Rindu ; Chapter Dua

5 0 0
                                    

Hari ini adalah hari yang kutunggu-tunggu, yaitu hari dimana pengumuman juara olimpiade dan hari dimana konser diadakan. Dengan tergesa-gesa, aku melihat papan mading didepan kelasku. Dan aku melihat jelas ada namaku dimading. Ternyata aku menang! Aku bangga pada diriku. Pasti Kak Niel sangat bangga padaku.

Setelah melihat mading tersebut, hatiku sangat berbunga-bunga. Senang, dan terharu menjadi satu. Senang, karena aku dapat menjuarai olimpiade ini, terharu karena aku sudah berjuang mati matian untuk membuat nama sekolah baik.

Jam sekolah pun selesai. Aku bergegas pulang ke rumah untuk memberi tau Bunda dan Ayah. Sesampainya aku di rumah, ternyata, Bunda dan Ayah sedang bertengkar. Aku menelan ludahku, dengan perlahan lahan aku masuk kedalam rumah. Untungnya saja Ayah dan Bunda tidak mengetahuinya.

Aku segera berberes dan kembali sibuk membaca novel, sebelum Ayah masuk kekamar membawa ikat pinggangnya. Gawat, pasti ayah ingin melampiaskan kemarahannya keaku. "Anne, kemari." Detak jantungku berdetak kencang saat Ayah menyusuhku mendekat.

Tanpa aba-aba, Ayah mengayunkan ikat pinggangnya kepahaku. Aku hanya diam, dan berusaha menahan tangisku. "Kenapa kau harus mirip dengan jalang itu?! Aku bahkan tidak berharap kau akan lahir di dunia ini!" Kata kata itu cukup menyayat hatiku. Sebentar, jalang?! Apakah Bunda selingkuh?

"Bunda bukan jalang, Yah!" Plak! Suara tamparan itu nyaring sekali.

"Berani kau mengelak.. kau akan habis di tanganku." Ayah terus menghajarku menggunakan ikat pinggang kesayangannya itu. Rintihan demi rintihan lolos dari mulutku, tetapi Ayah seolah-olah tuli. Ya Tuhan..  ini sangatlah sakit..

Setelah puas menghajarku, Ayah langsung keluar dari kamarku. Tubuhku terbaring lemas di lantai. Rasanya sangat sakit, mati rasa. Rasanya sangat perih.

Tanpa menunggu waktu yang lama, kakak masuk kekamar. Seperti biasa, dia membawa kotak obat. Dia tanpa berkata sepatah katapun langsung mengobati semua lukaku. Tapi, sekilas aku melihat luka dilengannya. "Lengan kakak kenapa?"

"Kena silet." Aku tidak begitu yakin, kakak adalah orang yang sangat berhati-hati saat menggunakan benda tajam.

"Kakak bohong."
"Lengan kakak hampir mau di potong sama Ayah."

Mataku terbelalak, yang benar saja?! Dengan reflek, aku melihat tangan kakakku. Memang banyak sayatan belati disana. "Kakak, sin Aily obati." Aku segera mengambil alih kotak obat yang dipegang oleh kakak.

Aku perlahan mengobati semua luka yang ada dilengan kakakku. Setelah ku obati aku bertanya kepadanya, "Kak, kenapa bisa tangan kakak hampir dipotong?"

"Tadi, pas Ayah belum masuk ke kamarmu, kakak disuruh kedapur. Kakak gatau, Ayah bakalan apain kakak. Pas Ayah ambil pisau, kakak kaget lah, pisaunya udah ninggalin bekas dilengan kakak. Kakak reflek angkat lengan kakak. Dan kakak kabur kekamar." Aku terkejut, mengapa aku bisa mempunyai Ayah seperti dia? Aku lanjut mengobati luka di tangan kakak.

"Oh iya, kak. Konsernya nanti jam berapa?" Aku berkata sembari membereskan peralatan yang aku gunakan untuk mengobati lukanya.

"Nanti, dek. Sore, sekarang Sabtu toh? Kemungkinan gapapa sama Ayah." Aku mengangguk. Hari berganti menjadi sore hari, tepat jam 15.30 aku dan kakak berangkat. Ajaibnya, Ayah dan Bunda mengizinkanku dan kakak pergi.

"Kak, memang yang konser siapa?"
"Nadin Amizah, penyayi kesukaan kita."

Rasanya aku ingin melompat. Kakak tidak berkata, bahwa kita berdua akan pergi ke konser Nadin. Sangking senangnya, aku reflek memeluk tubuh kakakku, responnya hanya tersenyum dan mengasak-ngasak rambutku.

Sesampainya kita ditempat yang kita tuju, aku dan kakak langsung pergi ketempat dimana konser digelar. Sungguh, tempat itu sangat ramai, aku sedikit sesak melihatnya.

Detik berganti menit, menit berganti jam. Aku dan kakakku sudah boleh masuk, dan beruntungnya, kita berdua mendapatkan barisan paling depan.

Musik mulai diputar, dan Nadin Amizah mulai naik keatas panggung. Lagu demi lagu dilantunkan, sampai, dimana lagu Taruh diputar. Lagu yang menceritakan kisah hidupku yang penuh dengan derita.

Syair demi syair dinyanyikan, tak sadar mataku sudah tidak dapat membendung air mataku. Kak Niel yang menyadari hal itu dengan reflek memeluk tubuhku di tengah kerumunan banyak orang. Kak Niel menenangkan diriku, dan itu berhasil.

Pada jam tujuh malam, konser selesai. Aku senang bisa menikmati lantunan lagu yang cantik, dan aku juga senang bisa menghabiskan waktu bersama Kak Niel. Dan hari ini kami habiskan untuk melihat konser, dan mencari jajanan disekitar tempat konser sampai jam sepuluh malam.

RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang