Arti nama pangeran

1.3K 44 6
                                    

Satu.. dua.. tiga...

Ck!
Beberapa pasang mata kembali mengarahkan tatapan keheranan kearahnya. Tapi rupanya, yang ditatap hanya menatap lurus-lurus ke meja yang sedari tadi pagi menjadi saksi keributan yang tercipta karena orang yang mempunyai nama Mrs. Azalea di gelas plastik coffee berlabel Starbuck ini.

"Maaf mba, apa ada yang bisa saya bantu? Kelihatannya mba sedang..."

Sebentar pelayan wanita itu bergidik ketakutan melihat pelanggan satu ini terdiam dan beberapa detik berikutnya menoleh dengan tatapan mautnya. Rambutnya yang sudah cukup berantakan tak tentu arah justru semakin mendukung perasaan tidak enaknya kalau pelanggannya itu sedikit gila

"Maa..maaf ya mba, saya nggak akan ganggu lagi kok, lanjutkan lagi aktivitasnya mbak, saya permisi dulu"

"Bisa-bisanya kau bilang permisi setelah menghancurkan ingatanku!! Aaaaa kenapa semua orang ini dibiarkan hidup juga. Hah... Ya Tuhan!" Seraya mengutuk semua orang dihidupnya yang berhasil merusak ingatan paling melelahkan, menurutnya, Akhirnya dia tersadar jika beberapa -ah bahkan semua- yang ada di tempatnya masing-masing, menatap dirinya dengan wajah ketakutan. Ada juga yang mengeryitkan dahi dan menaikkan alisnya, mungkin kebingungan.

Tak cukup hanya itu, sekarang tangannya ditarik bersamaan dengan tubuhnya yang ikut terseret keluar.

"Apa-apaan! Laporanku didalam! Dasar orang gila!"

Awww!
Baru saja duduk, mobil yang membawanya malah sudah jalan duluan. Belum sempat untuk memeriksa pantatku, fikirnya dan buyar sudah semuanya ketika melihat siapa yang ada di sampingnya.

Dengan kacamata hitam, kemeja hitam yang pekat garis-garis juga setelan jas yang membalut pas ditubuh pria itu membuat Ara semakin terhipnotis akan pemandangan luar biasanya.

Emosinya cukup sudah meluap dalam detik terakhir ini. Dia tersenyum gamblang,

"Pangeran mau nyulik Ara kemana? Ke rumah ya?" Katanya asal dengan senyum mengembang yang belum dilihat saja sudah membuat Rajendra merinding ditempat.

"Kamu lagi hangover? "

Hangover? Ara tertawa mendengar perkataan pangerannya tadi.

"Ara hangover kalo nggak liat Jeje sehari Hehe"

Rajendra melepas kacamata hitam yang semula bertengger setia di ujung tulang hidung atasnya. Mengela nafas kasar dan menatap wanita disampingnya dengan intimidasi. Segila inikah wanita yang menyukainya? Beruntung perasaanku menolak, Ia bertanya lalu menjawab sendiri dalam hati

"Apa yang kau lakukan tadi?"
"Tadi itu.. Ara makan, minum, sama ngerjain laporan sastra Ara"

Jendra menggigit bibir bawahnya gemas, "Bukan itu, kenapa kamu teriak-teriak disana sampe semua orang ngeliat kamu kayak orang gila, tepatnya sih, memang kamu gila" kata terakhirnya ditekan lagi

"Ooh, itu tadi Ara lagi ngitung, lagi inget inget juga beberapa kata. Tapi semuanya ilang pas mba mba tadi itu dateng buat nanyain aku. Kamu tau, aku udah ulang itu sampai 5 kali. Aku nggak salah kan! Kalo kata Prof. Deri, jangan pernah ganggu orang yang lagi berfikir serius. Ya kayak aku tadi,"

Ujarnya yang panjang lebar itu disambut kedataran dari wajah Jendra. Wanita ini memang suka bercerita. Bahkan yang tidak penting serupa beberapa kalinat terakhirnya tadi

"Kamu bahkan bukan kayak orang yang lagi mikir sesuatu. Kamu lebih ketara jadi orang stress"

"Ara harus jadi stress dulu ya biar Pangeran baik" Ara sibuk mengaitkan tangannya ke lengan Jendra yang juga segera ditepisnya.

"Aku nggak pernah baik sama kamu. That's not gonna happen!"
"Galak banget. Pantesan kamu udah tua belum punya istri, Je"

Harus dimana anak ini ku letakkan. Jendra menggumam kesal.

"Umur Ara kan udah 24, Je" Tak sekalipun Jendra tanggapi setelahnya. Ia akan biarkan Ara terus mengoceh panjang lebar tanpa jawaban apapun darinya. Lain kali, dia harus membawa wanita ini ke Psikolog, atau RSJ sekalian.

"Turun" perintahnya tiba-tiba,
"Ini rumah kamu? Gede banget, Je. Oh iya lupa, mana ada Pangeran yang rumah nya kecil"

Jendra menarik lagi tangan itu sampai berhasil masuk kedalam rumah besar yang berhasil membuat bibirnya terbuka sampai air liur yang hampir menetes kalau dia tidak sadar ada Pangeran yang menariknya. Kan malu. Harus Jaim. Jaga image sedikit dehh..

"Loh, Jen? Kamu kok narik-narik cewek gini?"

"Hallo, Tante!" Sapa Ara pada wanita yang masih menatap keduanya bingung, sementara Jendra terasa lelah berekspresi sekarang. Ara terus membuatnya naik darah!

"Urus anak ini. Aku pusing, bisa gila macam dia lama-lama"
"Loh, Je? Kamu mau kemana?" Wanita berwajah putih dengan mata coklat itu menahan Jendra agar tidak pergi dulu

"Banyak yang belum aku selesaikan gara-gara cewek ini. Kamu urus dia, buat otaknya sedikit lurus. Aku pergi,"

Langkah Jendra yang semakin lama semakin menjauh dan akhirnya keluar dari balik pintu keluar rumahnya, membuatnya berbalik menatap Ara. Ara masih tersenyum sopan padanya. Sangat sangat sopan.

"Kita harus banyak mengobrol di dalam kamarku.. hemm, siapa namamu?"

"Araminta Azalea, panggil aku Ara aja tan"
"Aku Rasti, kakaknya Jendra. Jangan panggil aku tante lagi. Okey?"
Ara berhenti tersenyum dan menundukan kepalanya untuk mengucap maaf berkali-kali sampai Rasti menahannya. Menyuruhnya berhenti minta maaf

"Jadi, apa yang buat adikku membawamu kemari hm.. Ara?"

"Hem nggak tau, kak. Lagian, daritadi Jeje marah-marah terus sama aku. Kayaknya Jeje punya darah tinggi, ya kak?" Rasti tertawa. Perkiraan Ara benar-benar sangat menggugah tawanya untuk keluar

"Kamu ada-ada aja. Kamu siapanya Jendra, sayang?"
"Aku insha Allah jadi calon istrinya Jeje. Jadi, adik ipar kak Rasti juga ya kalo gitu. Jadi, ibu dari anak-anak nanti pastinya. Jadi..."

Cukup sampai disana perkataan yang keluar dari bibir Ara. Matanya menatap Rasti takut, walaupun Rasti tengah tertawa, dia justru takut tawa itu tawa mengejek dan bahkan terkesan tidak menyukainya

"Kamu lucu ya, aku amin in deh, Ra"

"Kak Rasti setuju dong? Hehe boleh dong aku tau banyak tentang Jeje dari kakak?" Rasti mengangguk mengiyakan. Dia terhibur sekarang.

"Menurut kamu, Jendra itu gimana orangnya, Ra?"
"Waah, kalo ditanya tentang itu aku punya banyak penjelasan, kak"

Seakan penasaran, Rasti mengangkat satu alisnya, "oh ya?"
"Jeje itu udah tampan, keren, manis, karismanya itu loh buat aku mah berasa ketemu sama Pangeran dari negeri dongeng. Kalo soal dingin, Jeje dingin nya itu kan keren, aduh cowok banget, alamak! Bisa-bisa aku zina pikiran ini kak kalo mikirin Jeje, ujung-ujungnya nanti dosa. Aku masuk neraka. Kalo ditanya gara-gara siapa trus aku jawab karena Jeje, yang ada kita tetanggaan di neraka hehe. Aku sih maunya dunia akhirat surga dunia surga akhirat sama Jeje"

Suara lembut dari tawa Rasti yang teratur -beda jauh sama Ara- itu membuat Ara juga ikut tertawa sebentar. Ngerasa nggak ada yang lucu, tapi Rasti justru tertawa nggak ada hentinya sampai sekarang. Huh..

"Jendra kalo punya istri kayak kamu bisa-bisa kotak tertawanya hilang deh.. kamu lucu banget," pujian kah? Atau sebaliknya?
Beruntung kalau Rasti itu bukan tipe kakak yang mengerikan . Setidaknya mereka kan bisa tertawa sama-sama sekarang. Dan bisa lebih dekat, yah.. dibanding berusaha dekat dengan si adik yang tak juga luluh. Ungkapnya dalam hati

"Kamu tau nggak arti nama Jendra?" Rasti diam sampai Ara menggeleng sempurna, "Yang aku tau, Rajendra itu artinya tampan. Iya kan kak?"

"Iyadong. Kalo digabungin, Abqari Rajendra Arsenio, artinya laki-laki yang genius, tampan, dan gagah berani. Mamanya sendiri yang selalu artiin namanya,"

"Ohya? Tuhkan, namanya aja bagus banget. Pantes orangnya kebangetan cakepnya. Gak diraguin lagi ya kak hehe. Ngomong-ngomong mamanya Jeje kemana, kak?"

Steal My BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang