KAPAL TAK BERLABU

162 37 32
                                    

Hari libur mungkin merupakan hari untuk hibernasi bagi seluruh siswa. Berbeda dengan anak-anak geng motor Phoenix. Pengumuman yang di informasikan oleh Afaska tepat pukul 00.00 suskes membuat semua anggota geng motornya kalang kabut. Hari Minggu pukul delapan tepat mereka harus sudah berada di markas. Dipandanglah wajah anggotanya ini satu persatu. Ada yang segar bugar, adapula yang jiwa dan raganya masih terpisah.
Setelah mendengar arahan yang diberikan Afaska, mereka gerak cepat untuk mengerjakannya. Bukan karena takut akan perintah Afaska, tapi karena ingin segera selesai saja tugas itu. Sungguh mereka ingin cepat pulang kemudian melanjutkan tidur.

"Ini catnya gue taruh mana woyy!?"
Fardhan berteriak pada seisi markas.

Dari semua anggota Phoenix yang membantu, hanya dia yang masuk ke dalam kategori tim kontra. Bagaimana tidak? Rencana Afaska sangat tidak masuk akal baginya. Jika seseorang hendak menyatakan cinta, pasti dia akan memilih tenpat romantis seperti danau atau taman untuk melakukan itu.
Hal ini berbeda dengan Afaska. Laki-laki itu malah memilih markas Phoenix untuk dijadikan tempat menyatakan cintanya. Paling absurd lagi, Afaska menginginkan
perombakan baru pada markasnya dengan mengganti warna cat tembok yang sudah usang dengan warna yang lebih kalem sesuai karakter Gea, dan kemudian akan dilanjutkan dengan mendekor berbagai perabotan agar lebih terlihat seperti rumah.
Setelah melalui berbagai macam ajang debat, terpilihlah warna biru telur asin sebagai warna baru markas mereka. Fardhan yang memiliki jiwa malas tingkat akut diharuskan ikut serta. Tentu saja laki-laki itu tidak setuju namun pendapat itu malah dianggap angin lalu oleh teman-temannya. Fardhan berpikir keras agar dirinya tidak terlalu lelah dan terpikirlah ia untuk membeli barang-barang keperluan dekorasi. Dan kini laki-laki itu tengah menyelesaikan tugas pertamanya, membeli cat tembok.
Pertanyaan Fardhan disahut Virdy. Dengan entengnya Virdy memerintahkan Fardhan untuk meletakkan cat itu di bawah mejanya kemudian dengan santai laki-laki itu memberikan kuas kepada Fardhan. Fardhan yang terkejut sempat menolak kuas itu, namun begitu ia melihat wajah sok melas yang Virdy berikan, mau tidak mau Fardhan menerimanya. Alhasil mereka berdua kini mengecat tembok itu bersama-sama.

"Waduh rajin bener saudara-saudaraku ini."
Galih berkata sambil meletakkan beberapa makanan untuk camilan mereka. Galih, Tomy, dan Fero memang sengaja datang terlambat. Maklum, mereka bertiga harus beribadah terlebih dahulu. Melihat mereka bertiga membawa makanan, semua anggota Phoenix menghentikan aktivitasnya. Mereka hendak istirahat terlebih dahulu.

"Gue masih nggak habis pikir sama ulah Crocodile kemarin. Udah jelas mereka kalah, bisa-bisanya nggak terima. Parahnya lagi beraninya mereka mau nyelakain Cahaya di depan Afaska. Wajar kalau afaska sampai emosi banget."
Apa yang dikatakan Virdy benar adanya. Laksa, sang leader Crocodile mengalami kekalahan ketika bertanding dengan Afaska. Untuk menutupi rasa malunya, Laksa berhasil memicu emosi Afaska dengan mengungkit Cahaya. Sempat mereka baku hantam namun cepat dilerai oleh Andika dan Tomy yang sudah merasa keadaan kurang beres.

Sewaktu Afaska hendak meninggalkan tempat pertandingan itu, Laksa kembali mengajaknya balapan untuk menentukan ulah Crocodile selanjutnya. Jika Phoenix menang, Crocodile tidak akan bertindak pada bahan taruhan sebelumnya. Jika Crocodile yang menang, Phoenix harus merelakan Cahaya untuk mereka lukai.Tangan Afaska meremas botol minum dengan kuat. Tanpa pikir panjang, ia menyetujui tantangan itu. Kini mereka sudah berada pada lintas yang sama. Deruan motor milik Laksa dan Afaska saling bersahutan. Jalanan yang basah dan licin membuat motor Laksa yang melaju terpeleset. Motor yang ia kendarai menabrak lampu tiang yang berdiri di pinggir jalan. Posisi Afaska yang berada di belakang Laksa berhenti. Laki-laki itu membantu lawannya yang kesusahan berdiri akibat dirinya terjepit motor. Tak lupa Afaska menulis motor Laksa dengan phylox yang sempat dibawanya, kemudian pergi meninggalkan lawannya seorang diri.
Laksa mengumpat mati-matian melihat kalimat yang dituliskan Afaska. Di kejauhan Afaska menyunggingkan senyum remehnya, dan melaju kencang untuk memenangkan pertandingan. Kemenangan Afaska disambut senang oleh teman-temannya. Fardhan yang selalu mengkhawatirkan keadaan Afaska, tak henti-hentinya mengucapkan wujud syukurnya.

AFASKA {Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang