Cerita pertamaku ahaha... semoga kalian suka yaaa. Jangan lupa vote dan komen🥺🫵
Happy reading‼️
*
*
*Hujan mengguyur kota pada sore hari ini. Seorang siswi duduk sendirian di halte bus dekat sekolah. Sekarang ia gelisah, kakaknya belum juga sampai untuk menjemput dirinya, sedangkan hari semakin sore dan hujan tak kunjung reda.
Siswi tersebut menggigit jari telunjuk kirinya dan tangan sebelahnya ia gunakan untuk mengetik pesan pada kakaknya.
Ia semakin gusar sebab kakaknya juga terjebak hujan dan memutuskan untuk berteduh terlebih dahulu.
'Pasti lama jika begini', pikir siswi tersebut.
Tak ada siswa maupun siswi lain di sekitarnya, semua sudah pulang dari tadi sebelum hujan tiba.
Rasanya ia ingin menangis sejadi-jadinya. Pikiran buruk mulai menghampiri dirinya. Bagaimana jika tiba-tiba ada hantu yang usil padanya? Atau orang gila yang muncul dihadapannya dan tiba-tiba tanpa alasan memeluk dirinya? Atau orang jahat yang akan mengambil barang berharganya setelah itu membunuh dirinya dengan tragis, lalu membuangnya ke tengah hutan? Ia bergidik ngeri membayangkan kejadian itu semua.
Hujan mulai reda, menyisakan rintik-rintik air hujan. Ia mengirim pesan pada kakaknya, tetapi pesan tersebut tak kunjung kekirim. Rupanya kuota di ponselnya sudah habis.
Angin berhembus membuat rambut siswi tersebut menutupi wajahnya. Perasaannya semakin tak karuan. Pasrah, itulah yang bisa ia lakukan.
Seseorang berhenti di depan dirinya, ia pikir itu kakaknya, ternyata bukan. Orang tersebut membuka helmnya dan turun dari motor maticnya.
"Hai, kamu yang tadi ikutan MPLS kan? Kok belum pulang?" Tanyanya, ternyata orang itu adalah kakak kelas yang menjadi panitia MPLS tadi siang.
"Eh iya kak belum, lagi nunggu jemputan," jawab siswi tersebut sembari tersenyum tipis supaya terkesan ramah.
Dari arah selatan muncullah seorang perempuan, perempuan itu menghentikan motornya tepat di depan dua orang yang berbeda jenis kelamin tadi.
"Woi Nes!" Panggil perempuan yang memakai jas hujan berwarna merah muda sambil melambai-lambaikan tangannya. Dua orang tersebut menolehkan pandangannya. Hujan sudah reda sedari tadi, tetapi perempuan tersebut belum membuka jas hujannya.
"Kak aku duluan ya," ujar siswi yang tadi dipanggil, siswi tersebut bernama Inessa Adelina.
Tak sempat menjawab, Inessa langsung menuju pada motor kakaknya itu.
"Tadi pacar lu ya?" Tanya kakak Inessa dengan nada mengejek. Luna, Luna Aliya namanya.
"Apasih kak, bukan," sanggah Inessa.
"Lahh terus siapa? Ga mungkin kan kalo dia tukang cilok?" Ejek Luna dan diakhiri dengan tawaan yang cukup kencang.
"Kakkk apasih, ga jelas dehh," rengek Inessa sambil memukul pundak kakaknya.
"Ngaku aja lu," goda Luna.
"Ihhhh terserah lu deh kak." Inessa sudah cape menghadapi hari ini dan ditambah lagi kakaknya yang nyebelin, dobel deh capenya.
Setelah itu hening, tidak ada percakapan di antara keduanya. Hingga,
"Kak, lu lama banget sih, gue sampe pegel nungguinnya," seru Inessa.
"Kan lu tau sendiri kan kalo hujan, gimana sih."
"Iya tapi kan, lu harusnya sebelum hujan udah jemput gue," ujar Inessa.
"Jam segitu gue masih kerja Ness," jawab Luna dengan kesal.
Luna, kakaknya Inessa bekerja di salah satu toko klontong sebagai karyawan di sana.
"Tadi gimana MPLS nya seru?" Tanya Luna pada Inessa.
"Gitu dehh," jawab Inessa.
"Kok gitu deh? Seru apa engga?" Tanya Luna lagi dengan kesal mendengar jawaban adiknya.
"Biasa aja."
"Terserah lu deh," ujar Luna.
Jarak rumah ke sekolah lumayan jauh, butuh waktu sekitar 20 menitan untuk sampai ke rumah.
Kini, Inessa dan kakaknya sudah sampai di depan rumah mereka. Rumah yang tak terlalu besar ataupun terlalu kecil. Rumah yang sederhana dan harus melewati gang untuk menuju ke sana.
Luna memakirkan motornya dan membuka jas hujan yang ia pakai tadi. Sedangkan Inessa membuka sepatunya lalu menyimpannya di rak sepatu.
Saat pertama kali Inessa membuka pintu, ia melihat adiknya sedang menggambar sendirian di ruang tamu sekaligus ruang keluarga. Iya betul, ruang tamu dan ruang keluarga disatukan. Televisi di ruangan tersebut menyala menampilkan film kartun.
Inessa memang mempunyai adik, ia anak ke dua dari tiga bersaudara. Adik Inessa bernama Rian, ia masih kelas empat SD.
"Dek kalo ga dilihat tv nya matiin aja, hemat listrik," ucap Inessa sambil berjalan menuju kamarnya dan kamar kakaknya. Mereka masih satu kamar hingga detik ini, karena di rumah mereka hanya ada tiga kamar tidur.
Rian tetap melanjutkan aktivitas menggambarnya tanpa mendengar perkataan kakaknya itu.
Inessa menyimpan tas sekolahnya dan mengambil anduk untuk ia mandi.
Inessa tidak memiliki kamar mandi pribadi di kamarnya. Hanya ada satu kamar mandi di rumahnya tersebut.
"Dek matiin tv nya," ujar Luna.
"Bentar kak."
"Matiin, hemat listrik."
"Iya iya," seru Rian dengan nada malas.
Di kamar mandi terdapat Bu Yuri— ibu Inessa yang sedang mencuci baju.
"Bu biar Inessa aja yang lanjutin," ujar Inessa.
"Eh Nes udah pulang yah. Gapapa biar ibu aja, sedikit lagi kok," jawab ibu Yuri sambil menolehkan kepalanya ke arah Inessa berdiri.
"Iya ibu baru pulang. Udah sini Inessa aja sekalian Inessa mandi."
"Beneran? Kamu cape lho baru pulang dari sekolah."
"Engga kok, ga cape, udah sini biar Inessa aja yang lanjutin," tuntas Inessa.
*
*
*to be continued...
Menurut kalian cringe ga sih ceritanya?? Btw ini hasil gabut aku aja sihh... 😔
–senin, 29 April 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengikuti Arah Angin
Teen FictionInessa Adelina, perempuan yang tergolong cantik. Ia memiliki daya tariknya tersendiri. Kali ini, ia telah memasuki masa SMA. Inessa terlahir dari keluarga sederhana, tetapi hal tersebut tidak membuat ia malu. Ia mensyukuri segala hal yang terjadi d...