Dahlia.
Awal tahun kami bertemu.
Ia membawaku terombang-ambing dalam obsesinya menjadi yang pertama.
Dahlia menanjak dengan tergesa-gesa. Tanpa batas, ia mengajariku untuk terus berlari dalam terjangan topan.
Aku tersulut. Kepalaku berubah keras, sama sepertinya.
Seperti ada lingkaran semu di antara putih dan hitam. Di sana aku berdiri.
Aku enggan, Dahlia.Ia anak yang manis,
Ia tahu cara untuk bersinar, untuk mengambil hati siapapun.
Tapi yang aku lihat dari dirinya hanya ada carut marut dan deretan penyangkalan.
Karena di dalam kotak tempatnya tinggal, Dahlia menyambutku gelap gulita.
Dahlia yang tanpa nyali.
Ia setengah hangus oleh api, sekaligus dingin membeku akan bisingnya kesepian.Dahlia, aku enggan.
Aku menolak menapaki keberadaanmu.
Aku seperti dipaksa tak mencecap, padahal racunmu yang membuatku tercekik.
Menjadi temanmu, aku pedih.
Menjadi bayanganmu, aku dilahap.
Menjadi cipratan kegelisahanmu, aku dililit sengsara.
Menjadi tempatmu menaruh abu, aku ditelan bumi.Dahlia,
Aku temanmu yang lain, yang sekali lagi meninggalkanmu.— Selasa, 30 April 2024
Bagian Penutup
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Sad because of Small Things
PoetryIa dipaksa untuk tak terikat. Karena atas hal-hal paling remeh yang ada, teramat rawan untuknya, ia ditinggalkan. Copyright © 2023 baggyjeanns - Pict by Pinterest