Di dalam hutan kerajaan Dragonreach yang dipenuhi oleh gunung-gunung berapi yang masih aktif, dua orang remaja menunggangi kuda dengan kecepatan sedang. Mereka menikmati pemandangan yang mereka lalui selama perjalanan.
Pepohonan dan bukit yang sangat berbeda terlihat kemanapun mereka memutar kepala mereka. Terutama puncak gunung yang mengeluarkan semburan lava ke udara terlihat sangat menyeramkan.
Hal itu juga yang membuat sedikit orang yang ingin pergi ke kerajaan Dragonreach tanpa menyewa pengawal profesional dari kerajaan naga. Meski biaya nya mahal, nyawa lebih penting dari sekedar uang.
Meski dikenal dengan gunung berapi nya yang aktif sampai hari ini, pemandangan alam yang terlihat dapat memanjakan siapapun yang melihat nya. Sungai jernih yang terlihat membuat siapapun ingin bermain-main.
Butuh waktu lebih lama dari yang diperkirakan Raziel untuk sampai ketujuan mereka, yaitu ibukota kerjaan naga, Drago. Kota yang menjadi pusat dari kerajaan naga, tempat para naga leluhur kebanyakan tinggal.
Meski naga yang telah mencapai usia dewasa mampu berubah bentuk mendekati manusia, saat beberapa tahun pertama akan ada ciri naga yang tertinggal di tubuh mereka. Seperti sisik, ekor, ataupun sayap.
Hanya naga yang lebih tua yang memiliki penampilan sempurna yang menyerupai bentuk manusia. Selain itu anak naga yang masih kecil akan dijaga oleh naga leluhur hingga mencapai usia remaja sebelum dilepas sendiri.
Naga yang telah mencapai usia remaja sangat suka terbang di atas kota dengan berbagai gaya terbang yang membuatnya terlihat jelas jika mereka adalah naga-naga yang masih tergolong muda.
"Akhirnya sampai juga" Julius dan Raziel baru saja tiba didepan gerbang kota Drago. Meski terlihat banyak manusia, mata naga tidak berubah bentuk seperti milik manusia.
Mata mereka masih sama, hanya saja dalam bentuk yang lebih kecil. Selain itu mungkin kekuatan mereka yang membedakan manusia dan naga yang berbentuk manusia.
"Ziel, ayo cari makan. Sepertinya akan ada banyak menu baru hari ini."
Julius melihat sekelilingnya dengan bersemangat.
"..."
Saat Raziel tidak menganggapi ucapannya, Julius spontan melihat kesamping dan Raizel tidak ada ditempat sebelumnya.
"Loh? Hilang kemana?"
Julius melihat ke sekelilingnya dan ternyata Raziel kini berdiri didepan sebuah toko yang menjual pedang.
Raziel melihat pedang-pedang yang diletakkan di atas meja toko. Ia menyentuh bilah pedang itu dengan lembut, ia teringat dengan kakak nya sulungnya yang sangat menyukai pedang sejak kecil.
Cerita mama tentang kakak pertamanya itu selalu membuatnya tertawa, terutama saat kakak nya itu selalu menangis jika papa mulai menyembunyikan pedang kesayangannya.
Karena papa merasa sedikit kesal dengan kakak nya yang selalu membawa pedang itu kemana-mana bahkan sampai meletakkan nya di atas meja makan yang tentu saja itu tidak sopan. Meski ditegur berkali-kali, kakak nya itu tidak pernah ingin melepas pedang yang ia punya.
Papa bahkan sampai berulang kali bercerita pada mama, kalau sepertinya ia salah memberikan hadiah pedang pada anak sulungnya itu. Hanya pedang yang mampu membuat mata kakak nya terlihat bersinar.
Ia seperti menemukan belahan jiwanya yang hilang. Ia menjaga pedang pemberian papa dengan sangat hati-hati. Setiap hati ia berlatih tanpa lelah, merasa bahagia setiap kali kemampuan nya meningkat.
Bahkan sampai dewasa, kakak nya itu tetap sama. Sangat menyukai pedang meski nyawa nya juga hilang karena sebuah pedang. Tatapan Raziel menjadi lebih sendu saat mengingat pertemuan terakhir mereka bertahun-tahun lalu.
Meski perih, ia tahu semua kini hanya kenangan.
"Raziel, kau ingin beli pedang?" Julius tiba-tiba saja datang dengan sebuah pertanyaan, mengejutkan Raziel yang melamun mengingat masa lalu.
"Tidak." Raizel pergi dari toko itu.
