“Sudah berapa lama kau di situ?” suara Eunwoo bahkan sedingin tatapannya. Tiba-tiba saja Lisa merasa takut. Kenapa Eunwoo yang berdiri di depannya ini sangat berbeda dengan Eunwoo yang ramah, yang tadi pagi berbelanja kepadanya?
“Eh... saya memanggil karena makanan sudah siap.” Lisa bergumam gugup bingung menghadapi tatapan mata Eunwoo yang dingin dan penuh kemarahan. Sebenarnya lelaki itu sedang marah kepada siapa? Kenapa dia memainkan musik seperti itu? musik yang bergolak yang membuat siapapun yang mendengarkannya pasti tahu bahwa sang pemain biola sedang marah.
Tetapi kemudian Eunwoo tampaknya bisa menguasai diri. Kemarahan tampak surut dari matanya, dan dalam sekejap ada senyum di sana. Ekspresi lelaki itu kembali penuh canda dan ramah seperti yang selalu ditampilkannya di depan Lisa sebelumnya,
“Aku perhatikan, kau tetap saja menggunakan ‘saya’ dan ‘anda’ kepadaku, ini sudah ketiga kalinya aku mengingatkanmu.” Bibir lelaki itu menipis, “Awas kalau sampai ke empat kalinya, coba ulang kata-katamu dengan menggunakan ‘aku dan kamu’.” Eunwoo mengangkat alisnya dan tampak keras kepala.
Lisa menatap lelaki itu dan menyadari bahwa dia seharusnya memberikan apa yang Eunwoo mau karena sepertinya lelaki itu tidak akan menyerah sebelum mendapatkan keinginannya,
“Aku kemari hendak memberitahumu kalau makanan sudah siap.” Gumam Lisa akhirnya dengan canggung, menggunakan ‘aku’ dan ‘kamu’ seperti yang Eunwoo mau, dan kemudian dia ternyata menciptakan senyum mempesona yang melebar di bibir Eunwoo.
OH astaga, lelaki ini memang tampan, dan ketampanannya naik berkali-kali lipat kalau dia tersenyum seperti itu. Kalau saja Lisa tidak merasa canggung dan malu, dia pasti sudah memegang ambang pintu dan menarik napas panjang, karena udara seakan tertarik dari paru-parunya, terpesona oleh ketampanan Eunwoo.
“Bagus.” Eunwoo tersenyum, lalu melangkah ke pintu dan melewati Lisa, “Ayo kita makan aku lapar!”
***
Ketika Lisa mengikuti Eunwoo hendak melangkah ke dapur, pintu kamar Mingyu terbuka dan lelaki itu muncul. Acak-acakan karena bangun tidur dan tampak cemberut, matanya menatap marah ke arah Eunwoo.
“Kalau kau memang ingin tinggal di apartemen ini Eunwoo, seharusnya kau menghormati jam tidurku, aku tidak suka berisik, dan alunan biolamu itu sampai menembus alam mimpiku, memaksaku bangun.” Gumamnya tajam.
Eunwoo tampaknya sama sekali tidak terpengaruh dengan kemarahan Mingyu, dia malahan tertawa,
KAMU SEDANG MEMBACA
Push & Rush (The Story of Kim Mingyu X Lalisa)
FanfictionNew Story Kim Mingyu X Lalisa