Jarum jam menunjukkan pukul satu malam ketika dia tiba di kamar kos-kosan yang sudah lama tak ditinggali oleh pemiliknya. Perjalanan kemarin ternyata memakan waktu cukup lama sehingga ia mengalami keterlambatan waktu untuk tiba kemari. Johnny sampai mengomel waktu dia menyuruhnya datang ke bandara untuk menjemputnya pada tengah malam.
“Kenapa nggak minta keponakan lo aja yang jemput? Dasar nyusahin orang!”
Meski menyebutnya menyusahkan, laki-laki itu tetap mau datang menjemputnya dan omelannya baru berhenti setelah dia memberinya barang sogokan—cinderamata yang dibeli waktu masih di Singapura.
Selesai mengantarkan ke tujuan pulangnya, Johnny langsung pergi tanpa mau repot-repot menanyakan kabar atau menanyakan aktivitasnya selagi pulang. Johnny mungkin tidak mau repot-repot menanyakan sesuatu yang sudah dia ketahui jawabannya. Karena inilah dia merasa lebih nyaman menghubungi temannya dahulu daripada keluarganya.
Dia mengunci pintu kamar dan mempersiapkan diri untuk memindai seisi kamar. Sudah berapa lama dia tidak kembali kemari? Rasanya baru kemarin dia pergi, tapi terasa seperti sudah bertahun-tahun.
Sudah lama, ya ....
Meskipun sudah lama, kamar ini masih tampak rapi, bersih, dan barang-barang lamanya masih lengkap seperti sedia kala. Tidak ada yang berubah pada tata letak barang karena semua telah diatur sesuai pada tempatnya. Bahkan tong sampah lama pun masih ada di sana, tidak pernah tergantikan meskipun bentuknya sudah tak layak pakai lagi.
Aku pulang ....
Dia merebahkan tubuhnya di atas kasur yang masih terawat selama sekian tahun. Dalam keheningan panjang yang menyiksa raganya ini, dia menahan napas dan memejamkan mata.
Di hari ketika menyadari bahwa dia tidak akan pernah lagi mendapatkan kabar darinya, dia berubah menjadi orang gila yang akan melakukan segalanya untuk mempertahankan kenangannya. Salah satunya dengan memiliki kamar ini sebagai miliknya.
Saudaranya, teman-temannya, bahkan si pemilik kos sampai mengatainya laki-laki bodoh karena membeli sesuatu dengan alasan tak wajar. Terlebih lagi setelah mereka mengetahui bahwa dia telah ditinggalkan.
“Lo jual mobil demi beli kamar kos-kosan? Dasar sinting!”
Teman-temannya menyebutnya sinting hanya karena dia ingin mempertahankan kenangannya.
“Mau jual apalagi kamu? Demi satu cewek yang ninggalin kamu tanpa kabar, kamu sanggup mau jual warisan ibu kamu? Jangan bego-bego amat jadi laki.”
Tidak masalah baginya ketika kakak-kakaknya menganggapnya laki-laki bodoh, tapi jadi masalah serius baginya ketika mereka menjelekkan kekasihnya. Tali persaudaraan mereka yang telah rusak semenjak saudaranya berhubungan kembali dengan orang tua itu, dan semakin rusak ketika mereka mulai ikut campur dengan masalah pribadinya.
Kamu pergi ....
Dia telah menunggu kabarnya selama berjam-jam, berhari-hari, hingga berbulan-bulan. Kepergiannya ini sama sekali tidak terpikirkan olehnya. Dulu Taeyong mengira dia hanya pamit pulang sebentar dan pasti akan kembali kepadanya. Namun, nyatanya dia pergi dan tidak pernah kembali lagi.
Waktu itu Taeyong tidak mencurigai apa pun terkait kepergiannya. Taeyong sangat yakin kalau dia pasti kembali, mengingat barang-barangnya masih banyak yang ditinggalkan. Dia hanya pulang membawa satu tas ransel belaka. Sementara barang-barangnya yang lain tertinggal di kamar kos-kosannya.
Ah, ternyata dia bodoh karena tidak menyadarinya dari awal. Perempuan itu ternyata telah merencanakan kepergiannya. Barang-barangnya pun sengaja banyak ditinggal supaya dia tidak mencium bau-bau kepergiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life After Break Up | taesoo [✔️]
Fanfic"Aku minta break, kok kamu minta putus?" ©2024 by hippoyeaa