04. Semoga bertemu lagi

590 62 17
                                    

Selina Hadiwijaya - SMA Pelita Raya

Perpustakaan sepi setiba kami di sana. Kulihat satu-dua siswa membaca buku di bangku pojokan. Tak menghiraukan eksistensi kami bersebelas.

Sesuai ajakan Ian, kami akan mengerjakan PR bersama sebelum pulang sekolah. Sebetulnya aku merasa aneh. Seorang Ian, yang selalu terburu-buru pulang cepat. Tiba-tiba mengajak kami mengerjakan PR bersama.

Tapi baiklah, kumaklumi saja. Minggu-minggu sebelum ujian akhir semester, mungkin Ian ambisius ingin membenahi nilai.

"Kta lesehan di karpet aja, yuk," ajakku kepada teman-teman. Aku mengeluarkan alat tulis dari saku rompi.

Agatha segera duduk di sebelahku, Rere dan Adela bergabung. Di seberang kami, Adnan dan Raka. Geng Pelita manju alias Bhima, Odo, Arshaka, dan Selena memojok.

"Ian ngapain?"

Aku mengikuti arah pandang Adnan. Kulihat Ian mengintip semua jendela yang ada di perpustakaan. Telapak-tangannya berkali-kali terkepal. Ian seperti gelisah. Lantas dia gelagapan setelah ditanyai Adnan.

"Eng-enggak. Tadi aku kayak dengar suara Pak Matthias aja. Eh, ayo kita ngerjain!" Ian bergabung di sebelah Adnan.

Aku tak mau ambil pusing. Segera membuka buku catatan. Kami mulai mengerjakan PR. Bertanya soal-soal yang sulit dimengerti. Mengambil buku-buku di rak untuk mencari referensi jawaban. Saling menjabarkan.

30 menit berjalan kondusif. Ini lebih ke aku, Rere, Adela, dan Raka saja yang mengerjakan PR bersama. Anak-anak Pelita Manju menganggurkan buku mereka di karpet. Ian yang mengajak kami duluan entah kenapa malah terlihat tidak fokus, kepalanya lebih sering celingukan ke jendela daripada berkutat ke buku.

Di luar terdengar keramaian. Mungkin dari anak-anak club. Aku tidak menghiraukan, kembali fokus mengerjakan PR-ku yang sebentar lagi rampung.

10 menit lagi berjalan kondusif.

Keramaian di luar semakin memekak. Kudengar suara teriak bersahut-sahutan dan suara gedoran pintu.

Ini mulai aneh.

Aku melirik Ian di sebelah Adnan. Pemuda itu entah kenapa semakin gelisah. Tangannya yang memegang bolpoin tremor.

BRAK! BRAK! BRAK!

Mendadak, pintu perpustakaan digedor dari luar.

TOK! TOK! TOK!

Sekarang jendela juga digedor.

Dan Agatha menjerit histeris.

"ITU APAAN MUKANYA SEREM!"

Tanpa ditunjuk, Aku juga melihat apa yang Agatha lihat. Mataku seketika membulat. Ada apa dengan murid-murid di luar?

Tak cuma satu, melainkan dua, tiga, empat---ada lima! Lima murid dengan kulit wajah koyak dan mata serba hitam. Di bibir mereka menggumpal darah. Darah sungguhan. Berwarna merah kehitaman. Mereka menempelkan mulut ke jendela. Meraung-raung. Membuat jendela kotor oleh darah.

Dua siswa yang sudah di perpustakaan sebelum kami tadi juga bergidik ketakutan. Berdiri menempel di tembok.

Adela berlindung di balik punggung Rere.

Empat anggota Pelita Manju menjauh dari jendela.

"Mereka kayak ... zombie nggak, sih?" bisik Arshaka.

"WOI, IAN! LU KAN YANG RENCANAIN INI SEMUA?! LU MAU NGE-PRANK KITA?!" Bhima menghardik.

Ian dengan wajah berkeringat menggeleng patah-patah. "Bu-bukan!! Gua nggak rencanain apapun! Gua nggak tahu apa yang terjadi!"

Leave or Die || Bakwan Fight BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang