☆
"Naladhipa, sayang, ada seseorang di luar yang ingin bertemu denganmu. Sebaiknya kamu keluar sebentar, jangan terus-menerus di dalam kamar," kata ibu dengan lembut.
Naladhipa yang sedang asyik di dalam kamar, terkejut mendengar panggilan ibunya. Dengan tergesa-gesa, ia bergegas keluar dari kamar. Naladhipa tidak sempat merapikan penampilannya yang masih berantakan, khas orang baru bangun tidur. Rambutnya acak-acakan, pakaiannya kusut, dan wajahnya masih terlihat sedikit mengantuk. Namun, rasa penasaran akan siapa yang mencarinya membuat Naladhipa tidak mempedulikan penampilannya saat itu. Dengan langkah cepat, ia menghampiri ibunya yang menunggu di ruang tamu.
"Kenapa bu?" tanya Naladhipa dengan heran.
"Di depan ada teman kamu, cowok. Tapi ibu lupa namanya siapa tadi," jawab ibu Naladhipa sambil duduk.
Naladhipa mengerutkan kening, sedikit bingung mendengar penjelasan ibunya. Ia segera merapikan penampilannya seadanya, lalu berjalan menuju pintu depan untuk menemui teman yang sedang menunggunya.
"Maaf, aku baru bangun tidur. Ada apa ya?" tanya Naladhipa dengan sopan kepada anak kedua yang datang menemuinya.
"Naladhipa bukan? Kenalin, saya anak kedua dari Pak Tirto. Saya ke sini ada membawa makanan dari ayah saya," kata dari anak kedua dengan ramah.
Naladhipa mengangguk dan tersenyum, "Oh iya, saya Naladhipa. Terima kasih banyak sudah repot-repot membawakan makanan."
"Tidak apa-apa, kami senang bisa berbagi. Ayah titip salam dan berharap kamu mau menerimanya," lanjut anak kedua dari pak tirto.
Naladhipa merasa senang dan tersentuh dengan perhatian dari keluarga Pak Tirto. Meskipun penampilannya masih berantakan, ia tetap menyambut anak kedua tersebut dengan hangat.
"Wah, terima kasih banyak. Sampaikan salamku juga untuk Pak Tirto. Mari, silakan masuk sebentar," ajak Naladhipa ramah.
"Maaf, bukan bermaksud tidak mau, tapi saya ada urusan. Terima kasih sudah menawarkan," kata anak kedua dari pak tirto dengan sopan.
Naladhipa mengangguk mengerti, "Oh, baiklah. Tidak apa-apa. Terima kasih sudah menyempatkan diri kemari."
Ia tersenyum manis, "Kalau begitu saya izin pamit, Assalamualaikum Naladhipa."
"Waalaikumsalam, hati-hati di jalan," balas Naladhipa.
Anak kedua pun berpamitan dan segera bergegas pergi, meninggalkan Naladhipa yang masih berdiri di depan rumah dengan penampilan yang sedikit berantakan. Naladhipa tersenyum, merasa senang dengan perhatian yang diberikan oleh keluarga Pak Tirto.
"Ibu dengar-dengar tadi itu anak kedua dari Pak Tirto bukan? Wah, sangat baik ya keluarganya," kata ibu Naladhipa dengan nada senang.
Naladhipa mengangguk setuju, "Iya Bu, mereka memang keluarga yang baik. Istrinya pun beruntung bisa mendapatkan suami seperti Pak Tirto."
KAMU SEDANG MEMBACA
Naladhipa Saffanah
Teen Fiction"Jika aku bukan terlahir dari keluarga dokter, Maka pastikan bahwa aku adalah seorang dokter pertama di Keluargaku" -Naladhipa Shaffanah Pratama Naladhipa adalah seorang gadis desa yang kurang mampu dengan cita-cita menjadi dokter. Meskipun mengha...