"Tunggu aku!" Julius mengejar teman baiknya itu dengan cepat, ia takut di tinggal lagi.
Dulu ia pernah tidak mengikuti Raziel mencari penginapan karena terlalu bersemangat melihat banyak makanan baru yang bisa ia coba.
Dan akhirnya ia harus tidur di depan sebuah toko dengan keadaan dingin dan hujan yang begitu deras. Angin berhembus begitu kencang malam itu, ia mengigil kedinginan. Julius tidak tahu bagaimana cara menghubungi Raziel.
Beruntung Julius menemukan Raizel, jika tidak ia bisa menebak jika ia akan menjadi gelandangan kedepannya. Sejak saat itu, ia berjanji akan tetap mengikuti Raziel sampai ia mengetahui dimana lokasi mereka menginap.
"Ziel, aku pergi cari makan, kau mau ikut?" saat gelap mulai datang Julius merasa lapar, ingin makan sesuatu yang baru jadi sebelum pergi ia menawarkan basa basi pada Raziel meski tidak pernah di terima satu kalipun.
"Aku ikut."
"oh, oke aku per-"
Julius terdiam beberapa saat. Otak nya sedikit tidak merespon saat jawaban tak terduga terdengar dari sahabat baiknya itu.
"Ha?" Julius mengerutkan kening nya saat sadar kali ini Raziel tidak menolak ajakan nya.
ekspresi Julius berubah serius. Ia mendobrak pintu kabar Raziel dengan keras dan berlari ke arah Raziel lalu meletakkan tangan nya di dahi sahabatnya itu.
"Kau sakit? demam? atau kepala mu terbentur?"
Julius memutar badan Raizel berkali-kali memeriksa apakah ada yang salah dengan sahabatnya itu. Raziel menghela nafas dengan tingkah laku Julius.
"Lius." Suara serius itu membuat Julius terhenti saat Raizel memanggil nama nya. Ia mundur dan menatap mata Raziel dengan sikap yang serius.
"baiklah, ayo pergi."
Ia tahu saat ini bukan waktu nya untuk bercanda. Ruangan itu seketika menjadi sunyi saat tak ada seorang pun di antara mereka yang berbicara.
Mereka berdua menjadi lebih waspada saat keheningan itu berubah saat sebuah pisau nyaris mengenai kepala Julius.
Shuush
Dengan reflek yang sangat cepat Julius menangkap pisau itu dengan ekspresi tenang, berbanding terbalik dengan ekspresi nya yang biasa.
Tak sampai sedetik kemudian, Julius melempar pisau itu kearah ia datang. Darah merah dan teriakan tertahan terdengar jelas, lalu seseorang dengan jubah hitam jatuh dari atas. dengan pisau hitam yang beberapa saat lalu Julius lempar.
Bruuk
Raziel melihat jubah hitam itu yang memiliki simbol kecil di ujungnya.
"Mereka ternyata."
Julius segera mengeluarkan 2 pisau pendek dan bersiap untuk bertarung. Ruangan yang tadinya hanya ada mereka berdua kini berisikan 9 orang berjubah hitam.
Pertarungan di kamar yang sempit ini menjadi kerugian bagi Julius dan Raziel karena ruang gerak mereka yang terbatas, ditambah lagi jumlah musuh yang berkali-kali lipat lebih banyak dari mereka berdua.
Punggung Julius dan Raziel saling bersentuhan. Lalu Raziel mengatakan dengan pelan.
"Selesai kan Julius."
"..."
10 detik berlalu.
tak
Julius menyimpan kedua pisau pendek nya ditempat semula.
"Selesai."
9 orang berjubah hitam itu jatuh kelantai dalam waktu bersamaan, tubuh mereka penuh dengan luka sayatan kecil. Darah penyusup itu kini mengenangi kamar Raziel yang sebelumnya bersih.
Raziel mendekati salah satu mayat pembunuh itu dan mengambil semua lencana yang mereka gunakan. Lencana itu dipenuhi darah, tapi hal itu tidak membuat nya merasa jijik.
Raziel melihat ke jendela dan langit yang tadi masih terang kini menjadi gelap. Ia keluar dari jendela dan naik ke atap penginapan di ikuti Julius.
"Baru juga sampai"
"Ha...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reinald (Hiatus)
Fantasía[ Bukan BxB ] Meski batas antara kenyataan dan fantasi semakin buram bagiku, itu bukan rintangan. "Kan kujalani hariku tanpa penyesalan" Hanya satu tujuan ku, hidup dengan baik sampai akhirnya waktu menjemput.