☆
Naladhipa mengambil handphone-nya yang tergeletak di samping bantal. Ia membuka aplikasi WhatsApp dan mengetik pesan, "Kay, keluarga ku menerimanya. Sepertinya aku bisa ke kota."
Tak lama kemudian, Kayla membalas, "Beneran? Kalau gitu gue ke desa ya sekarang! Soalnya desa lo sama desa almarhum ibu gue dekat." Kayla memang tidak memiliki ibu sejak kecil.
Naladhipa tersenyum lega membaca balasan Kayla. Ia senang sahabatnya itu bersedia datang ke desanya. Ini akan menjadi kesempatan bagi mereka untuk menghabiskan waktu bersama, sekaligus Kayla bisa mengunjungi makam ibunya. Naladhipa tahu betapa Kayla merindukan sosok seorang ibu dalam hidupnya.
Mereka berdua memang sudah lama bersahabat, meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda. Naladhipa tinggal di desa, sementara Kayla tinggal di kota. Namun, perbedaan itu tidak menghalangi keakraban mereka. Justru, perbedaan itu membuat mereka saling melengkapi dan memahami satu sama lain.
Naladhipa mengetik balasan singkat, "Iya." Setelah itu, ia bergegas bangun dari tempat tidur dan mulai mempersiapkan diri untuk berangkat.
Pertama-tama, Naladhipa mengambil tas ransel kesayangannya. Ia memastikan semua perlengkapan yang dibutuhkan sudah lengkap di dalam tas, seperti pakaian ganti, peralatan mandi, dan beberapa camilan untuk di perjalanan nanti.
Setelah memastikan tasnya sudah siap, Naladhipa pun bergegas menuju dapur. Ia ingin berpamitan dengan orang tuanya sebelum berangkat ke kota untuk menemui Kayla. Naladhipa tahu, orang tuanya pasti akan khawatir jika ia tiba-tiba pergi tanpa pamit.
Naladhipa menoleh saat mendengar suara adiknya, Neca, yang baru saja bangun dari tidur siangnya.
"Kakak beneran pergi?" Dengan wajah yang lusuh seperti bangun tidur.
Naladhipa menoleh saat mendengar suara adiknya, Neca, yang baru saja bangun dari tidur siangnya.
"Iya, Neca. Kakak mau pergi ke kota hari ini," jawab Naladhipa lembut.
Wajah Neca terlihat lusuh, masih tampak mengantuk sehabis bangun tidur. Naladhipa bisa melihat raut kekhawatiran di wajah adiknya itu.
"Tapi, Kak... Kakak pergi cari uang lagi?" tanya Neca dengan nada sedih.
Naladhipa menghampiri Neca dan mengelus kepalanya dengan sayang. "Tenang saja, Neca. Kakak cuma mau cari uang, biar kita tidak seperti ini terus."
Neca menatap Naladhipa dengan mata berkaca-kaca. "Tapi, Kak... Aku takut Kakak pergi lama lagi. Aku kangen Kak."
Naladhipa menghela napas pelan. Ia tahu Neca sangat menyayanginya dan tidak ingin ditinggal sendirian di rumah. Namun, keadaan ekonomi keluarga mereka yang sulit membuat Naladhipa harus sering pergi mencari uang di kota.
"Neca, dengar Kakak ya. Kakak pergi bukan karena Kakak nggak sayang sama Neca. Tapi Kakak harus cari uang biar kita bisa hidup lebih baik. Neca mau kan, Kakak bantu keluarga?" ujar Naladhipa lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naladhipa Saffanah
Teen Fiction"Jika aku bukan terlahir dari keluarga dokter, Maka pastikan bahwa aku adalah seorang dokter pertama di Keluargaku" -Naladhipa Shaffanah Pratama Naladhipa adalah seorang gadis desa yang kurang mampu dengan cita-cita menjadi dokter. Meskipun mengha...