V. Menjadi Musuh atau Teman

1.9K 144 6
                                    

♡Selamat Membaca♡
.
.
.
.
.

Lena menangis haru dihadapanku setelah ia kembali ke tempat ini. Sejak semalam Zalfien tidak menampakkan batang hidungnya, entah kemana perginya. Tapi aku tak peduli.

"Yang Mulia. Terima kasih sudah memanggilku kembali."

Sudah kesekian kalinya Lena mengatakan hal itu, membuatku sebenarnya lumayan risih. Akukan sudah bilang padanya untuk tidak mengulangi kalimat itu.

Saat ini Lena yang masih terisak kembali mendandani rambutku. Karena gaun yang kupilih tertutup dari dada dan sepanjang lengan, Lena mengangkat rambutku untuk disanggulnya. Melihat hasil karyanya membuatku teringat akan pernikahan. Aku mati dalam keadaan lajang. Hiks, mengingat itu membuatku sedih.

Setelah berdandan, kembali aku memulai rutinitas pertama di pagi hari yaitu sarapan. Dan seperti yang sudah-sudah, Zalfien sudah ada disana termenung dengan mata tajam seolah piring dihadapannya adalah musuh yang harus ia basmi.

Kadang aku juga tak tega melihatnya terpisah dengan kekasihnya, tapi setelah aku menawarkan pertemanan yang ditolak mentah-mentah oleh Reyanka, aku mendeklarasikan diri untuk menjadi musuh mereka saja. Lagipula di istana ini hanya mereka dan pelayan di kediaman lamanya yang tak berpihak padaku.

"Selamat pagi, Yang Mulia," Sapaku setengah hati.

Zalfien lalu menatapku seperti menatap lalat yang terbang melaluinya. Ia tak peduli bahkan tak membalas sapaanku. Sosok mentari itu sudah menghilang, yang ada hanya kegelapan malam yang mencekam. Aku menyentuh dadaku, mengapa sedikit terasa nyeri?

"Kau darimana semalam?"

Padahal aku sudah mendeklarasikan diri untuk menjadi musuhnya, entah mengapa aku tak bisa menahan perasaan untuk terus menyapanya.

"Aku tak ingin bicara denganmu, jadi jangan bertanya lagi," Sahutnya.

"Kau barusan bicara denganku."

Ia kembali menatapku tajam.

"Kemarin itu, aku berusaha menawarkan pertemanan pada Reyanka. Dan kau tahu, Yang Mulia? Ia menolakku! Bahkan ia menuduhku sembarangan. Sungguh kejam dirinya." Aku menghela napas mengingat kejadian kemarin sengaja menambahkan bumbu-bumbu dramatis pada nada bicaraku agar ia percaya.

"Kau pikir aku percaya tawaranmu bersifat tulus?" Namun, seperti sebelumnya, Zalfien tak akan mungkin percaya meskipun aku sudah berakting semaksimal mungkin, meskipun aku dipihak yang benar.

"Mengapa kau terus saja berprasangka buruk?!"

"Karena kau pembohong?"

Aku berusaha menahan umpatan yang akan keluar dari bibirku kala melihat kedatangan Raja bernardi, Permaisuri dan Evander. Jika tak ada mereka yang datang menghalau, mungkin Zalfien sudah kusemprot dengan berbagai kata bijak.

"Sehabis sarapan, ada yang ingin kusampaikan," Sahut Permaisuri membuat lambungku terasa jatuh ke usus. Itu pasti perihal program kehamilan semalam.

"Aku juga akan menyampaikan sesuatu."

Aku mengerutkan alis mendengar sahutan Zalfien. Apa yang ingin disampaikannya? Apakah ia akan menuntutku atas kejadian kemarin?

Green Jewel [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang