CHAPTER 03

160 13 0
                                    

Aku up lagii, Jan lupa vote yaa ngetiknya pake effort banget ini💪😔

oh ya cuma mau kasih tau, kalau di part ini flashback nya sudah off ya bestie

Happy reading💕💕

---

Selepas jam sekolah usai, Aziel berniat pergi ke tempat peristirahatan terakhir bunda. Lelaki itu menaiki angkutan umum seperti biasanya, walaupun jarak dari sekolah ke pemakaman tidak terlalu jauh, Aziel begitu rindu hingga tak sabar ingin bercerita banyak tentang hidupnya.

Aziel selalu berpikir. Apakah bunda juga merindukannya? Apakah bunda juga sayang sama seperti Aziel yang menyayangi bunda melebihi apapun?

Meski tak pernah tahu, Aziel yakin jika di atas sana bunda pasti tengah tersenyum. Melihat bagaimana putra yang lahir dari rahimnya tumbuh besar dengan hebat. Benar bukan?

Setelah sampai, Aziel berjalan menelusuri area pemakaman. Matanya menelisik area sekitar hingga dibuat kaget saat melihat salah satu Abangnya tengah berada di sana.

Langkahnya terhenti. Menatap nanar punggung laki-laki yang sedang terduduk lunglai sembari terisak diam-diam.

Itu Bintang. Aziel tak berani mendekat dan lebih memilih berdiri dari kejauhan. Dadanya nyeri sekali, apalagi mendengar Isak tangis yang semakin lama semakin terdengar di telinganya. Selama hidupnya, Aziel tak pernah melihat Bintang menangis. Terlalu sering berdiam diri dikamar membuat semua orang tak pernah tahu bagaimana Bintang menanggung semua bebannya.

"Bintang salah, ya? Kalau minta bunda hidup kembali," rasanya sulit sekali mengatakan ini. Punggungnya bergerak hebat, menatap nelangsa ke arah pusara sang bunda yang sudah lama tak dipeluknya.

"Sekali aja, Bintang butuh bunda." sakit sekali. Alih-alih mengatur napasnya yang tak beraturan, Bintang semakin dibuat nyeri saat bayang-bayang Rosa muncul dalam ingatannya.

Seolah raga itu masih ada, seolah dunia memberi banyak celah atas semua harapannya selama ini. Batinnya tersiksa, sejauh perjalanan yang telah dilalui seakan-akan Bintang tak pernah merasakan apa itu kehilangan.

Enam belas tahun bukanlah waktu yang singkat, sosok yang dulu seringkali Bintang banggakan kini telah gugur karena satu kejadian tragis yang banyak merubah kehidupan.

Aziel harusnya tak pernah lahir. Bintang juga tak ingin membenci laki-laki itu jika saja Bunda masih berada disampingnya. Lahirnya hanya membawa sial, bahkan Bintang berharap jika adiknya saja yang tertimbun di bawah tanah dibandingkan bundanya.

Tangan pucat itu mengepal kuat, tangis yang semula terdengar menyayat hati kini berubah menjadi tawa kecil yang sulit diartikan. Terlalu terhanyut membuat Bintang tak sadar jika Aziel tengah memperhatikannya dari kejauhan.

Bintang bangkit, berpamitan pergi dengan perasaan yang tak karuan. Ia berjalan tergesa menuju parkiran.

Tumben sekali, biasanya Bintang tak pernah mau jika di ajak berkunjung ke sana. Ia selalu menolak. Bahkan saat Aziel tak ikut sekalipun, lelaki itu akan secara terang-terangan membantah.

Namun mendapati Abangnya menangis, meraung sesak berkali-kali mengusap pusara Rosa, itu semua cukup membuat Aziel tak dapat berkata-kata.

Apakah Bintang juga merasakannya? Atau memang Aziel saja yang baru tahu?

***

"Bang gue punya tebak-tebakan," Keenan menyandarkan punggungnya ke belakang, menoleh sebentar ke arah Arsen lalu menghembuskan napas pelan.

Sementara pria disampingnya hanya berdeham, Keenan kembali melanjutkan. "Apa yang hilang, terus gak bisa balik lagi?"

Di sebuah balkon yang sunyi, hembusan angin menerpa lembut ke dua wajah pria yang sama-sama terdiam. Selagi Keenan menunggu jawaban, ia menatap cahaya bulan yang tepat berada di atasnya.

"Duit." jawaban singkat dari Arsen sungguh diluar dugaan. Keenan tertawa terbahak.

Arsen tahu kemana arah pembicaraan cowok itu, ia menghisap rokok lalu menghembuskan asapnya ke udara. Membuat Keenan yang anti dengan rokok segera menghindar, ingin marah pun rasanya percuma saja karena Arsen memang keras kepala.

"Lo gak kangen bunda bang?" satu pertanyaan yang terlontar dari mulut Keenan membuat Arsen seketika terdiam, raut wajahnya tetap datar tak berekspresi.

Jelas. Jika ditanya soal bunda pasti Arsen juga merindukannya. Hanya saja sulit untuk mengungkapkan seberapa besar rasa rindu itu yang selalu ia tahan dalam dada. Terlalu lama, hingga Arsen sendiri sulit bagaimana menjelaskan semua rasa sakitnya.

Di sini, di rumah yang dulunya memiliki keluarga hangat, saling melempar tawa dan merangkul erat sesama anggota, kini hanya tersisa debu dan kenangan indah yang tak dapat diulangi lagi.

Mereka yang sejak dulu bahagia, mereka yang sejak dulu tak pernah tahu apa itu kehancuran dalam keluarga. Dan kini mereka harus merasakan sakit yang luar biasa, seolah takdir merenggut semuanya begitu saja.

Apakah Tuhan akan memberi kesempatan kedua?

Arsen tak pernah tahu.

Karena raga yang telah pergi tidak akan mungkin datang kembali. Berat rasanya melepas seseorang yang berharga, Arsen juga tak pernah menyalahkan takdir. Apapun itu semua harus diterima dengan lapang dada.

Ia mengangkat pandangannya ke arah langit malam, menatap penuh harap ke arah bulan yang bercahaya di atas sana.

"Rindu? Arsen terlalu sakit buat merasakan rindu itu ke bunda ...."

-TBC-

Akhirnya bisa selesaiin bab ini😭☝️

dari kemarin tuh greget bangettt pen cepet selesai, tapi karena waktunya ga sempet mulu jadi terbengkalai dehh😔😔

YUYUUU VOTE YAAA💗💗💗

THANK UUU

7 Putra Mahesa (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang