*⁠.⁠✧3✧.*

13.4K 1.2K 22
                                    

Setelah pertemuan singkatnya dengan Duke Matthias, Aire mulai melupakan kejadian itu dan Perlahan, kebiasaan hidup di pondok itu mulai menjadi bagian dari kehidupannya. Dia menikmati sederhananya kehidupan di alam, jauh dari hiruk pikuk kota seperti didunia aslinya. Aire kini beradaptasi dengan dunia barunya meskipun agak sedikit kesulitan dikarenakan perbedaan zaman dan teknologi.

Untungnya Layla dan Paman Bill siap membantunya dan Aire merasa kedua tokoh itu seakan telah menjadi keluarga baginya, memberinya dukungan dan kehangatan yang dia butuhkan. Dan Aire merasa tersentuh akan hal itu.

Suara derap langkah yang dikenalnya dengan baik memecah keheningan di pondok. Aire menoleh dan melihat Paman Bill mendekat dengan senyuman hangat di wajahnya. "Aire, aku akan pergi sebentar untuk merawat tanaman apel di perkebunan. Maukah kamu ikut?"

Aire merasa sedikit terganggu karena dipanggil untuk membantu, tetapi dia dengan cepat menimbang-nimbang situasinya. "Maaf, Paman Bill, aku agak malas hari ini. Aku pikir aku akan tetap di sini saja."

Paman Bill hanya mengangguk, memahami keputusannya. "Tidak masalah, Aire. Aku bisa mengurusnya sendiri. Kamu tetaplah bersantai di sini."

Aire merasa lega mendapat pemahaman dari Paman Bill, tetapi juga merasa sedikit bersalah karena tidak membantu. Namun, dia memilih untuk menikmati kesendirian dan ketenangan di pondok, sambil mengamati keindahan alam di sekitarnya.

"Baiklah kalau begitu paman pamit pergi dulu, sampai jumpa Aire."

"Sampai jumpa juga Paman Bill, hati-hati." kata Aire sambil melambaikan tangan.

Ketika Paman Bill pergi, suasana di pondok menjadi lebih tenang. Aire meletakan cangkir berisi kopi di meja kecil lalu membuka buku novel romansa yang ia pinjam dari Layla.

Ketika ia sedang fokus membaca, semilir udara segar pegunungan mengalir menggoyangkan sedikit rambutnya. Dengan lembut ia menyelipkan anak rambutnya ketelinga sementara kakinya menyilang diatas sofa kayu yang terletak didepan teras pondok.

Ah rasanya sangat tenang...

Ia sudah lama sekali tidak merasakan damai seperti ini karena ketika di dunia aslinya, Aire tidak pernah merasakan rasanya santai. Ia selalu mensibukan diri dengan kegiatan dikampusnya juga merawat semua anggota keluarganya.

Aire meletakan buku yang dibacanya di pangkuan sembari menatap cakrawala di teras. Merenung.

Kalau dipikir-pikir bagaimana keadaan Ibu dan ayah ya? Apa kakak merawat mereka dengan baik? Pikir Aire.

"Hah...aku jadi kangen mereka." Gumannya sambil menghela napas.

Dalam keheningan yang menyelimuti, Aire membiarkan pikirannya melayang ke masa lalu, memikirkan tentang orang-orang yang ditinggalkannya di dunia aslinya. Dia memperhatikan warna langit yang berubah perlahan, seolah mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menghantuinya.

"Ibu dan ayah pasti baik-baik saja," gumamnya pelan, mencoba meyakinkan diri sendiri. "Mereka memiliki kakak yang tangguh dan peduli. Kakak pasti merawat mereka dengan baik."

Namun, keraguan tetap menghantui pikirannya. Aire berharap semoga keluarganya dapat mengatasi segala rintangan dan mendapatkan kebahagiaan selalu. Dalam hati, dia berjanji akan terus berdoa untuk kebahagiaan dan keselamatan mereka, meskipun dia berada jauh di sini.

Dan Aire juga berharap suatu saat ia bisa kembali ke dunia aslinya, dan bisa memeluk keluarganya yang sangat Aire sayangi.

Namun, di tengah lamunannya, terdengar suara langkah ringan di depan pondok. Aire menoleh dan melihat Layla berjalan mendekat bersama seorang remaja laki-laki berambut pirang, matanya berwarna cokelat hazel, senyumnya begitu lebar, nampak manis Dimata Aire.

Duke's GripTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang