Hello, Paris!

312 25 14
                                    

Benar-benar diluar kepercayaannya, pria yang selama ini menjelma sebagai Pangeran bagi Araminta Azalea, sahabatnya, yang dulu dingin dan penuh keangkuhan, sekarang berubah dalam sekejap. Lala menatap tidak percaya ketika Jendra menelfon beberapa orang suruhannya untuk mencari Ara di bandara

"Kak, Ara udah berangkat dari kemarin" lelaki itu hanya menoleh sebentar lalu fokus kembali pada ponselnya. Lala dan Ardi menatap tak percaya

"La, dia siapa sih? Dia kenapa? Mukanya serem ya" tegur kak Ardi setengah berbisik tapi tentu saja telinga Jendra yang amat tajam itu mendengarnya dan menoleh kearahnya. Ardi sudah ketakutan ditatap seperti itu

"Eh.. sorry-sorry,"

"Apa? Sorry apaan?"
Ardi menggaruk tengkuknya yang tak gatal, melainkan malu sama ucapannya sendiri

"Lo disini, berarti Ara berangkat sendirian?" Lala terkesiap. Buru-buru menggelengkan kepalanya, "eng-enggak. Dia pergi sama Rama,"

Benar saja yang Ara bilang waktu itu kalau ia cuman berani bilang dibelakang. Ya kalo udah face to face sama Jendra, mati udah! Skakmat. Apalagi kalo mata lelaki itu terus memancarkan aura iblisnya

"Lo telfon Ara sekarang. Atau Rama atau siapalah itu!" Dahinya mengeryit kebingungan, "oke, maksud gue, lo telfon Ara, tanya dia dimana dia sekarang? Bilang kalo lo mau ketemu sama dia. Disana"

Ardi yang hanya melihat dan tak tahu apa-apa itu cuman bisa menggerakan kepalanya ke kanan ke kiri. Sedikit yang dia mengerti, kalau saja keperluan pria yang didepannya ini adalah ingin bertemu Ara

Apa saingan gue bakal nambah lagi ya? Fikirnya dalam hati

"Tapi, boong dong?"
"Dosa lo yang kali ini gue tanggung. Cepet telfon. Gue nggak ada banyak waktu sekarang,"

Lala mengangguk mengerti dan mengambil ponselnya, ditekan nomor Ara yang tak juga diangkatnya

"Kemana sih itu anak, sampe ngga diangkat-angkat gini?" Jendra menggumam sebal. Tentu saja membuat Lala makin panik

Ayo dong, Ra. Angkat telfon gueee. Bisa mati ga wajar gue disini. lala membatin takut

Ah! Diangkat!

"Hallo? Ra?"
"Ra? Ara? Lo kenapa?" Jendra mengambil alih ponselnya, tanpa berkata apapun, karena dia hanya ingin mendengar suara wanitanya, dan berharap bertemu dengannya lagi, kalau bisa, dan harus bisa.

"La.. Ara kangen sama Jeje,"
"Oon banget ya Ara. Udah sok sok bisa menghindar, sok sok lupa, tapi semuanya nggak bisa Ara lupain gitu aja"

"Lala kok diem doang sih? La? Lala tidur ya?"

Ditatapnya Lala, menyuruhnya untuk bicara sesuatu pada Ara disana

"Ara katanya.. mau-lupain dia? Kok malah ngomong begitu sih?" Jendra melotot tajam sekarang. Aduh salah ngomong lagi deh gue

"La.. Ara boleh minta pendapat Lala?"
"Boleh dong. Apa emangnya?"

"Rama nembak Ara lagi. Ara harus terima atau nolak?"

Deg!

Hati Jendra yang semula khawatir sekarang jadi terasa sesak. Pertanyaan macam apa yang wanitanya itu berikan sampai sampai hatinya terjatuh begitu dalamnya?

"Ak-aku harus bilang apa kak?" Suara Lala tampak berbisik ke telinganya,
"Ka Jendra?"

Jendra mengelus dadanya karena terkejut, "eh? Terserah lo"

"La kamu denger Ara nggak sih? Ngilang terus.."
"Lala nggak bisa, Ra. Kan lo yang jalanin semuanya, jadi, lo yang tentuin sendiri ya... sorry"

Steal My BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang