Easy go

313 25 6
                                    

Siapa yang nggak risih kalo suasana udah jadi hening-heningan? Seperti kedua orang didalam mobil dengan kecepatan cepat membelah kesepian Ibu kota dimalam hari ini

Ara tetap menunduk, kalau pun pegal anak itu hanya dapat menatap lurus atau paling tidak sebisa mungkin menghindari tatapan mata Jendra yang terlihat mengancam sekalipun mata Jendra masih terfokuskan pada jalanan. Entah kenapa, Ara merasa ada suatu hal yang aneh dalam diri Jendra setelah kebebasannya atas penculikan atau mungkin nyaris pembunuhan dari Ferdi, calon kakak iparnya sendiri. Mantan.

Dilihatnya lagi kemeja yang melekat ditubuhnya namun kelonggaran yang juga masih bercampur darah dari tubuh Jendra sebelumnya. Tidak ada rasa geli atau apapun, hanya saja rasa takut plus kasihan pada pangerannya. Bodohnya lagi, tadi adalah pertama kalinya Ara memperlihatkan dadanya ke lelaki tanpa bra. Ya, dia akan mengutuk Ferdi, tidak untuk Jendra karena dia sendiri berusaha melindunginya, bukan karena apa-apa.

"Je, jangan kenceng-kenceng dong. Bahaya walaupun-"
"Udahlah diem aja. Yang penting kamu sampe rumah," katanya sedingin mungkin yang ia bisa.

"Je? Ara punya salah ya?"
"Je?" Merasa terganggu akhirnya Jendra menoleh kesamping menatapnya. Mata keduanya bertemu bagai waktu melambat sejenak. Begini ya kalo jatuh cinta..

"Kamu ikut saya ke apartment," katanya tiba-tiba sambil membuang pandangannya lurus kedepan. Matanya masih tampak intens sekalipun dilihat dari samping

"Ara mau pulang aja, Je. Emangnya mau ngapain ke apartment kamu?"
"Sesuatu yang harus saya selesaiin dan nggak akan bisa saya pastikan kalo kamu nggak ada. Udah ngerti? Duduk diam sampai kita sampai," jelasnya panjang lebar tak seperti biasanya. Kemajuan untuk cara Jendra bicara. Semoga saja menghapus image ke-sok-dinginannya itu dimata orang-orang

"Je, kenapa nggak kerumah orang tua kamu aja? Mereka sibuk nyariin kamu,"
"Kalo nggak bisa diam saya lempar kamu keluar, Ara" bentaknya kasar tanpa menatap Ara yang ketakutan disampingnya

Beberapa jam kemudian, mobil terhenti dan terparkir di tempat khusus yang hanya Jendra lah yang menempatinya. Sebenarnya, Ara juga sibuk berfikir, Jendra kan hanya pengacara. Sekeras apa ia bekerja sampai-sampai mampu membeli Apartment semewah ini. Ya,apartment yang sewaktu itu

mengingat semua kejadian yang lalu ditempat ini membuat Ara gerogi berat. Seperti biasa, giginya gemertak dan tangannya yang sibuk memeras ujung bawah bajunya sampai-sampai lecek sekarang.
Beberapa orang menatap heran dan penasaran pada keduanya. Tentu saja, kemeja yang Ara kenakan itu adalah kemeja milik Jendra yang penuh darah, belum lagi Jendra yang masih telanjang dada itu yang begitu aneh dimata orang yang bahkan tak tahu apa-apa tentang keduanya

"Masuk!" Bentaknya sambil mendorong Ara masuk kedalam
"Je, kamu mabuk lagi ya?"

"Je.. nggak usah dikunci dong, kalo-"
Belum selesai mulutnya bicara? Tapi bibirnya sudah penuh dengan bibir Jendra. Ciuman yang menuntut dan terasa lebih memaksa itu membuat Ara kesulitan bernafas dan beberapa kali tersedak ketika lidah Jendra masuk lebih dalam lagi. Air mata Ara sudah menetes lebih awal sejak saat pangerannya itu menyeretnya

Sesegukan yang terdengar lirih itu membuat Jendra tersadar dan berhenti sebentar tapi bukan berarti mslepaskan. Jendra kembali meraih tengkuknya dan memojokkan Ara ke dinding kamarnya

"Sweet lips," gumamnya disela-sela nafasnya yang tersenggal. Ara mendorong Jendra supaya menjauh dan berhasil

Tapi ketika tangannya hendak mengunci pintu kamar mandi didalam sana, Jendra justru beraksi diluar dugaan dengan masuk kedalam kamar mandi juga

"Je, kamu mau apa lagi? Aku bisa silat kamu ingat?" Jendra tak terpengaruh. Suara serak Ara membuat nafsunya justru semakin meningkat

"Kamu yakin bakal ngelukain pangeranmu ini hm?" Katanya yang makin mendekat, lalu tanpa Ara berlari dari sana, tubuhnya malah terangkat sampai terduduk ke bath tub didalam sana. Ara nggak percaya lagi Rajendra. Pria itu lama-lama mulai gila

Steal My BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang