Lamaran Dingin....

211 18 6
                                    

Ara masih menautkan jari-jarinya ke rambut yang sekarang entah kenapa sudah jadi lebih kusut dari biasanya. Bisa jadi efek kebingungan yang dilandanya. Entah mau jawab apa ke Jendra ia pun bingung..

"Jen kamu pulang ya... please"
Tangannya memohon kedepan wajah, seolah tak tega Jendra mengambil tangannya

"Kenapa saya harus pulang?"

"Ini rumah Ara. Ara yang berhak ngusir Jeje" tak lagi memohon, malah Ara terlihat berani menentangnya

Anak itu emang suka berubah-ubah.
Tapi buat perasaannya, dia gak pernah main-main, Ara nggak mungkin main-main mengenai perasaannya yang jelas menunggu Jendra 6 tahun belakangan ini, Jendra berfikir.

"Termasuk nolak lamaran saya?"

Sempat bingung,
Tapi Ara akhirnya mengangguk juga.

"Katanya kamu suka saya?"
"Nggak. Kata siapa?"

"Kata mata kamu yang nggak bisa lepas dari mata saya daritadi," dengan kepedean tingkat akutnya Jendra berucap bangga.

Disinilah batas lemahnya Ara. Susah harus balas apa, bibirnya yang biasa bicara itu mengalahkan wanita yang normalnya mengeluarkan 20.000 kata dalam satu hari. Ara lebih, sudah pasti.

"Je, Rama sebentar lagi pulang"

Rama? Mantan pacarnya itu?

"Nggak usah bercanda.. kamu satu apartment?"
"Ya!"
"Satu kamar?"

Mata Ara sudah memanas rasanya. Sakit hati yang masih berbekas karena kejadian masa itu, sekarang terjadi lagi

"Makin lama kamu disini, Ara makin sakit hati"
Jendra memandangnya lama, mata wanita sintingnya yang terlihat mulai memerah dan setelah berkedip mengeluarkan air matanya.

"Apa yang buat kamu sakit hati saat ada saya, Ara?"

"Bibir kamu. Kapan sih kamu bisa satu kali aja ngomong baik-baik tentang Ara. Selama 6 tahun ini, kamu ngelakuin semua atas kehendak kamu. Ngusir aku, mempermalukan aku, dan kamu... kamu yang bukan siapa-siapa aku tapi bisa nyentuh aku sesuka kamu, kamu doang, Pangeran"

Pangeran.

Satu panggilan tersendiri dari wanita sintingnya, ya, hanya Ara yang memanggilnya Pangeran

Biasanya, Jendra akan merasa geli dan kesal jika Ara terus memanggilnya dengan sebutan Pangeran, juga saat mengajaknya bicara yang bahkan tidak ada penting-pentingnya. Tapi kali ini justru Jendra lah yang terasa mengemis pada Ara hanya untuk memanggilnya satu kata itu saja

"Gue karma ya,"
Sedikit tertawa dalam kebingungannya. Melihatnya, Ara menoleh tiba-tiba

"Kalo dengan cara selamanya saya cinta kamu, apa masih belum bisa menggantikan kamu yang 6tahun ini suka sama saya?"
Tidak ada yang dapat biasa-biasa saja kalau mendengar ungkapan cinta dari Pria yang kita sendiri suka. Ara menyembunyikan wajahnya yang memerah dengan beranjak ke kamar

"Ra, jawab saya"
Dalam langkahnya, Ara terhenti..

"Maaf Je, Ara ngantuk, besok Ara kuliah. Terserah kamu mau tidur dimana asal jangan dikamar Ara,"

***

Pagi kembali,
Rama kembali merenggangkan otot-ototnya setelah mengumpulkan seluruh nyawanya.
Belum sampai selesai tapi ponselnya malah berbunyi. Nama Ferdi tercetak jelas dilayar

"What? Lo masih hidup?!!"
"(Ketemu gue di Tunomi Garden, sekarang.)"
"Gue di Paris men,"
"(Minggu depan lo balik ke Jakarta. Ajak wanita yang sama)"

Steal My BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang