12. Pelarian

2.6K 316 48
                                    

Bia terdiam. Dia kehilangan semua kata-kata untuk diucapkan. Kepalanya serasa dihantamkan dengan kuat hingga tidak bisa digunakan untuk berpikir.

"Kenapa mereka kenal Bia, itu karena Bia pernah jadi cewek yang Aru suka. Mereka bukan tau kalo Bia adek Kakang," papar Kean lagi dengan lembut. Mencoba hati-hati pada adiknya yang sudah jelas dilanda penuh kepeningnya tentang 'betapa jahat yang dia lakukan selama ini.'

Bia menggigit bibirnya. Cewek itu pun berbalik dan berlari sekencangnya menuju pintu belakang. Membuat Kean terkaget akan tindakan tiba-tibanya.

"Bi!" Kean mencoba memanggil sembari menyusul. Pikirannya mendadak buruk, khawatir akan apa yang akan adiknya itu lakukan.

Bia menuju kamarnya. Dia langsung membuka lemari, menurunkan koper dan mengisinya dengan pakaian secara tergesa-gesa.

"Bi!" Kean mencoba menghentikan Bia, tapi tubuh kecil cewek itu membuatnya dengan mudah lolos. Sulit Kean hentikan.

"Bia mau pindah sekolah aja!" ucap cewek itu dengan mata yang sudah berlinang. Bibirnya bahkan sudah terlihat bergetar.

Kean menahan kedua bahu Bia, mendorongnya ke pintu lemari agar dia berhenti mengemasi pakaian.

"Hey, tenang, oke? Bia nggak perlu pindah. Bia cukup minta maaf sama Aru. Kata Bia dia baik, jadi mungkin dia udah nggak terlalu permasalahin. Bia jelasin semuanya, kalo dulu Bia emang nggak siap buat pacaran."

Mata berair itu menatap dengan menyedihkan. Bia semakin menggigit bibirnya. Masalahnya di sini pun Bia tak sepenuhnya jujur pada Kean. Zyan tidak akan memaafkannya seperti perkiraan pria itu.

"Bia juga udah malu-maluin Kakang." Air matanya berjatuhan dan mulai terisak-isak. Bia membuat Kean dicap pembohong oleh teman-temannya sendiri. Bia membuat pertemanan mereka rusak.

Bia tahu yang dirinya lakukan selama ini tidak bisa dikatakan benar, tapi dirinya sama sekali tidak ingin merugikan orang-orang terdekatnya. Bia tidak ingin mereka terkena imbas apa pun.

"Nggak, kami udah temenan lama, paling nanti ketawa-ketawa. Nggak akan ada masalah apa-apa."

Bia menggeleng-geleng. "Bia nggak mau. Bia nggak punya muka buat ketemu Kak Aru lagi di sekolah." Jika mereka masih bertemu, Zyan akan mengingat kesalahannya. Bia harus menghilang agar Zyan lupa tersendiri dan semuanya kembali menjadi baik.

Bia mendorong tangan Kean lalu kembali membawa pakaian dari lemari.

"Bia itu udah kelas 12 nggak semudah itu pindah." Terpaksa Kean memegang pergelangan Bia dengan agak kuat agar cewek itu diam.

"Bisa kok." Bia menggerak-gerakkan tangannya ingin lepas.

"Terus Bia mau ke mana?"

"Ke Bunda. Tante Cheryl juga SMA-nya sama Bunda, bukan sama orang tuanya. Bia juga bisa."

Kean menatap bingung. Meski itu adalah neneknya, keluarga mereka belum pernah tinggal berpisah dari dulu. Tidak akan ada yang setuju dengan keputusan cewek itu. Terlebih saat ini di rumah hanya ada dirinya, Kean bertanggung jawab penuh untuk tidak membuat Bia pergi.

"Bi." Kean mencoba membujuk dengan lembut

"Kakang lepasin Bia!" Cewek itu menjerit. Suara melengkingnya bercampur dengan suara tangisannya.

"Bi tenang."

"Bia mau pergi, lepasin!" Cewek itu berontak kuat.

"Bia nggak mikirin kalo Mama sama Papa bakal sedih?"

Cewek itu pun terdiam. Ia menunduk kemudian terisak-isak. Kean menghela napas. Pria itu pun perlahan menarik Bia ke dalam pelukannya.

"Kamu tenangin diri kamu dulu, kita cari solusinya, ya?"

Putus BerbayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang