Semua karyaku tersedia dalam bentuk ebook, pdf, playbook dan juga tersedia di karyakarsa. Mampir ya, jangan lupa dukungannya. Akun karyakarsa-ku AokiRei sama dengan nama akun wattpadku. Yang mau pdf bisa kontak di no 081917797353
Jangan lupa tinggalkan jejak yah. Happy reading.
❤❤❤❤
Justin menatap kertas berisi alamat pemberian sang mama saat mereka sarapan bersama pagi tadi. Kertas itu sudah tidak berbentuk, entah sudah berapa lama kertas itu digenggamnya karena luapan emosi yang tidak bisa disalurkannya dengan baik.
Ini memang bukan kali pertama mamanya menunjukkan penolakannya terhadap hubungannya dan Emily, tapi ini kali pertama sang mama menyebutkan nama seorang wanita dalam perdebatan mereka. Justin yakin mamanya pasti baru mengenal wanita itu, jika mereka sudah lama mengenal pasti dari awal mamanya menyebutkan nama wanita itu dalam perdebatan mereka.
Entah apa keistimewaan yang wanita ini miliki sampai mamanya dengan lantang menjadikan wanita ini sebagai kandidat calon istrinya. Bukan hanya itu, mamanya bahkan meminta Justin kediaman wanita itu untuk langsung melamar wanita itu.
Justin tertawa. Ini gila. Benar-benar gila.
Ia tidak mungkin mendatangi kediaman seorang wanita yang sama sekali belum dikenalnya dan langsung mengajukan lamaran hanya demi memenuhi keinginan mamanya. Lagi pula ia mencintai wanita lain dan wanita itulah yang diinginkannya untuk menjadi istrinya. Sialnya ia tidak memiliki kemampuan untuk menolak keinginan sang mama dengan tegas. Ia terlalu menyayangi mamanya melebihi dirinya sendiri. Tapi ia juga tidak bisa meninggalkan Emily karena ia mencintai wanita itu.
Justin menghela nafas. Apa yang terjadi padanya saat ini benar-benar membuatnya resah. Disatu sisi ia ingin menjadi anak yang berbakti tapi disisi lain ia hanya ingin menikah dengan Emily karena ia mencintai wanita itu.
Tidak ada yang bisa menenangkan pikirannya saat ini selain Emily. Ia harus membicarakan hal ini dengan Emily. Emily wanita yang bijak, ia yakin Emily pasti akan bisa memberinya jawaban yang diinginkannya. Sayangnya Emily saat ini tengah berada di Bath, ia tidak mungkin bisa bertemu wanita itu sekarang.
Justin meraih gelas berisi brendi dan menghabiskannya dalam sekali teguk.
Tidak ada salahnya ia mendatangi kediaman Emily. Mungkin saja Emily sudah kembali namun lupa memberitahunya. Lagi pula semakin lama ia di rumah semakin permasalahan ini membuatnya pusing.
Dengan langkah lunglai Justin melangkah keluar rumah. Ia menaiki kuda yang disiapkan pelayan lalu melajukannya ke kediaman Emily. Tidak ada tempat lain yang bisa ditujunya selain kediaman sang kekasih meskipun kemungkinan untuk bertemu Emily sangatlah kecil.
Namun ucapan kepala pelayan membuat Justin lega. Emily sudah kembali. Ia datang ke tempat yang tepat.
"Lady Emily menunggu anda di ruang tamu, Your Grace," kata pelayan setelah Justin menunggu cukup lama di ruang depan.
Sejujurnya Justin tidak mengerti kenapa setiap kali mendatangi Emily, ia kerap kali menunggu cukup lama untuk bisa bertemu wanita itu. Bahkan para pelayan pun tidak akan langsung memintanya masuk dan menunggu di ruang tamu meskipun mereka semua mengenalnya cukup lama. Mereka akan mengkonfirmasi kedatangannya terlebih dulu pada Emily baru membiarkannya masuk dan menunggu di ruang tamu. Aneh memang tapi Justin pikir mungkin memang begitulah aturan di rumah Emily jadi ia tidak pernah mempermasalahkan hal itu.
"Your Grace," Emily menekuk kaki, memberi hormat pada Justin ketika Justin memasuki ruang tamu. "Senang bertemu denganmu."
"Aku merindukanmu, Emily," Justin langsung memeluk Emily erat. Ia memang sangat merindukan Emily karena sudah berhari-hari mereka tidak bertemu.