KAPAL KU TERNYATA BERLABUH

123 33 24
                                    

Ruangan yang begitu gelap. Itulah keadaan yang dialami Afaska saat ini. Terhitung dua minggu sudah laki-laki itu terkurung di dalam sana. Penjagaan yang ketat mempersulit laki-laki itu untuk melarikan diri. Hanya semangkuk nasi dengan lauk seadanya yang tiap hari mampu dirinya makan.
Setelah mendapat penolakan cinta dari Gea, Afaska segera pergi ke jembatan yang biasa ia datangi saat suasana hatinya tidak baik. Baru sekitar sepuluh menit dirinya sampai di tempat, ponsel dari sakunya mendadak berbunyi. Ada satu pesan masuk di sana. Pesan ancaman yang ditujukan kepada adiknya sukses membuat Afaska kembali mengendarai motornya untuk menemui sang adik.
Setibanya di sana, dirinya langsung mendapat pukulan keras dari arah belakang yang membuat laki-laki itu pingsan. Afaska menyadari dirinya sudah berada di dalam ruangan yang sempit, dingin, dan gelap pada malam hari.
Afaska tidak mengerti ulah apa yang akan ayahnya itu lakukan. Afaska tahu leader Crocodile yang sebenarnya adalah ayahnya. Ia mengetahui fakta itu satu tahun lalu. Saat ayahnya datang menemui Laksa tepat saat laki-laki itu berada di rumah sang ayah. Afaska masih tidak berani menceritakan hal ini pada teman-temannya. Ia takut mereka mengira dirinya pengkhianat.
Rencana Afaska untuk membawa Cahaya pergi juga menjadi kendala tersendiri. Cahaya yang sudah terlanjur percaya dengan bujuk rayu ayahnya menjadi sukar untuk diajaknya pergi bersama. Sifat keras kepala ayahnya diturunkan tepat pada Cahaya.
Dernyitan pintu terbuka lebar. Afaska mengalihkan pandangan ke arah pintu tersebut. Nampak seseorang berusia lima puluhan menghampiri Afaska. Dengan wajah remeh, seseorang tersebut memandang Afaska yang sudah lemah akibat kurang nutrisi.

"Bagaimana keadaanmu Son? Mau mengabari kawan-kawanmu?"
Dua minggu sudah ponsel Afaska ikut tersita. Ingin rasanya pemuda itu menghubungi Tomy namun tak bisa. Keahlian ayahnya dalam mengotak-atik ponsel melebihi kemampuan sahabatnya.

"Mau Ayah sebenarnya apa sih? Kalau hanya mau menemuiku, kenapa harus mengancam dengan nama Cahaya? Tak bisakah Ayah mengundangku secara langsung, hah?!"
Kesabaran Afaska sudah habis. Ia hanya ingin kembali. Sekuat-kuatnya seseorang, pasti dia juga memiliki kelemahan. Afaska hanya ingin membawa Cahaya.

Cahaya adalah kelemahannya. Ia tidak ingin Cahaya memiliki jalan pikiran yang buruk seperti ayahnya.

"Ayah hanya ingin bertemu denganmu. Sekaligus mengajakmu untuk bergabung sebagai leader Crocodile secara sah. Ayah capek jika harus mengangkat bidak terus."

"Sampai kapanpun aku nggak sudi menjadi penerus Ayah!"
Jawaban Afaska mendapat satu tamparan keras dari tangan Cakra, ayah Afaska.

Tamparan itu sukses membuat Afaska terlempar hingga tak sadarkan diri. Cakra hanya tersenyum melihat putranya. Dengan santai Cakra menghampiri Afaska yang tergeletak. Menggoda sang putra yang dia pikir sedang berpura-pura.
Raut wajah Cakra berubah seketika saat Afaska tak kunjung bangun. Dirabanya seluruh tubuh putranya itu, panas! Secepatnya lelaki itu mengantarkan anaknya ke rumah sakit. Ia tak mengira jika perbuatannya membuat darah dagingnya nyaris kehilangan nyawa.
Dengan raut khawatir, Cakra membopong Afaska menuju ruang rawat. Dilihatnya wajah pucat sang putra sebelum diperiksa. Hatinya merasa bersalah. Cukup istrinya yang pergi meninggalkannya. Kejadian lima tahun lalu jangan sampai terulang kembali.

"Maafkan Ayah, Ayah harus bersikap seperti ini hanya untuk bisa bertemu denganmu. Ayah ingin kita hidup bersama. Tapi semua perlu waktu. Maafkan Ayah, Afaska."

***

Afaska tersadar saat dirinya sudah berada di rumah sakit. Dilihatnya jam dinding yang berdenting. Dapat laki-laki itu lihat waktu yang berjalan menunjukkan pukul 22.00. Melihat ruangan yang ia tempati sepi membuat laki-laki itu berpikir untuk melarikan diri. Dilepaslah infus yang menancap di tangannya, dan ia segera pergi dari tempat itu.
Kini Afaska sudah berada tepat di depan rumah Virdy. Lokasi rumah yang paling dekat dengan area sekolah. Afaska sudah berjalan sejauh itu. Sambil sempoyongan, laki-laki itu berusaha menahan tubuhnya. Ia ingin segera sampai ke rumah.
Virdy yang hendak membuang sampah dikejutkan dengan seseorang yang diduganya adalah sang komandan. Segeralah ia berlari menghampiri sang komandan setelah dirinya memastikan berulang kali. Tepat saat Afaska hendak ambruk, Virdy menahan tubuh Afaska. Dibawalah Afaska secara perlahan untuk dibawanya ke dalam rumah.

***

Berita ditemukannya Afaska sudah tersebar sampai ke telinga Gea. Hari ini merupakan hari ketiga setelah hari pengumuman itu. Mendengar Afaska yang masuk sekolah membuat Gea antusias untuk menemui laki-laki itu. Sepulang sekolah Gea langsung mendatangi markas Afaska bersama Dora dan Mutiara. Untuk kali ini dirinya bertekad untuk mengatakan kebenarannya. Ia tidak ingin kebahagiaan yang seharusnya ia dapatkan harus pupus.
Kedatangan Gea mendapat tatapan sinis dari personil Phoenix. Afaska yang melihat raut wajah teman-temannya menjadi bingung. Ada apa dengan mereka? Gea memohon untuk berbicara empat mata dengan Afaska. Berkat bantuan Andika, akhirnya semua anggota Phoenix menyetujui permintaan gadis itu.

"Kenapa Ge?"
Afaska bertanya dengan suara khasnya. Suara inilah yang Gea rindukan. Dua minggu Gea tak mendengar suara itu. Rasanya sangat hampa. Serasa bagian tubuhnya mati rasa. Tatapan lembut yang Afaska berikan teramat tulus. Seakan laki-laki itu melupakan semua kejadian yang pernah gadis itu lakukan.

"Aku mau minta maaf. Maaf karena aku menolakmu hari itu. Maaf harus mengecewakanmu. Maaf karena telah mematahkan hatimu."
Perkataan Gea membuat Afaska sedikit bingung.

"Aku juga suka sama kamu, Ska. Aku membohongi perasaanku waktu itu. Maafkan aku. Aku tahu rasanya pasti sakit saat kamu mendapat penolakan. Aku tahu itu. Ada alasan mengapa aku melakukan hal itu. Aku minta maaf."
Mendengar pengakuan Gea membuat hati Afaska menghangat. Ia tak menyangka jika perasaannya terbalas. Diraihnya tangan lembut Gea. Ditatapnya mata gadis itu. Tidak ada kebohongan di sana. Perasaannya benar-benar berlabuh. Ada dermaga yang menanti kebersamaan mereka.

"Kamu mau jadi pacarku, Ge?"

"Iya, aku mau."
Jawaban Gea mendapat sorakan tim Phoenix dari luar. Penyakit menguping mereka memang sudah tidak bisa dihilangkan. Begitu mendengar pengakuan Gea, hati mereka terasa lega. Komandannya mendapatkan kebahagiaan. Sungguh nuansa yang indah. Dalam sekejap, status komandan mereka sudah bukan single lagi. Mereka mendapat ibu komandan baru.

***

Berita pacaran antara Afaska dan Gea tersebar di seluruh sekolah. Informasi itu terdengar jelas di telinga Putri. Tidak bisa dibayangkan bagaimana perasaan gadis itu saat ini. Sejak dirinya pertama kali menginjakkan kaki di sekolah, dia sudah menyukai Afaska. Rasa malu untuk mengajaknya berkenalan yang membuat perempuan itu enggan untuk mencoba dekat. Saat ini dia hanya bisa menyesali perbuatannya.
Rasa sakit dihatinya bukan hanya karena Afaska yang sudah memiliki pacar. Gea pacar Afaska, Putri merasa dirinya dikhianati. Gea menusuk hatinya. Gadis itu tak percaya jika Gea berbuat demikian.

"Lo pasti mikir Gea nusuk lo dari belakang, kan?"
Dora datang menghampiri Putri yang sedang duduk sendiri di dalam kelas. Semua siswa tengah istirahat, dan ada yang sedang beribadah.

"Gue mohon sama lo Put. Buka pikiran lo. Gea sama sekali nggak nusuk lo dari belakang. Kalian memang mencintai orang yang sama. Tapi Afaska memilih Gea, dan kamu nggak boleh egois."

"Maksud lo gue harus nerima ini semua? Nggak segampang itu Dor!"

"Iya gue tahu. Gue paham perasaan lo. Gue nggak akan maksa lo buat nerima keadaan dengan semudah itu. Tapi gue mohon lo kasih pengertian di posisi Gea."

"Gue akan nerima semua ini, kalau ada satu orang yang bisa ngeyakinin hati gue kalau cinta nggak pernah salah!"

Putri meninggalkan Dora. Putri merasa semua orang berpihak pada Gea. Tidak adakah orang yang mau mengerti perasaannya? Ia ingin dihibur. Ia juga ingin perhatian. Setidak berhargakah dirinya di mata sahabat-sahabatnya?

AFASKA {Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang