyoung.

"Nah gue juga sabunan dulu. Gak percaya? Mau liat?" Nada suara Ricky terdengar jahil.

"Apaan sih. Jangan ngadi - ngadi ya lo!" Peringat Wonyoung, dan terdengar gemaan tawa Ricky yang menggelegar hingga Wonyoung harus menjauhkan handphone nya sejenak dari dekat telinga nya.

"By the way, tumben lo hari libur gini bangun pagi?" Tanya Wonyoung.

"Siang nanti ada latihan basket. Argh males banget gue, padahal kan niatnya pengen kencan sama crush gue" Gerutu Ricky.

"Lagak lo kayak punya pacar aja. Walaupun lo jomblo, tenang aja Rik... All by you self" Wonyoung terkekeh mengingat Ricky bernyanyi dengan suara melengking di bagian nada tinggi. All by my self~~

"Ck, jangan gitu jir"

"Hahaha. Oh iya, anterin gue yuk ke rumah Rei"

"Lo aja deh yang kesini. Minta anterin sama papa lo ke sini nya. Mama gue kangen sama kakaknya, katanya sombong amat pas pindah rumah gak mampir - mampir dulu"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Possessive Cold Boyfriend : JangkkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang