Kuliah siang hari ini terasa lama banget. Semestinya jam 1 siang sudah selesai, tapi sampai jam 2 siang kelasnya belum rampung-rampung sampai komting kelas menyela sang dosen untuk sekadar mengingatkan bahwa jam mengajarnya telah usai satu jam lalu. Bu Anna yang merasa jam kuliahnya belum selesai kontan tercengang saat mengecek langsung jam di ponsel, lalu buru-buru meminta maaf karena ternyata beliau tadi salah baca waktu makanya waktu mengajarnya bertambah.
Begitu kuliah rampung, Jisoo bergegas membereskan buku dan perlatan tulisnya. Memasukkan semua ke dalam tas. Dia sudah tak sabar ingin segera pulang ke kos-kosan.
“Masih sakit kepala?” tanya Bona yang sudah rampung meringkas barang-barangnya dan kini sedang menunggunya.
Jisoo mengangguk samar. Dari tadi pagi kepalanya sakit, nyut-nyutan, dan saking sakitnya dia sampai enggak bisa fokus mengikuti perkuliahan siang ini. Diam-diam tadi selama dosen mengajar dia ketiduran di bangku bagian pojok, tepat di belakangnya Baekho—si mahasiswa bertubuh besar yang keberadaannya cukup mampu untuk menyembunyikan Jisoo dari perhatian Bu Anna. Untungnya, selamat tiga jam ke depan tadi Bu Anna tidak memergoki mahasiswinya yang terang-terangan tidur selama mata kuliahnya.
“Semalam pasti habis bergadang dan nangis, kan?”
“Yeah, begitulah.” Tidak ada yang mau bantah lagi toh, memang begitulah apa adanya. Semalam dia bergadang melanjutkan skripsi lalu ditambah masalahnya sama Taeyong. Mereka bertengkar hebat hanya gara-gara Jisoo tidak menyambut panggilan teleponnya dan Jisoo yang tidak terima disalah-salahkan langsung menyudutkan Taeyong kalau itu juga yang dirasakannya saat dia lupa memberinya kabar.
“Kita udah putus. Jadi, buat apa aku terima panggilan teleponmu!” Barulah perdebatan itu berhenti ketika Jisoo mengingatkan status hubungan mereka, lalu Taeyong pergi dengan perasaan kecewa. Seperginya laki-laki itu, Jisoo menangis merasa tertekan dan Bona menjadi saksi dari tangisannya.
“Dada gue semalam sesek banget dan bawaannya pengen mual juga.”
“Asam lambung lo tuh, pasti kumat!” Bona memelototnya. “Makanya rutin sarapan, makan teratur, dan jangan kebanyakan stress.”
“Siapa juga yang mau stress?” timpalnya. “Lo tahu kan, Na, akhir-akhir gue digempur sama skripsi ditambah dosbing gue perfeksionis dan susahnya minta ampun buat ditemuin. Ditambah lagi masalah percintaan gue. Lengkap banget penderitaan hidup gue as mahasiswa.”
“Dulu kan udah gue bilang. Jangan ambil metode penelitian eksperimental dan Bu Dany.”
“Bukan gue yang mau. Bu Dany yang nyuruh gue ambil motode itu. Beliau bilang penelitian gue lebih bagus kalau pakai metode eksperimental.”
“Tapi lo bisa nolak asal nggak menyanggupi saran dosbing lo.”
“Sudah telanjur.” Bagaimana caranya mau menolak kalau setiap bimbingan Bu Dany selalu menyinggung penggunaan metode eksperimental terkait skripsinya. Bu Dany tertarik sama skrispinya sejak di hari pertama dia menyodorkan judul buat skripsi. Semenjak hari itu Bu Dany suka mewanti-wanti agar dia menggunakan metode penelitian eksperimental karena menurutnya skripsinya menarik. “Gue jadi pengen balik ke rumah. Rasanya pengen berhenti satu semester lagi.”
“Wah, orang gila. Semester kemarin lo udah stop, masa sekarang mau stop lagi?”
“Kasihan adik gue, Na, di rumah sendiri. Bokap gue selalu pergi, jarang di rumah.”
“Makanya selesain skripsinya! Sayang tahu berhenti sekarang. Lagian lo udah sampai di bab tiga on the way bab empat, kan?”
Jisoo mengangguk.
“Adik lo masih ada pengasuhnya. Gak perlu lo kasihin. Kasihin aja diri lo sendiri.”
Mendengar omelan Bona membuat sebagian kecil sakit kepalanya mereda. Inilah alasan kenapa Jisoo betah temanan sama Bona dibanding sama orang lain. Meski Bona orangnya agak cerewet kayak emak-emak, tapi dia enggak pernah menjelekkan temannya di belakang dan selalu jadi garda terdepan untuk membela temannya. Dibanding beberapa orang yang diam-diam ternyata suka ngomongin teman di belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life After Break Up | taesoo [✔️]
Fiksi Penggemar"Aku minta break, kok kamu minta putus?" ©2024 by hippoyeaa