Chapter 8

69 7 0
                                    

       Tak lama kemudian bel masuk berbunyi menandakan para guru telah menuju kelas masing-masing. Dan sebentar lagi Marcell akan bergabung dikelas yang sama dengan kakaknya. Kira kira bagaimana wajah gugup Marcell saat memperkenalkan diri, apa akan selalu cool orangnya?

    Pintu kelas Kara perlahan terbuka. Wali kelas mereka masuk dengan membawa seorang murid yang sangat tampan. Tampan yang terlihat kalem, kalem karena lemot mikir. Dibalik wajah kalem itu ada kepribadian membagongkan yang disembunyikan. Tentu saja kakak dan para sahabatnya tau.

   Anak kelas, terutama cewek, heboh meminta Marcell memperkenalkan diri. Sang kakak hanya tersenyum geli melihat anak kelasnya yang begitu semangat. Padahal Arcell dan Marcell tidak beda jauh, hanya tinggi badan dan alisnya saja yang beda

    Guru mempersilakan murid baru untuk memperkenalkan diri.

Marcell menghela nafas singkat untuk menghilangkan kegugupan. Sudah banyak kata kata yang dipikirkannya saat mempenalkan diri .

"Kenalin nama gue Marcella Mahereza Farshal, kembarannya Arcell. Sekian"

  Walau akhirnya langsung to the poin gak jadi basa basi. Begitulah Marcell yang tidak basa basi dan omongannya yang tak bisa di rem sering bikin sakit hati.

   Kara dan Arcell menggeleng heran. Bagaimana tidak heran coba? Bisa bisanya ngenalin diri didepan guru pake kata 'gue' ketauan banget suka ngelawan ortu. Setelah memperkenalkan diri akhirnya diperbolehkan duduk. Tapi suasana tetap tak berubah, mereka tetap tertarik dengan murid baru itu.

   Tanpa bertele tele lagi Marcell mencari tempat duduk yang dekat dengan Arcell. Yang dekat, bukan yang kosong. Marcell lansung meletakan tasnya di meja tepat dibelakang Kara. Sekalian jagain titipan orang. Tempat yang di inginkannya juga bukan tampat kosong dan dihuni oleh  cewek.

"Minggir" Marcell menarik lengan cewek itu dengan kasarnya. Cewe  menoleh kearah teman sebangkunya yang berstatus sebagai pacarnya. "Lo mau berapa?" tanya Marcell ke cewek itu   

"Udah, Mall. Masih banyak bangku kosong" Arcell dengan baik mencoba menghentikan adiknya. Tapi Marcell malah mengerutkan kening tak suka "Lo diem aja" katanya. 

 Marcell mengeluarkan sebuah kotak putih dari tasnya untuk cewe itu "Ambil ini abis itu pergi. ada 2 juta di kotak itu, lo bisa itung dulu kalo gak percaya" begitu lah jika adik sangat ter obsesi dengan kakaknya. Cewe itu mengintip isi kotak nya lalu mengangguk dan pergi kebelakang. Mana ada yang tidak akan tergiur dengan uang segitu saat ingin uang jajan lebih, lumayankan untuk beli skincare?  

  Marcell bersmirk kearah kakaknya. Nyebelin. Arcell membuang muka lalu kembali memperhatikan Kara. Guru saat itu tidak bisa apa apa, melawan atau menasihati anak itu akan percuma dan bahkan ia harus berhadapan dengan kepala sekolah langsung. Semacam orang dalam yang terlambat hadir.   

"Kara, lo dapet kiriman apa kemarin?" tanya Marcell dengan suara pelan. 

     Saat itu jantung Kara seolah berhenti dan bersuara 'DEG' bgaimana Marcell bisa tau? ia hanya membicarakannya dengan Aru. Apa Aru menyebarkannya? Pertanyaannya membuat Kara membatu. Bagaimana jika Arcel tau? ia sudah terlalu merepotkan sahabatnya ini. Harus jawab apa agar mereka tidak peduli? Sekali lagi... hanya sekali lagi saja ia ingin menyimpan dsn menyelesaikan masalahnya sendiri, 

"Kara? lo kenapa?" kali ini Arcell yang bertanya "Lo kalo ada masalah ngomong aja, kita bakal bantu kok". Kara tersenyum tipis, ia tidak akan menjawabnya sekarang. Lalu Kapan? anggap saja tidak ada yang menanyainya sehingga ia tidak perlu menjwab. Semoga saja tidak ada yang menanyainya lagi  

.

.

.

.

.

.

.

.

.

       Kara menggigit bibir bawahnya sekencang mungkin, saat ini kondisinya sangat tidak diuntungkan. Tadi ia hanya ingin jajan dikantin tapi karena tidak ada yang mengikutinya ia jadi dalam bahaya. Sekarang kakel kakel kelas 12 memnyeretnya kebelakang kantin.

    Salahnya juga karena meninggalkan kembar Mahereza yang ingin ikut. Jadi kena sendiri. Kara tau dirinya akan dilecehkan disini. Anak kandungnya pak Reno juga ada disana.

"Jadi ini yang lo suka, Vin? cantik juga ya, padahal berbatang. Ya.... Gara gara bocah ini juga gue jadi homo. Gue pikir lo cewe tomboy" Salah satu dari mereka menahan tubuh Kara kedinding, panggil saja Erhan.   

"Lepasin!" Kara membuka suara. Seperti yang ditakutkannya, semua yang disana malah tersenyum. Ia sudah tidak bisa apa apa sekarang. "Kara, lo kenal abangnya Evan kan?" yang lain bertanya, Randi.  

   Kara langsung membuka mata lebar lebar. Siapa yang tanya tadi? apa jangan jangan mereka tau? Evan dulu adalah teman sekelasnya, hanya karena dekat dengan Allby. Siapa tadi? 

"Liat mukanya! Dia inget,cok!" seru yang lainnya.  

"Jangan! Lepasin gue!! Lepaassiiiinn!!" Kara memberontak sebisa mungkin, tenaganya tak memungkinkan untuk menang jangankan menang, lari saja tak bisa. Rasanya ingin menangis.  

"Lo kalo mau nangis jangan ditahan, gue tau lo cengeng"  anaknya pak Reno mendekat, Arvin. Anak dan bapak sama saja! sama sama homo. Arvin melepas seragam Kara dengan mudahnya. Tapi yang terlihat bukan lah tubuh Kara yang mengoda masih ada manset hitam. "Ada yang bawa benda tajem gak?" tanya Arvin ke teman temannya               

  Kara sudah tak bisa menahan air matanya. Ia sangat sangat takut sekarang. Kara melemaskan diri dan terduduk di tanah. Kakel kakel itu semakin senag melihat Kara yang tak berdaya. 

"Langsung telanjangin aja ,elah, udah nyerah ini, lansung ewe aja" Saran Erhan. Kara mengeleng kencang begitu reseleting celananya dibuka oleh orng yang menahannya. Kara membuang wajah kearah kanan lalu berhenti sejenak seolah menemukan harapan.     

Crazy Love; Crazy Boyfriend [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang