TIGA: Filosofi Perahu Kertas

23 1 0
                                    

ㅤㅤGenta menghela napas dengan kasar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ㅤㅤGenta menghela napas dengan kasar. Laki-laki itu memijat pelipisnya yang pening. Ternyata sulit ya untuk menyelenggarakan sebuah acara, mengurus persiapan dan menggerakan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Kalau dulu sih Genta dan Vera masih dibantu sama senior mereka dari kampus, tetapi karena sudah mulai sibuk dengan tugas masing-masing, para senior kini hanya bisa sesekali berkunjung untuk evaluasi.

ㅤㅤ“Kalian beneran gak bisa kasih ide yang normal? Dan menarik. Dan bagus. Dan gak pasaran,” kata Genta yang kembali mengambil alih perhatian dua puluh remaja labil di dalam kelas XII MIPA 3, kelasnya Alzakki, ruang yang mereka pinjam untuk rapat pertama.

ㅤㅤ“Fairytale, Kak! Lagi ngetren banget!”

ㅤㅤ“Yang gak pasaran.”

ㅤㅤ“Superhero! Ntar kita adain teater terus pemerannya dilempar dan bisa terbang!”

ㅤㅤ“Yang normal.”

ㅤㅤ“Angkat isu politik aja!”

ㅤㅤ“Bagus, sih. Habis itu kita jadi buron pemerintah.”

ㅤㅤAlzakki menepuk keningnya. Ada-ada saja deh kumpulan ide dari juniornya di SMA ini. Oh, ada yang bersuara dari SMK juga sih, tetapi Alzakki belum begitu mengenalnya.

ㅤㅤAlzakki menoleh kepada Dinkaa yang duduk di sebelahnya. Gadis itu tengah sibuk melipat kertas di bawah meja, membuat Alzakki menggeleng pelan.

ㅤㅤEmang ya, anak kecil tuh punya dunia sendiri.

ㅤㅤ“Din, mau ngusulin ide gak?” tanya Alzakki.

ㅤㅤ“Mau,” jawab Dinkaa tanpa menoleh, masih fokus melipat kertas di tangan.

ㅤㅤ“Apa?”

ㅤㅤ“Perahu kertas.”

ㅤㅤAlzakki melongo dibuatnya. Apa? Perahu kertas? Itu kan bentuk akhir dari kertas yang dilipat-lipat oleh Dinkaa sekarang!

ㅤㅤ“Kak Gen!” panggil Alzakki pada Genta. “Dinkaa usul perahu kertas!” kata Alzakki membuat Dinkaa di sebelahnya sontak mendongak dan melotot.

ㅤㅤ“Ha? Apa?” Genta mengernyitkan kening tak paham, begitu juga dengan orang-orang lain di ruangan ini. Semua mata pun jadi tertuju kepada Dinkaa. Selain penampilannya dengan seragam putih biru itu terlihat mencolok di antara kumpulan seragam putih abu, ide yang dilontarkan pun tidak jelas.

ㅤㅤDinkaa meringis pelan, kemudian berdiri dan melakukan lipatan terakhir di atas meja hingga kertas di tangan kini membentuk sebuah perahu. Gadis itu berdeham, lalu berkata, “saya usul perahu kertas sebagai tema dari acara kita nanti, Kak!”

ㅤㅤ“Perahu kertas punya filosofi sendiri! Sebuah permulaan untuk mencapai ke garis akhir. Permulaan yang membawa harapan dan cita-cita entah kemana, tapi kita tahu pasti ada yang kita capai nantinya. Kita bisa memilih, tapi pada akhirnya kita tetap akan mengikuti arus yang sudah ada.” Dinkaa mengacungkan perahu kertas buatannya, lalu melanjutkan, “anggaplah acara yang kita buat nanti sebagai perahu kertas! Kita yang memulai. Menggantungkan harapan, mungkin ada juga yang menggantungkan cita-cita di sini. Kita juga membawa harapan dari orang-orang yang nunggu event ini! Tapi kita tetap mengikuti alur takdir dan nasib tentang ending dari event ini, walau kita udah membuat pilihan untuk melakukan yang terbaik.”

BERSUA: Datang Saling MendekatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang