Halilah -Kekasih Halal setelah Halal-

6 1 0
                                    

Langkah kakiku pada akhirnya mendarat di depan mobil Mbah Yai setelah bersusah payah mengusung bekal umroh yang hendak dibawa Mbah yai dan Ibuk dua pekan kedepan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Langkah kakiku pada akhirnya mendarat di depan mobil Mbah Yai setelah bersusah payah mengusung bekal umroh yang hendak dibawa Mbah yai dan Ibuk dua pekan kedepan.
Di tempat yang sama terhenti juga Gus Ghiyats, sosok berwibawa nan rupawan yang menjadi incaran para kaum hawa di asrama, yang jelas selain aku. Kesempurnaan tersuguh dari sosoknya; sholeh, paham agama, good looking, good attitude, bahkan Gus Ghiyats merupakan putra dari ulama' tersehor di daerah Malang.

Don't judge a book by its cover. Ungkapan singkat untuk menggambarkan bagaimana aku menyikapi kesempurnaan sosok adam bernama Ghiyatuddin Abdul Fattah. Semua orang boleh mengaguminya, sebab mereka hanya mengetahui sampul dari Gus Ghiyats; seorang ketua pondok, khadam Mbah Yai, sekaligus asatidz yang mempunyai gaya pembelajaran yang variatif dibanding yang lain.

Lain denganku, jangankan mengaguminya, jujur tiga tahun sudah aku merasa ilfeel atas keputusannya memadu kasih bersama Ning Jihan. Predikat sholeh serta paham agama yang disematkan oleh kebanyakan orang tak berarti apa-apa bagiku.

Saat ini sosoknya berjalan gagah memapah Mbah Yai untuk masuk ke dalam mobil. Badannya yang tinggi serta tubuh jangkungnya melewati aku yang berdiri di samping mobil Toyota Alphard. Usai membantu Mbah Yai, sosoknya lalu membukakan pintu untuk Ibuk dan aku mengikutinya untuk memasukkan beberapa barang. Sepanjang itu kepalanya menunduk. Aroma sandalwood khasnya menguar kuat di
penciumanku.

♤♤♤

"Hil... Hilya,," panggil suara lembut itu hingga membuatku terbangun dari qoilulahku.
Aku dengan spontan menegakkan badanku yang terbaring sambil berusaha mengumpulkan nyawa serta membuka mata.

"Nggih Ning, pripun? Maaf, saya susah dibangunin."

Ning Jihan tersenyum, "Gak apa-apa Hil. Udah cukup kan istirahatnya?"

Aku tersenyum sambil menatap jarum jam. 15 menit terlelap masih lebih baik daripada tidak sama sekali. "Nggih Ning. Wonten perlu nopo?"

"Ada film baru nih, kamu mau nemenin saya?"
Aku menjawab dengan senyuman. Sudah bisa aku tebak rencana ini akan mengarah kemana nantinya.

"Iya lah ya..!!" ujar Ning Jihan sambil menarikku dan membawaku hingga ke depan kamar mandi.

"Aku tunggu di depan ndalem ya Hil.."
Beberapa saat kemudian.

Aku keluar dari ndalem mengenakan outfit ala khadimah. Bersarung dengan atasan batik dan hijab sekenanya, devinisi jemuran berjalan. Tampak Ning Jihan telah menunggu di depan teras depan ndalem dengan kostum yang telah berganti pula. Kali ini bahkan Ning Jihan memakai hijab pashmina tak seperti biasanya.

Prediksiku kemungkinan benar!
Dan prediksiku memang benar. Tujuan kami ke mall memang untuk menonton film, tapi bukan bersama, melainkan hanya diriku seorang, sebab sesosok lelaki berparas tampan yang mendadak berubah casual tanpa adanya peci maupun sarung datang mendekat ke arah kami. Sosoknya tersenyum manis kearah Ning Jihan lalu meraih jemarinya untuk bergandegan selayaknya pasangan halal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Patah Hati TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang