7. Tuan dan Nyonya Adiwijaya

1.7K 157 2
                                    

"Umm ngapain tiba tiba mau ngenalin gw ke bokap nyokap lo?"

"Pengen aja."

"Oh..."

Tak lama mereka menjalin keheningan, Reas kembali bersuara. "Lo aneh."

Tiba tiba di cap aneh, tentu Sagara bertanya tanya. Bagian mana dari dirinya yang terlihat aneh di mata Reas. Salah satu alisnya terangkat, lalu ia bertanya kenapa.

"Kenapa?"

"Aneh aja. Orang yang dikenalin ke orangtua itu biasanya pacar, tapi lo malah ngenalin gw. Kalau lo ga lupa aja, kita ini musuhan. Apa ga aneh orang ngenalin musuhnya ke orangtuanya." Reas berucap panjang lebar. Ia hanya sedikit bertanya tanya dengan aksi Sagara ini.

"Gw bukan musuh lo lagi, Reas."

"Alah, terus yang bawahan lo nyerang Garel itu apa? Jangan bodoh bodohin gw deh."

"Kita udah hampir sampai. Lu cuma perlu perkenalkan diri."

Bukannya menanggapi Reas, Sagara malah terkesan mengalihkan topik pembicaraannya. Reas bersungut, tapi ia hanya tetap diam, ia juga enggan untuk kembali menanggapi. Lagipula Reas tidak terlalu peduli dengan alasan Sagara melakukannya.

"Cuma kenalin diri aja, kan?"

"Hn."

***

"Astaga!! Lucu kali temanmu ini bang, mama gemes liatnya."

Ah, beginilah kondisi Reas sekarang. Pipinya diunyel unyel nyonya Adiwijala, sesekali bahkan ia merasa pipinya dicubit gemes. Rambutnya juga jadi bahan untuk tuan Adiwijaya mengelusnya. Reas? Ia hanya terdiam. Terlalu shock dengan apa yang terjadi.

Tadi setelah ia memperkenalkan diri seperti yang Sagara bilang, ia pikir ia langsung bisa pergi dan bisa langsung menagih janjinya Sagara untuk bebas mengabulkan tiga permintaannya. Tapi, tidak semudah yang ia pikirkan. Terhitung sudah tiga puluh menitan Reas terjebak di ruangan ini dengan pipinya yang jauh dari kata baik baik saja.

"Ah, mama jadi pengen makan pipinya!" ><

Mendengar itu lantas langsung membangkitkan kesadaran Reas. "Eitss, gaboleh tante."

"Bunda," koreksi nyonya Adiwijaya.

Reas nurut nurut aja manggil wanita yang tetap terlihat cantik di umurnya yang sekarang dengan sebutan bunda. "Iya. Eitss, gaboleh bunda. Kalau mau gigit bayar dulu."

"Berapa?"

"1 M," ujar Reas ngasal.

Tapi ia tidak tau saja, kalau yang tengah diajaknya bicara ini adalah nyonya Adiwijaya.

"Bawakan uang itu." Bukan nyonya Adiwijaya yang bersuara, tapi kepala keluarga Adiwijaya langsung yang angkat bicara. Gimana ga ketar ketir si Reas. Padahal ia tadi cuma niat bercanda.

"EH EH, om gw cuma bercanda elah."

Reas pengen nangis rasanya. Orang orang kaya ini ga mengerti candaan kah.

"Loh, kenapa sayang? Bunda bisa kok kasi kamu banyak uang."

Beneran Reas pengen nangis aja.

Reas melirik kearah Sagara yang hanya melihatnya sedari tadi. Kali ini ia menatapnya penuh permohonan, permohonan untuk segera mengeluarkannya dari situasi ini. Reas sudah tidak mampu berada di tengah tengah keluarga bau duit ini.

"Bunda, aku bakal anterin Reas keluar dulu untuk makan. Kayaknya Reas udah mulai lapar."

"Oh, maafin bunda sayang. Yaudah, kamu anterin gih Reasnya keluar bang buat makan. Reas makan yang banyak ya biar makin gede. Sering sering main kesini, jumpa sama bunda."

Demi mempercepatnya keluar dari sana, Reas hanya iya iyain saja perkataan bumda Sagara.

Mereka pamit undur diri.

Sampai di luar Reas menghela nafas lega.

"Gimana."

"Apanya?"

"Bunda gw baik, kan?"

"Baik sih. Tapi anjir bunda lo ngeiyain uang 1 M, apa ga kejang gw." Reas merinding saat kembali mengingatnya.

"Kalau lo mau, gw bisa kasih kok."

Reas menatap sinis kearah Sagara. Ia benar benar tidak mengerti dengan pemikiran si kaya ini. MAKSUDNYA ITU UANG 1 M? MILIAR?!!

wtf...

"Gila."

Setelahnya Reas meninggalkan Sagara, dan kembali menuju habitat aslinya. Garel.
















TBC!

BERANDAL - Adreas Gea WijayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang