Kembali ke masa lalu

256 38 10
                                    

Setelah Jendra membawa Ara padanya, Owen bergegas memeluk adiknya itu sekarang. Ke khawatiran yang dibuat adiknya sendiri itu sudah jelas membuatnya ingin memarahinya saja, tapi tentu saja diurungkan lagi niatnya karena masih ada orang lain disini, mana mungkin dia bisa memarahi Ara lebih leluasa disini.

Rumbut panjang berwarna coklat gelapnya menutupi kecantikan wajah Ara, kepalanya ditundukkan dalam-dalam, Jendra mengusap punggungnya pelan, "Ara emang abis nyerahin laporannya sama Farid, temen saya juga. Jadi, Ara aman dan sebaiknya kalian segera pulang karena sepertinya akan turun hujan," ujarnya sambil mendorong lembut Ara kehadapan Owen disana

Owen memeluk lagi Ara. Pasti adiknya ini sudah menangis karena ketakutan, seperti yang sudah-sudah, dia akan mengira Owen memarahinya
"Makasih... hm, siapa nama lo?"

"Rajendra, panggil gue Jendra" Merasa kali ini adalah perkenalan, Jendra mengulurkan tangan untuk saling berkenalan begitu tangan Owen ikut menerima tangannya, "gue Owen, kakaknya Ara"

Shit!
Jendra masih ingat ketika berfikiran lelaki ini pacar Ara. Sungguh memalukan kalau sampai orangnya tahu, dia terus mengutuknya

"Ohya, mobil lo kan masih di kantor, rusak juga kan? Biar gue anter" Owen menawari, dengan senang hati tentu saja Jendra menyetujuinya. Lagipula bi Ode tidak juga mengangkat telfonnya untuk menyuruh supir kemari. Menyusahkan, satu kata yang pantas mewakili kesialannya hari ini

"Kalian diem aja? Katanya temen? Malu ya?" Tak diduga kata-kata itu mendarat dari bibir Owen yang terlihat menyindir secara terang-terangan pada keduanya. Jendra masih diam tak bergeming. Lagipula, keheningan di mobil ini sudah cukup lama, dia kira Owen tidak akan memerhatikan lebih tapi nyatanya tidak begitu

Jendra sedikit bernafas lega setelah melihat pagar rumahnya didepan. Jadi tidak perlu larut dalam ke diaman seperti tadi bersama Ara, tidak untuk Owen karena dia terus mengajaknya bicara dan Jendra pun hanya sekedar menjawab saja. Setelah mobil terhenti, Jendra mengucapkan terimakasih dari kaca mobilnya yang kiri, wajah Ara dapat terlihat jelas sekarang, tak seceria biasanya bahkan wajahnya penuh air mata yang sudah mengering membuat beberapa rambutnya menempel dipipinya

"Ucapkan terima kasih, Ara" kata Owen secara terang-terangan menatap Ara. Ara tak balik menatapnya, tapi langsung menoleh kesamping supaya Jendra mendengar jelas ucapannya, "terimakasih"

Kata singkat yang jelas membuat Jendra tersenyum miris. Berbeda sekali dengan Ara yang pagi tadi menyebalkan, Ara yang juga selalu menguntitnya, membuat banyak masalah dihidupnya. Tapi hatinya lunak juga, setidaknya cukup kasihan melihat wajah anak itu

"Kamu darimana, dek? Dicari ayah sama bunda daritadi,"

Tumben banget nyariin, begitu fikirnya dan melangkahkan kakinya masuk kekamarnya dilantai atas dengan gontai tanpa menjawab Rasti lebih dulu
"Darimana aja kamu, Jen?"
"Eh, bunda. Abis bawa mobil ke bengkel. Mogok lagi," katanya dengan mengambil tangan bundanya untuk diciumnya. Berusaha tenang didepan bundanya kalau mau semuanya baik-baik saja, kayak gitu prinsipnya beberapa tahun terakhir selama menjabat sebagai pengacara. Ya kalau tidak, habislah dia dimasukan di Universitas ternama yang letaknya jauh di negri Cina.

Bahkan dia heran, kenapa juga orang tuanya begitu antusias ingin memasukannya disana. Tidak mungkin terhasut kata pepatah kan? Begini kalau tidak salah:
Tuntutlah ilmu sampai ke negri Cina

Kadang pepatah juga ada sisi negatifnya. Nah ini dia, salah satu contohnya, Jendra mengeluh lagi

"Bengong terus sih kamu, sana mandi lalu makan kebawah, ayah mau ketemu kamu tuh"
"Iyaa iya.. aku afal kata-kata itu bahkan di luar kepala, bun" Bundanya tersenyum, anak kebanggaannya yang satu ini benar-benar sangat penurut sejak dulu. Jarang sekali dia membantahnya. Anak itu sudah dewasa, fikirnya

Steal My BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang