4/30

4 2 2
                                    

"Lo gapapa?" Sayup-sayup aku mendengar suara seorang pria di telingaku.

Aku mengerang. "Gapapa, pala lu. Jelas-jelas gue pingsan," ucapku masih sambil memejamkan mata. Mataku rasanya berat banget.

Tanpa melihat pun aku sudah tahu itu suara punya siapa. Jadi ya, aku nggak perlu repot-repot melek untuk memastikan tebakanku benar atau salah.

"Gue di mana?" tanyaku, masih sambil merem.

"Rumah gue."

"HAH?!" Spontan aku bangun terduduk. "Aduh." Badanku sakit. Aku meringis menahan perih.

"Apaan sih, lo? Kayak nggak pernah main ke rumah gue aja. Lebay."

Pandanganku beredar. Aku ada di sofa di ruang tamu. Dan benar ini rumah Galang. Tapi kok sepi?

"Sandra mana?"

"Udah pulang."

Galang yang tadi ada di sampingku berdiri dan berjalan ke arah dapur. Ia kembali lagi dengan membawa secangkir minuman.

"Minum nih. Gue bikinin teh anget."

"Kok gue bisa di rumah lo?"

"Minum dulu, Oneng. Cape-cape gue bikin, nyerocos mulu. Nih, minum," kata Galang maksa.

Aku mengembuskan napas, menuruti apa yang dia bilang.

"Tadi gue di telepon, katanya lo kecelakaan terus pingsan. Yaudah gue samperin, gue bawa lo ke sini karena rumah lo kosong."

Rumahku kosong? Tumben. Kan tadi ada Mama?

Selagi aku minum, Galang menceritakan secara detail kejadian tadi. Katanya, cewek yang aku tabrak itu adik kelasku di SMP dulu dan adik kelasnya Galang juga. Dia punya nomornya Galang, dan tahu kalau aku dekat dengan Galang. Jadi dia telepon Galang.

Aku dibawa ke sini karena rumahku kosong. Dan mama papaku nggak angkat telepon dari Galang. Sedangkan cewek itu aman. Dia cuma tergores dikit. Aku? Lumayan parah, sih. Dagu, siku, lutut, semua luka dan berdarah. Bahkan bajuku dan celanaku sobek-sobek saking brutalnya aku mencium aspal jalanan.

Aku mengangguk-angguk paham.

"Sorry," katanya tiba-tiba.

Keningku berkerut. "Buat apaan? Lo kan ga salah. Justru gue harusnya bilang"

"Buat drama yang gue bikin selama ini ke elo, Sa." Ia memotong ucapanku.

Meski dia nggak lanjut bicara, aku seolah paham ke mana arah pembicaraan ini akan berjalan.

Dadaku rasanya dingin. Dan kosong. Ternyata bener ya?

"Gue udah tau, kok. Gapapa," kataku.

Aku menengadahkan kepala menatap ke langit-langit dan fokus kepada lampu yang tergantung di sana. Aku nggak mau nangis karena alasan sepele ini.

"Sorry, gue tau Sa, lo suka sama gue. Tapi gue gabisa bales perasaan lo. Sama sekali gue gabisa. Gue gabisa suka sama lo."

Tanganku melemas. Aku tertawa sedikit.

"Soalnya gue jelek ya?"

"Bukan."

"Terus karena apa?"

"Karena kita sahabatan. Gue ga sanggup kalo harus putus dan kehilangan lo. Gue gabisa."

"Oh..."

Tiba-tiba Galang mendekatkan diri ke tubuhku dan menggenggam tanganku.

Tapi aku melepasnya.

"Lo drama lagi? Ga cape?" Aku menatapnya nanar.

Galang menunduk. "Sejauh mana lo tau, Sa?"

"Semuanya gue juga udah tau."

"Sejak kapan?" tanya Galang.

"Sejak terakhir kali lo telepon gue, dan bikin challange norak itu."

Aku mendorong tubuh Galang menjauh.

"Thanks ya. Gue balik dulu," kataku dan perlahan menggerakkan tubuhku untuk bangkit.

[.]

Hellow, Mellow!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang