22

3 1 0
                                    

HuHuuu

Kangen gaak sama kelanjutan cerita aku?

Maaf yaa baru update.

Mohon maaf lahir dan batin semua
walaupun udah lewat hari hehe

Happy Reading!

☆☆☆

Hari sudah mulai gelap, dan mereka benar-benar menjadikan ruang sekretariat sebagai rumah mereka. Tadinya Jevan dan Alana akan meninggalkan Raja sendirian, namun ternyata Raja juga ikut beranjak dari ruangan itu.

"Sayang aku gak mau pake helm." Ujar Alana sembari mengikat tali sepatunya.

"Kenapa?" Tanya Jevan yang sudah duduk anteng di atas motor kesayangannya.

"Berat." Ujar Alana berdiri dengan tangan kanannya yang menenteng helm miliknya.

"Ya udah siniin." Mendengar itu Alana antusias mendekati laki-laki itu kemudian memberikan helmnya.

Jika saja Alana menggunakan tas berisikan buku-buku kuliahnya, ia pastikan ia juga akan mengatakan bahwa ia tidak ingin membawa tasnya sendiri dan memberikannya pada Jevan. Tapi, untung saja ia hanya menggunakan tas selempang kecil yang selalu ia bawa jika hanya berpergian biasa.

Jevan yang sudah lebih dulu duduk di atas motor miliknya sedangkan Alana menunggu Raja yang sedang mengunci pintu Sekretariat dan kunci itu akan dibawa olek Jevan seperti biasa.

"Wooy, udah pada mau balik aja niih." Itu suara milik Tegar.

"Iya nih, Lo jarang keliatan." Sambung Raja.

"Biasa, ada proker anak FBMB." Sahut Tegar lagi.

"Seharusnya Lo bersyukur, Ja. Temen Lo ini bertanggung jawab sama kedudukannya." Timpal Jevan, dibalas cengiran lebar milik Tegar. Yang di maksud tentu saja posisi Tegar sebagai Ketua Bem Fakultas Budaya, Manajemen dan Bisnis.

"Bagus lah." Ujar Raja.

"Kalo gitu gue cabut duluan, mau nganterin beban." Ujar Jevan membuat Raja dan Tegar terkekeh, sedangkan Alana yang di maksud langsung memukul keras lengan pria itu. Berani-beraninya dia mengatakan dirinya adalah beban, walaupun itu memang benar adanya.

"Gar, Ja, Duluan." Ujar Alana sembari naik ke atas motor Jevan.

"Yoi, hati-hati kalian."

"Hati-hati, Jev."

Motor milik Jevan melaju begitu setelah berpamitan kepada kedua temannya.

"Jadi aku beban ya?" Tanya Alana setelah keheningan yang cukup lama.

"Dipikirin ternyata." Gumam Jevan yang masih bisa didengar oleh Alana.

Tangan perempuan itu perlahan melingkar di perut Jevan "Iya nggak?" Tanya Alana lagi dengan dagu yang sudah menempel pada pundak laki-laki itu.

"Enggak." Balas Jevan dengan suara lembut. Alana terdiam, motor itu membelok ke arah kanan pada saat lampu lalu lintas berubah hijau.

"Kenapa setiap anter aku pulang kamu selalu ambil arah jalan ini. Padahal kan lebih deket kalo lurus aja." Tanya Alana. Sebenarnya Alana sudah sering menanyakan hal ini setiap laki-laki itu mengantarnya pulang.

"Suka-suka aku. Kan yang bawa motor aku." Dan ya, itu adalah jawaban yang sama setiap kali Alana bertanya seperti itu.

"Iih, ngeselin banget." Ujar Alana mencuri satu cubitan di perut Jevan membuat laki-laki itu mengaduh.

"Aduhh, Jangan di cubit. Mending di elus-elus aja." Ucapan spontan Jevan membuat Alana kembali memukul lengan kekar laki-laki itu. Tawa ringan itu terdengar membuat Alana mengernyit heran tentu dengan senyuman yang coba ia tahan namun gagal. Dengan perlahan gadis itu merebahkan kepalanya pada pundak Jevan. Laki-laki itu tidak protes.

Storge LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang