"Seseorang yang sudah pergi kembali ke penciptanya, tidak akan lagi bisa kembali. Sekalipun kau meraung sekeras mungkin."☘️
"Mas Naka? Sepagi ini kok sudah bangun?" Naka menengok saat Bapaknya bertanya. Kemudian menunjuk secangkir kopi pada Bapaknya, alih-alih langsung menjawab.
"Hehe, iya, Pak. Naka kebangun tadi, mau tidur tanggung," balas Naka.
Kemudian Pak Suyadi—Ayahnya—terlebih dahulu kedepan. Naka yang sudah selesai membuatkan kopi, membawa kopi buatannya ke depan. Bapaknya saat ini pasti sedang bersiap untuk berangkat kerja.
"Diminum dulu kopinya, Pak. Nanti Naka bantuin." Naka menaruh kopi buatannya di meja depan rumahnya. Jam 4 dini hari, Pak Suyadi sudah berangkat kerja. Dirinya bekerja sebagai pekerja antar ayam ke rumah makan ataupun restoran, dan hari ini, dirinya berniat berangkat lebih awal.
Bapaknya duduk di kursi samping Naka, yang dibatasi meja kecil. Kemudian menyesap kopi buatan Naka yang rasanya pas, tetapi tetap lebih enak buatan istrinya.
"Mas, Bapak boleh ngomong sebentar?" tanya Suyadi pada anak semata wayangnya.
"Mau bilang apa, Pak?"
"Mas Naka ingat-ingat pesan bapak, ya." Bapak menaruh cangkir kopinya ke meja, lalu menghembuskan nafasnya.
"Pertahankan prestasi yang Mas Naka punya, ya. Olah ilmunya dengan baik, Mas Naka harus sukses. Jangan jadi kayak Bapak ataupun Ibu yang cuma orang rendahan gini. Ingat juga, Tuhan gak pernah jahat sama kita, Tuhan cuma menguji seberapa kuat kita."
"Karena Mas Naka gak mungkin selamanya sama Bapak ataupun Ibu, jangan pernah menyerah, ya? Mas harus jadi orang yang hebat, yang bisa jadi inspirasi buat orang lain."
"Mas pasti paham kan, sama maksud bapak?" tanya Suyadi memastikan.
Naka mengangguk, "Naka paham, Pak. Pesannya disimpen, kok."
Suyadi tersenyum singkat, lalu berdiri dan hendak berangkat. "Bapak berangkat ya, Mas. Doain Bapak."
"Pasti Naka doain, Pak. Semoga dapet rezeki yang banyak, ya." Naka menyalami bapaknya sebelum pergi.
"Bapak pergi dulu, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Naka masuk ke rumahnya, hendak membangunkan Ibunya yang masih tidur. Sebelum menuju kamar, Naka mengambil air minum dari dapur, lalu ke kamar Ibunya.
Saat masuk, wajah Ibunya tampak sangat pucat. Dia mengambil terlebih dahulu obat milik ibunya yang berada di meja sebelah ranjang kayu milik ibunya.
"Bu, bangun, minum obat dulu." Naka membuka selimut ibunya sampai ke perut. Lalu berjongkok sambil membuka beberapa obat milik ibunya.
"Ibu, Naka bawa obatnya. Diminum dulu, ya?" Mulai merasa panik, Naka menyentuh dahi ibunya. Dingin. Sangat amat dingin.
Mata Naka mulai mengeluarkan cairan bening, dirinya masih berusaha menepis semua pikiran buruk dari kepalanya, detak jantungnya pula berpacu cepat.
"I-Ibu ..."
Tangannya yang menggenggam gelas dan obat, seketika terjatuh. Dirinya menangis disebelah raga ibunya yang sudah tidak bernyawa.
"Jangan tinggalin Naka ..."
☘️
Pagi itu, di pemakaman, Naka menatap sesak gundukan tanah didepannya. Matanya sudah bengkak karena sedari tadi menangis. Naka masih menganggap semua ini tidaklah nyata, tapi dirinya tidak bisa egois dengan takdir Tuhan. Jika sudah ditetapkan seperti ini, Naka tidak akan bisa menawar waktu kepergian Ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NAKARAJA : Tangis dan Bahagia Semesta
FanfictionTiada hal yang sempurna di dunia ini. Bahkan orang-orang dengan kasta tertinggi pun, tidak mungkin bisa memiliki segalanya dengan sempurna, tanpa cacat sekalipun. Ini tentang rotasi kehidupan seorang Baskara Naka Diraja, laki-laki dengan sejuta lara...