Langkah awal itu salah, mari kita buat langkah kedua untuk membuatnya jadi benar....
Di mata semua orangDinginnya malam berselimut kabut tebal. Cahaya bulan menampakkan diri ditemani ribuan kerlip bintang di langit bak permadani syurga bertahtakan kesunyian. Kelam, berarak awan beriringan mengiringi rotasi waktu di penghujung hari.
Sewajarnya lelap mimpi mendekap setiap insan di peraduan karena pergantian malam tinggal menunggu hitungan detik jarum jam.
Tapi tidak berlaku untuk mereka, belasan remaja putra-putri yang sedang merayakan Malam Perpisahan di sebuah villa besar sebuah tempat wisata lereng gunung.
"Yang bisa ikut kesini cuma dikit ya ?" gumam Vera bersandar malas di sofa.
"Tapi lumayanlah hampir setengah jumlah siswa di kelas," sanggah Maya.
"Iya, cowoknya ikut tiga belas orang dan kita cewek lima orang," timpal Santi, telunjuknya sibuk menghitung cacah jiwa di ruang tamu dan beberapa lelaki yang asyik bermain Play Station di ruang tengah.
Terdengar gelak tawa, ocehan ringan dan percakapan hangat disana.
"Kemarin aku sempat dilarang juga sama ibuku," cerita Karin sedih. "Tapi setelah aku rayu berulang kali akhirnya dapat ijin deh."
"Aku juga gitu, sama. Usahaku sampai tak bela-belain tiap hari mijitin orang tuaku buat ngambil hati mereka." Vera bercerita penuh semangat. Satu pack wafer coklat sudah dia habiskan.
"Kamu gimana ceritanya sampai dapet ijin dari Papamu Ta ?" tanya Maya spontan, menoleh ke samping kanan.
"Iya, setauku Papa kamu sangat ketat dan disiplin tuh," Santi mendukung ucapan Maya. Dia mencondongkan tubuh ke depan berpangku tangan antusias ingin mendengar penjelasan Pita.
"Nggak tahu," jawab Pita santai mengedikkan bahu menatap temannya satu persatu.
"Gimana sih, emangnya kamu kesini nggak pamit sama orang tua ?" tanya Karin bingung mengernyitkan dahi.
"Pamit dong, tapi yang minta ijin ke Papa itu Dimas. Aku cuma terima beres." Pita menjelaskan penuh rasa puas.
"Kok bisa ?" ucap keempat temannya bersamaan penuh tanda tanya besar.
"Dim !" panggil Maya berteriak agar suaranya terdengar sampai ke ruang tengah. Dia berdiri menoleh ke belakang sofa mengarah pada lelaki yang sedang memegang stick Play Station.
"Kenapa?" sahut Dimas juga berteriak dari seberang ruangan.
"Sini bentar, penting !"
"Tanggung nih! Hampir finish!"
"Kalau nggak kesini Pita minta putus!" ancam Maya. Dia terkekeh pelan, kembali pada posisinya duduk di sofa berhadapan dengan keempat temannya.
Tak berselang lama, langkah kaki berlarian kecil terdengar tergesa-gesa mendekat.
"Ada apa?" tanya Dimas dengan napas tersengal.
"Wiiiih, sekali diancam mau diputusin Pita... langsung nurut dia," komentar Santi kagum.
"Calon suami takut istri kamu Dim," seloroh Vera diiringi tawa kecil semua gadis di ruang tamu.
"Bukan begitu, tapi ini bukti kalau aku beneran sayang sama Pita," sanggah Dimas percaya diri menempatkan tubuh duduk di samping Pita sambil melingkarkan tangan di belakang leher kekasihnya.
"Tapi jangan pamer kemesraan di depan kita dong, hormati para jomblo-jomblo ini," serang Karin bersungut-sungut.
"Maaf girls," ucap Dimas nyengir menarik tangannya dari bahu Pita beralih mengulurkan tangan meraih snack keripik kentang di atas meja. "Kalian ini malem-malem ngemil, nggak takut gendut apa ?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN ANGEL
Teen FictionPita yang baru saja lulus SMA terpaksa harus menikah dengan Damar demi menyelamatkan nama baik keluarga dan calon bayi dalam kandungannya. Kisah rumah tangga yang sangat pelik membawa mereka pada perseteruan, perselingkuhan, balas dendam juga perjua...