Pagi-pagi sekali, Reno sudah menunggu Jelita seperti biasa di depan pagar rumahnya. Lelaki itu tersenyum lebar saat melihat sosok Jelita yang kini tengah berjalan mendekatinya.Beruntung kekhawatiran Reno tidak terjadi, sebab dia tidak ingin Jelita jatuh sakit akibat hujan-hujanan kemarin.
"Pagi..."
Jelita tidak bersuara. Reno langsung cemberut lantaran Jelita tak terlalu merespon kedatangannya.
"Kok gitu doang, senyum dong. Kamu ngapain pakai masker?"
"Aku lagi flu, jadi aku nggak mau nanti malah nularin orang lain"
Reno menarik lengan Jelita, sontak gadis itu meringis menahan sakit. Tentu saja reaksi Jelita yang seperti itu membuat Reno kebingungan. Padahal dia hanya menyentuh lengan Jelita dengan lembut.
"Kamu, kenapa?"
"Aku nggak apa-apa, Ren. Udah jangan banyak tanya. Nanti kita telat."
Reno yang merasa tidak beres memilih untuk turun dari motor yang dia naiki. Menarik masker yang menutupi wajah Jelita.
Kedua bola mata Reno langsung terbelalak, kaget saat melihat beberapa luka lebam di bagian pipi dan sudut bibir Jelita.
"Kamu dipukul lagi?"
"Ren ..."
"Kenapa kamu nggak telfon, aku? Aku bisa datang dan hajar balik papa kamu itu. Aku benar-benar nggak habis pikir, apa sih yang ada di otak papa kamu sampai dia tega mukul kamu kayak gini. Badan kamu juga di pukul?"
Jelita tak bersuara, namun Reno sudah tahu jawabannya dari diamnya Jelita.
"Mama kamu nggak bela sama sekali?"
Jelita hanya menggeleng pelan
"Terus mana mama kamu sekarang?"
"Aku nggak tau, Ren. Tadi malam aku liat mama masuk kamar. Tapi pas pagi aku cari udah nggak ada. Mungkin mama udah pergi ninggalin aku di sini."
Reno berdecak kesal. Mengambil helm untuk Jelita dan memasangkannya ke atas kepala sang kekasih. Ini betul-betul sudah keterlaluan. Seharusnya Jelita bisa mendapatkan keadilan, tapi sayangnya Jelita tidak pernah mau untuk melaporkan perbuatan bejat kedua orang tuanya itu.
"Kita nggak usah masuk hari ini. Kita ke rumah sakit, kamu harus diobatin."
"Ren, nggak usah. Aku nggak mau bolos, aku benar-benar nggak apa-apa. Nanti lukanya bisa sembuh sendiri."
"Sayang, please. Jangan bantah aku. Aku nggak mau kamu kenapa-napa. Aku nggak mau ada luka serius di tubuh kamu, gimana kalau kamu cidera? Kamu diam di belakang jangan halangi aku untuk bawa kamu ke rumah sakit." Kata Reno tak terbantahkan. Membawa Jelita untuk duduk di jok belakang. Dia mulai mengendarai motor dengan kecepatan tinggi.
Di belakang, Jelita hanya bisa memeluk Reno. Sebetulnya dia sangat ingin menangis sekencang-kencangnya. Menumpahkan seluruh beban yang ada di dalam dadanya. Dia betul-betul sudah tidak tahan lagi.
Berkali-kali dia berdoa pada sang pencipta agar kedua orang tuanya bisa berubah, namun hingga detik ini Tuhan gak kunjung mengabulkan doanya yang sudah bertahun-tahun lamanya.
Terlebih sekarang ibunya telah pergi entah ke mana. Meninggalnya sendirian bersama ayahnya yang kejam.
Reno melirik kaca spion motor, dia bisa melihat bahwa sekarang Jelita sedang berusaha menyembunyikan kesedihannya.
"Jelita ..."
"Hemmm?"
"Apa kamu nggak ada niatan untuk ngekos aja? Aku khawatir kalau kamu tinggal di sana. Rumah itu nggak baik buat kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Di mana Letak Bahagia
SpiritualSemakin hari aku semakin sadar bahwa dunia adalah tempatnya di mana segala kesusahan-kesusahan itu berada. Kehidupan adalah tempatnya semua masalah-masalah yang ada. Tidak ada yang bisa aku harapkan selain kekuatan untuk menghadapi dunia dan seisiny...