SALAH PAHAM YANG TERPECAHKAN

49 16 11
                                    

Afaska mengajak Gea pergi ke suatu tempat. Gea yang tak tahu hanya menurut. Sebenarnya Gea membantah saat dirinya diajak oleh laki-laki itu. Luka tembakan yang masih ada di kaki sang suami membuatnya tak mengizinkan jika laki-laki itu beraktivitas berlebihan.

Kini Afaska memohon kepada Gea untuk diizinkan. Entah karena apa Afaska begitu kekeuh untuk dikabulkan permintaannya. Karena kasihan, akhirnya Gea mengizinkan dengan satu syarat. Laki-laki itu boleh pergi asalkan bersama dengan dirinya. Tidak boleh sendiri. Afaska yang semula memang hendak mengajak Gea mengangguk penuh antusias. Dengan cepat Afaska mengganti pakaiannya begitu juga Gea dan mereka segera berangkat.
Afaska hanya diam selama perjalanan. Gea yang menjadi sopir mengikuti tingkah laki-laki itu. Rasa penasaran sudah melekat sedari tadi. Namun Gea tak mau untuk bertanya. Ia ingin Afaska mengatakannya sendiri.

Setelah perjalanan yang menghabiskan waktu hanya lima belas menit, mereka sudah sampai tujuan. Gea segera memarkirkan mobilnya, dan turun membantu Afaska yang masih berjalan sedikit terseok.
Gea dapat melihat sebuah bangunan baru di matanya. Ini kali pertama Afaska mengajak sang istri. Bangunan bertuliskan 'Resto Agea' sedikit membuat Gea terpukau. Bangunan ini didesain kekinian. Sesuai dengan selera anak muda zaman sekarang. Tata letak dan desan arsitektur yang apik semakin menggugah masyarakat untuk tertarik dan memasuki resto tersebut.

Afaska mempersilahkan Gea untuk duduk di salah satu kursi, sedangkan laki-laki itu pergi ke arah dapur seperti sedang merencanakan sesuatu. Dapat Gea lihat kesibukan beberapa karyawan. Resto mereka sedikit ramai. Gea tersenyum melihat hilir mudik karyawan yang cekatan melayani pelanggan.
Senyum Gea bertambah lebar saat dirinya baru menyadari sesuatu. Mereka adalah Phoenix. Semua karyawan yang bekerja adalah anggota Phoenix. Tidak begitu Gea kenal sebab mereka mayoritas terdiri dari anggota muda.

Bunyi lonceng terdengar pertanda pelanggan baru. Netra Gea menangkap seseorang yang baru dikenalnya. Ia kenal saat dirinya memergoki Afaska yang sedang berbincang dengan gadis itu. Mendadak hati Gea sedikit merasakan panas.
Dengan santai disertai senyum yang membuat Gea makin panas, perempuan itu duduk tepat di sebelah Gea. Gea hanya mengacuhkan kehadiran orang itu sembari menyeruput jus stroberi yang baru diantarkan salah satu pelayan. Dibukalah ponsel gadis itu. Gea tidak ingin menganggap wanita itu ada.

"Hai, aku Dewita," sapa perempuan itu mencoba bersikap ramah. Gea hanya melirik sekilas, dan enggan untuk menerima uluran tangan yang diberikan perempuan itu.
Dewita masih berusaha menerima.

Perempuan itu cukup maklum dengan sikap Gea. Salah paham yang terjadi hari lalu cukup membuat dirinya merasa bersalah. Dewita berharap dirinya bisa bertemu dengan Gea, dan berbicara empat mata dengannya. Harapan itu terwujud. Dewita segera pergi ke resto begitu dirinya mengetahui kabar Gea berada di sana. Ia berharap dapat menjelaskan kesalahpahaman itu.

"Aku teman masa kecil Afaska. Kejadian waktu itu murni salah paham. Aku hanya membantu resto Afaska menyelesaikan masalah. Nggak lebih dari itu." Gea masih diam.

"Sebenarnya aku sudah menasihati Afaska untuk berdiskusi denganmu terlebih dahulu sebelum ia meminta bantuan padaku. Resiko bekerja pada teman yang sudah menikah memang harus berhati-hati. Aku tidak ingin terjadi salah paham seperti yang kamu alami saat itu."

"Aku juga dibohongi laki-laki itu. Dia bilang kalau dirinya sudah memberi tahu istrinya perihal kerja sama ini. Jadi aku fine-fine saja untuk menerima permintaan tolongnya."

"Malam hari setelah kamu memergoki kami, aku langsung memblokir WhatsApp Afaska. Aku berharap kalian menyelesaikan masalah terlebih dahulu. Baru esok paginya aku membuka blokirannya, dan mengirim beberapa pesan yang mungkin cukup untuk menasihati Afaska." Dewita membuka ponsel, dan membuka salah satu aplikasi di sana. Wanita itu menunjukkan pada Gea.

AFASKA {Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang