*⁠.⁠✧21✧.*

8.4K 1K 36
                                    

Pagi itu, Aire berjalan santai menuju kediaman Arvis. Agendanya kali ini adalah mengirim surat kepada sekretarisnya, Hugo Stich. Surat tersebut berisi mengenai urusan penjualan hotel serta menanyakan perkembangan renovasi hotel lewat tukang pos yang sering mondar-mandir di sekitar kediaman Arvis. Biasanya, ia menitipkan surat-surat semacam ini kepada Layla, karena Aire merasa malas untuk keluar, sibuk dengan berbagai berkas dan dalam masa menghindari Duke setelah beberapa kejadian yang membuatnya tidak nyaman.

Namun sayangnya kali ini Layla sedang sibuk dengan urusan sekolahnya jadi Aire tidak punya pilihan lain selain mengantarkannya sendiri.

Merasa tenang karena yakin semua akan berjalan lancar, gadis itu mengingat informasi dari Layla mengenai keberadaan sang Duke yang sedang berada di ibu kota. Aire merasa aman tanpa harus khawatir bertemu dengan pria itu lagi. Dengan perasaan lega, ia pun memutuskan untuk mengambil jalan pintas melewati kawasan annex. Jalan ini memang lebih dekat, dan karena Matthias tidak ada, seharusnya tidak akan ada masalah.

Setibanya di tempat tukang pos yang sudah dikenalnya baik, Aire memastikan surat telah terkirim dan tidak ada hal lain yang perlu diurus. Ia segera beranjak pulang, berharap Hugo segera menerima surat tersebut dan mengambil tindakan yang dibutuhkan. Dalam hati, gadis bernetra onyx ini berdoa agar semua urusan ini segera selesai, sehingga ia bisa segera mengajak Layla dan Paman Bill keluar dari wilayah ini.

Saat berjalan ingin kembali ke pondok karena urusannya sudah selesai, Aire menoleh ke samping mendengar deru mobil klasik yang biasanya gadis itu lihat di film-film.

Dan benar saja, sebuah mobil mewah berhenti di depan kediaman Arvis, beberapa pelayan berdiri berjajar dengan sikap hormat. gadis itu tertegun ketika menyadari siapa yang baru saja tiba, Matthias Von Heardhard telah kembali.

Tapi bukannya pria itu harusnya tiba di Arvis lusa? pikirnya bingung.

Aire terdiam sejenak, mencoba mencerna situasi. Perasaan lega yang tadi ia rasakan seketika menghilang, digantikan oleh kecemasan yang mendalam. Ia mempercepat langkahnya, berharap tidak menarik perhatian Matthias. Namun, rasa ingin tahunya memaksa netra onyxnya untuk menoleh sekali lagi, yang sialnya Matthias melihatnya juga.

Tatapan mereka bertemu, dan seketika itu juga tubuhnya menegang. Seperti biasa tatapan dingin sang Duke itu selalu menunjukkan ekspresi yang sulit diartikan, tidak terprediksi.

Aire cepat-cepat memalingkan wajahnya dan melanjutkan langkah, berharap bisa menghindar dari konfrontasi yang tidak diinginkan.

"Aire!" Langkahnya terhenti saat ia melihat Paman Bill memanggilnya dengan senyum ramah yang familiar.

Gadis itu mendekatinya dan berhenti tepat didepan sang paman, "Ada apa paman?"

Pria setengah baya itu menyeka keringatnya sambil berkata, "Aire, bisa bantu Paman menyiram tanaman di taman Arvis? Paman sedang sibuk memangkas daun-daun kering. Kamu tahu sendiri, kalau mulai datang musim gugur sering membuat beberapa tanaman dan pohon cepat mati."

"Juga, Paman minta tolong untuk memetik beberapa bunga dan menyimpannya di kamar Nyonya Norma. Dan satu lagi, tolong petik beberapa bunga matahari untuk meja kerja Tuan Muda."

Aire mengangguk, meskipun ia merasa sedikit tegang harus menyimpan bunga matahari di ruang kerja Matthias. "Baik, Paman. Saya akan melakukannya."

Cahaya pagi menembus di antara pepohonan, menciptakan bayangan yang menggerakkan perasaannya. Dengan langkah pelan, ia mengambil ember kayu dan mulai menyirami taman yang didominasi mawar merah muda dengan telaten.

Saat ia menyiram bunga mawar, pandangannya tertuju pada rumah kaca di kejauhan, tempat di mana siluet familiar tergambar jelas dimana Nyonya Norma, Nyonya Elysse serta Matthias nampaknya kedatangan tamu dan sebuah keluarga bangsawan yang tengah berbincang santai sembari minum teh. Gadis ini merasa de Javu melihat pemandangan ini, terlihat seperti adegan dimana pertama kali Claudine dan Matthias bertemu setelah dewasa dan akan dijodohkan bedanya ini dengan keluarga lain.

Aire berpikir, apa jangan-jangan dua nyonya besar di kediaman Arvis ini ingin menjodohkan kembali putranya dengan gadis lain setelah pertunangan Matthias dan Claudine batal? mungkin sepertinya iya, terlihat dari bagaimana keluarga tamu nampak berusaha keras mengesankan dan menarik perhatian sang pemilik rumah.

Tapi mungkin juga itu hanya kunjungan biasa, mengingat setelah pesta teh saja ada banyak keluarga bangsawan yang hilir mudik mengunjungi kediaman Arvis.

Aire mencoba mengabaikan kehadiran mereka, dan fokus pada tugasnya dengan cermat. Menyiram dan memetik bunga-bunga. tidak terlibat ataupun memikirkan dalam urusan yang mungkin menimbulkan konflik di antara keluarga Arvis

Waktu telah berlalu dengan perlahan, seperti mengulurkan setiap detik dalam suasana tengah hari yang hangat. Cahaya matahari menyorot tanaman-tanaman di taman Arvis, dan Aire merasa menyesal karena tidak mengikat rambut hitamnya yang mulai memanjang, sehingga sekarang terasa lepek oleh keringat. Namun, dengan tekun, tangannya berhasil memetik semua bunga yang diminta dan menyiram tanaman dengan hati-hati.

Setelah menata bunga-bunga itu di dekat Paman Bill yang sibuk dengan tugasnya, Aire berniat untuk segera mengantarkannya. "Paman, saya akan mengantarkan bunganya sekarang," ucapnya dengan ringan.

Namun, sebelum langkahnya bisa melangkah jauh, Paman Bill menahannya. Matanya jatuh pada bunga matahari yang terletak di dalam keranjang Aire. "Hmm, pastikan untuk memeriksanya, ya. Tuan muda tidak suka jika bunga matahari kurang cerah," ujarnya.

Aire merasa bingung, tapi segera memeriksa bunga matahari itu. "Semuanya terlihat cerah Paman," jawabnya.

Paman Bill mengangguk dan meneruskan obrolan dengan santai, menceritakan bagaimana akhir-akhir ini Tuan muda begitu terpesona oleh bunga matahari, meskipun sebelumnya lebih condong pada bunga mawar merah muda—favorit Nyonya Elysse, yang sering menghiasi ruang kerjanya. "Hmm apa mungkin tuan muda sedang jatuh cinta, ya?" tambah Paman Bill sambil tersenyum lebar.

Aire membalas dengan senyuman tipis, namun dalam hatinya gelisah semakin membesar saat ia memikirkan kecenderungan baru tuan muda terhadap bunga matahari. Dia tak bisa menolak untuk tidak merasa cemas saat disebutkan Matthias tiba-tiba menyukai bunga matahari, Bunga favoritnya.

Semakin menguatkan kecurigaannya terhadap perasaan Matthias kepadanya.

Aire berdehem, "Paman sebaiknya aku segera mengantarkan bunga ini." pria itua itu hanya mengangguk dan mempersilakannya pergi.

***

Hallo aku balik lagi setelah sekian lama sibuk dengan dunia RL wkwk

Maaf baru update 1 bab aja karena jujur sebenernya aku tuh udah bikin draf-draf babnya, alurnya kayak gimana, dll cuman aku malas buat ngedit dan nulis. Plusnya lagi aku buntu ini cerita mau dibawa kemana :)

Bab ini sama bab selanjutnya udah beberapa kali aku rombak karena aku ngerasa ngak puas dan ngak nyambung sama alur yang udah aku pertimbangkan, tapi aku usahain bulan ini rajin update tiap hari karena libur semester haha!

So ditunggu aja yah teman-teman, karena bisa jadi aku uploadnya diwaktu yang tidak disangka-sangka wkwk ;)

Jangan lupa Vote dan Comment!

See ya!

Duke's GripTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang