Part 1 yah. jangan lupa mampir di karyakarsa ya, aku jug apost cerita ini disana. Happy reading
❤❤❤❤
"Your Grace, Dowager Duchess menunggu untuk makan bersama di ruang makan," kata Hans ketika ia kembali memasuki kamar sang majikan untuk membantunya bersiap.
"Apa Mama sudah baikan?" tanya Justin karena selama beberapa hari ini ia mengharuskan sang mama untuk makan di kamarnya setelah kecelakaan yang menimpanya.
"Beliau mengatakan sudah sangat baik. Beliau bahkan mengatakan sudah bisa berlari untuk mengelilingi rumah, Your Grace."
Justin terkekeh. Ia yakin itu adalah kalimat yang dikatakan sang mama pada Hans agar Hans menyampaikan padanya. "Kalau begitu katakan pada Mama aku akan turun sebentar lagi."
"Baik, Your Grace."
Hans memberi hormat sebelum meninggalkan kamar ketika pekerjaannya selesai. Ia segera memberitahu Andrea jika Justin telah selesai bersiap dan akan turun sebentar lagi. Tidak lama kemudian Justin memasuki ruang makan. Pria itu mencium pipi sang mama lalu duduk di kursi kepala keluarga yang sudah cukup lama menjadi miliknya. Sudah hampir lima tahun sang papa meninggal dunia dan sejak saat itu Justin meneruskan kepemimpinan sang papa sebagai seorang Duke.
Bukan perkara mudah mengemban tanggung jawab yang begitu besar tapi Justin beruntung ada sang mama yang senantiasa membantunya. Mamanya selalu ada kapanpun Justin membutuhkan bantuan. Entah bagaimana jadinya jika sang mama tidak berada disampingnya selama ini, Justin pasti tidak akan pernah bisa menjadi pemimpin yang cukup bijaksana seperti sang papa.
Ada rasa bangga luar biasa yang selalu Justin rasakan setiap kali mengingat mendiang sang papa. Sang papa adalah panutan baginya, pria bijaksana yang bertanggung jawab. Dia adalah pemimpin yang dicintai rakyatnya dan Justin ingin menjadi seperti papanya. Disegani semua orang bukan karena kekejamannya tapi karena kebijaksanaannya.
"Bagaimana keadaan Mama?"
"Sudah sangat baik," Andrea tersenyum. Ia menyantap sarapannya sambil menatap Justin, putra satu-satunya yang kini sudah sangat dewasa. "Ada yang ingin Mama katakan padamu."
Gerakan Justin yang hendak memasukkan makanan ke mulutnya terhenti lalu berfokus menatap Andrea. "Apa yang ingin Mama katakan?"
"Ini mengenai calon istrimu."
Justin tersenyum. Ini pertama kalinya sang mama memulai pembicaraan tentang calon istrinya, itu berarti besar kemungkinan sang mama kini sudah menyetujui hubungannya dengan Emily karena memang ia tidak memiliki calon istri lain selain Emily. Hanya Emily yang diinginkannya dan hanya Emily yang pernah dibicarakannya dengan sang mama.
Akhirnya, perjuangannya selama ini membuahkan hasil. Ia dan Emily akan bisa segera bersama. Jika restu dari sang mama sudah dimilikinya, tidak alasan baginya untuk menunda pernikahan.
"Apa yang ingin Mama katakan?" tanya Justin tidak sabar.
"Mama ingin kau segera menikah."
Senyum di wajah Justin semakin lebar. "Apa Mama yakin?"
"Tentu saja. Usia Mama sudah semakin tua, bukan tidak mungkin Mama akan segera menyusul Papamu, jadi sebelum semua itu terjadi Mama ingin kau segera menikah dan hidup bahagia bersama wanita yang baik, wanita yang pantas menjadi istrimu."
Meskipun sedih mendengar ucapan sang mama, tapi Justin tahu kematian adalah sesuatu yang pasti terjadi. Tidak ada manusia yang bisa menolak takdir tersebut apa pun yang mereka lakukan. Tidak peduli tua ataupun muda, jika waktunya tiba, mereka semua pasti akan mati dan kembali ke sisi Tuhan.