Tahu apa yang paling menyebalkan dalam hidup?
Ketika kita enggan melakukan suatu hal, tapi kita harus melakukannya. Setelah perdebatan juga perenungan yang panjang, Bia akhirnya mulai melangkah untuk mendekati Leon.Kintan sudah menangani ketua kelas hingga yang mengumpulkan tugas dari Bu Marwa adalah Bia. Tugasnya dalam bentuk lembaran yang pastinya masih kurang untuk menarik rasa ingin membantu seseorang. Bia pun menambahkan dengan buku paket pelajaran terakhir. Alhasil lengan Bia sekarang seperti mau patah rasanya.
"Keluar sekarang, Bi," ucap Kintan setelah melakukan pengintaian dari jendela. Dengan kerja sama dari pihak Firly juga, sebentar lagi hal dramatis akan terjadi.
Bia mulai melangkah keluar, matanya fokus pada mulut pintu sementara dalam hati dirinya mulai menghitung mundur.
Tiga
Dua
SatuBRUK!
Kertas tugas beserta buku-buku tebal itu jatuh berhamburan ketika Bia bertabrakan seseorang yang melintas di depannya.
"Ya Tuhan, Bi. Sorry." Leon langsung berjongkok dan segera memunguti buku-buku itu.
Bia menyunggingkan senyum satu sudut sebelum ikut berjongkok dan mengumpulkan kertas-kertasnya. Tenang, Bia tidak akan membuat scene seperti tangan yang saling memegang karena hendak mengambil benda yang sama. Ia hanya perlu menarik empati Leon saja.
"Sendirian aja, Bi?" tanya Leon seraya melihat ke dalam kelas yang sepi--Kintan sudah bersembunyi dengan baik.
"Iya, ketua kelasnya ada urusan, mau nggak mau gue yang bawa."
"Oh iya, Firly pernah bilang lo wakilnya ya."
Bia tersenyum manis lalu mengangguk. Matanya menilai baik-baik. Meski Leon membalas senyumnya, tapi sorot matanya tidak menunjukkan sedikit pun ketertarikan.
Dia secinta itu sama lo, Firly! Bia ingin sekali berteriak. Senyumnya yang bahkan tak pernah gagal saja tidak mempan untuk Leon.
"Gue bantuin, kasian tangan lo udah merah-merah gitu." Leon mengambil semua buku paket kemudian bangkit berdiri. Sementara Bia memeluk lembar tugas dan mulai melangkah di samping cowok itu.
"Makasih ya."
"Nggak masalah," jawab Leon dengan tawa ringan. Dia memang punya pembawaan yang positif.
Koridor yang mereka lewati sepi. Hanya tersisa beberapa orang yang bersiap mengikuti ekskul. Warna sinar matahari yang memancar terlihat keemasan, membuat suasana menjadi damai dan tentram. Cocok untuk membicarakan sesuatu yang cukup istimewa. Yeah, istimewa.
"Lo pernah nonton konser nggak, Le?" tanya Bia di sela perjalanan mereka.
"Lo suka musik ya, Bi?" Leon malah balik bertanya. Terdengar jika dia cukup tidak percaya dengan yang Bia bahas.
Karena jawabannya juga tentu tidak. Namun, karena beberapa kali Bia punya klien yang suka musik, jadi Bia lumayan paham tentang dunia itu.
"Nggak bisa dibilang gitu juga. Gue pernah pake filter AI dan nyantol sama sound-nya. Sampe gue jadiin lagu favorit. Nah, gue dapet info kalo mereka bakal konser di Jakarta." Bia menatap ke arah Leon yang sedari tadi menyimak ucapannya dengan baik.
"Yoasobi, lo tau?"
Leon terlihat tertegun begitu Bia mengatakan itu. Firly bilang Leon memang tidak mengekspos pada siapa pun, tapi dia dia punya playlist tetap tentang penyanyi duo itu.
"Lo mau nonton konser itu?" tanya Leon dengan kening yang berkerut-kerut samar. Matanya sedikit memicing seolah tengah melakukan penilaian yang serius pada Bia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putus Berbayar
أدب المراهقينBermula ketika pacar temannya diam-diam nge-chat atau cowok yang PDKT-in temannya berujung nembak ke dia, Bia sadar ternyata dirinya punya bakat menjadi pelakor. Dengan gen enterpreneur yang mengalir di darahnya, Bia pun mengubah kesialan itu menjad...