Rindu ; Chapter Empat

3 0 0
                                    

Hari ini sepertinya aku akan bersenang-senang, karena kemarin Bunda mengajakku untuk berlibur ke pantai Balekambang bersama Kak Niel dan Rayen. Kami semua berangkat pukul tujuh pagi, supaya tidak terlalu siang sampai disana. Mungkin, perjalanan panjang ini akan menjadi sangat seru karena adanya Kak Niel dan Rayen. Sungguh, Malang pagi hari ini sangat sejuk dan cantik. Langit hari ini sangat cerah, aku menyukainya.

Setelah empat jam perjalanan, kami akhirnya sampai dilokasi. Kami semua memutuskan untuk langsung turun dari mobil dan berhenti sejenak untuk sekedar mencari tempat makan dan tempat singgah sementara. Angin kencang dari pantai langsung membelai rambutku dengan halus. Aku melirik kearah Rayen, wajahnya yang putih terlihat sangat cerah dibawah langit biru. Tapi rasanya aneh sekali, baru kali ini perasaanku tidak enak terhadap pantai, ah tapi hiraukan saja. Mungkin itu hanya sebuah firasat.

Setelah mencari tempat makan dan tempat singgah sementara, aku dan Rayen memutuskan untuk langsung bermain. Sementara Kakak dan Bunda, memilih untuk membereskan barang kita terlebih dahulu.

Suara tawa yang bahagia terdengar dari telinga ke telinga. Senang rasanya dapat tertawa, rasanya sangat lega melepas semua beban ini. Beban yang awalnya terlalu berat untukku gendong, tapi dengan cara ini, seolah semua bebanku hilang.

Pasir pantai mencium kakiku dengan lembut, angin lagi-lagi berhembus kencang. Ombak biru yang cantik, berpadu dengan langit cerah hari ini. Seseorang menepuk pundakku, ketika aku menoleh kebelakang ternyata Rayen menyipratkan air pantai ke muka ku. "Heh! Perih tau!" Ujarku sambil tertawa, lalu membalas perbuatannya.

Kami berdua asik bermain, sampai kami lupa bahwa Kak Niel tidak terlihat semenjak dia memasuki hotel bersama Bunda. Aku melihat kearah Rayen, "Ray, Kakak kemana kok gak keluar-keluar, ya?" Rayen menaikkan kedua bahunya keatas. Lalu aku menggeret Rayen untuk mencari Kakak disekitar hotel.

Kami belum keluar dari daerah pantai, tiba-tiba saja kakak mengagetkan kamu berdua. Dengan sontak aku memeluk tubuh Rayen, Kak Niel yang melihat kejadian tersebut lalu memutar matanya. "Bucin aja terus, peluk-pelukan sering, jadian kagak, chuakss!" Lalu aku memukul lengan Kakak.

"Sembarangan, yakali aku suka sama kedelai ini."
"Halah, kamu aja pernah peluk aku, Ai."

Setelah mendengar ucapan tersebut keluar dari mulut Rayen, aku dengan refleks memelototinya yang membuat Rayen tertawa begitu keras. Kami menghabiskan waktu kita dengan tidak memikirkan masalah kami masing-masing dengan cara menutupinya dengan candaan dan tawa.

RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang